Bisnis mencarikan pasangan itu tidak hanya untuk mencari uang. Perlu panggilan jiwa dan kegairahan. Karena panggilan jiwa itulah, Joanne Warsito meninggalkan dunia korporasi yang telah ia lakoni selama 15 tahun, dan merintis dari nol Matchactually-Asia.
Melalui Matchactually-Asia, Joanne tidak hanya mencarikan pasangan bagi klien dari kandidat yang ada dalam database -disusun dari registrasi online. Ia juga ”berburu” kandidat untuk kliennya, antara lain di pameran lukisan, wine-tasting, hingga tempat jamuan makan.
Selain mencarikan calon pasangan, Joanne juga mengajari bagaimana berkencan sesuai dengan kondisi tiap-tiap klien. Misalnya, mulai dari cara mengirim ”sinyal” pada lawan jenis dengan tatapan tak lebih dari tiga detik, hingga soal cara mengomunikasikan persoalan pada pasangan.
”Pacaran itu profitable kalau punya tujuan. Berpacaranlah dengan orang yang memang Anda mau dan Anda punya tujuan dengannya,” kata Joanne, yang amat merahasiakan identitas para klien ini.
Berhadapan dengan klien, Joanne terbiasa dengan pertanyaan seperti, ”Kenapa aku selalu tertarik kepada cowok yang takut berkomitmen?” Atau, ”Kenapa gampang sekali dia dapat pacar, padahal aku lebih cantik?”
Joanne yakin, pria pada dasarnya bukan takut berkomitmen. Mereka hanya memerlukan alasan jelas untuk berkomitmen dengan seorang perempuan. ”Ketika seorang perempuan menyerahkan segalanya saat berpacaran, si pria bisa jadi makin sulit menemukan alasan untuk berkomitmen,” ujarnya.
Karena tak kunjung menemukan alasan, ada pria mapan yang mudah berkencan, tetapi kesulitan menemukan calon istri. Sebaliknya, ada juga pria yang sukses berkarier, tetapi merasa tak mampu menggaet satu perempuan pun.
Hampir semua klien Joanne datang dengan membawa daftar panjang kriteria yang mereka inginkan. Seorang perempuan, misalnya, bisa mensyaratkan pasangan dengan tinggi badan minimal, rambut tidak botak, pembaca setia koran berbahasa Inggris, pencinta kucing, dan lain-lain.
Namun, bila daftar panjang ini diperas jadi syarat utama saja, ”top list”-nya adalah mapan bekerja, sayang kepada pasangan, bisa menghargai mertua, dan baik kepada teman-temannya.
Pada klien pria, syarat tampilan fisik hampir selalu menempati urutan teratas daftar yang panjang. Namun, ketika disusun ”top list” yang paling kerap muncul ada lah: perempuan yang bisa jadi ibu terbaik buat anak-anak dan sayang kepada si pria.
”Kita semua bisa menyusun daftar panjang kriteria yang kita inginkan dari pasangan kita, tetapi bisa jadi dengan orang yang hanya memenuhi 30-40 persen saja dari daftar kriteria itu, kita sebenarnya sudah bisa bahagia lahir batin,” ujar Joanne.
Joanne selalu haus dengan keingintahuan terhadap hal-hal baru. Karena itu, ia gemar belajar berbagai hal. Ia sempat asyik melakoni beragam pekerjaan, mulai dari membuat kue ulang tahun hingga menyanyi. Ia juga belajar lima bahasa asing, lalu merangkap kuliah di dua perguruan tinggi. Kemudian, digelutinya dunia pemasaran dan komunikasi korporasi di Jakarta, Biella (Italia), dan Shanghai (Cina).
Ternyata, hal-hal baru yang tak pernah berhenti menyedot perhatian dan membuatnya paling tertantang adalah ”misteri” relasi laki-laki-perempuan. Tanpa “atribut” bisnis pun, urusan pertautan lawan jenis ini sudah ia geluti sejak remaja.
Joanne remaja sempat merasakan pahitnya tersisih dari pergaulan. Ketika itu, dari SD di pinggiran Yogyakarta, Joanne melanjutkan ke SMP 12, kawasan Blok M, Jakarta, yang saat itu populer sebagai ”sekolah selebriti”.
Joanne kemudian mengembangkan keterampilan interpersonal hingga jadi populer di SMA. ”Di SMA, aku yang dulunya pemalu banget jadi jago ngomong. Waktu itu aku udah hobi jodohin teman sekolahku dengan anak-anak SMA lain yang suka hang-out di Blok M,” ujarnya.
Pengalaman masa remaja mengajarkan kepada Joanne, perjodohan tak akan sukses hanya karena kesesuaian profil fisik dan kesamaan hobi atau minat. ”Mesti ada kesesuaian personality dan nilai-nilai pribadi,” katanya.
Pada usia 21 tahun, Joanne menikah setelah pacaran amat singkat, hanya satu bulan, atas saran kedua orangtuanya. Kini, ia menjadi ibu dua anak dan mensyukuri dukungan Philip -suaminya yang berdarah Belgia- untuk terus mengembangkan diri.
Tumbuh dewasa, berumah tangga, berkarier, dan tinggal berpindah-pindah dari Jakarta, Spanyol, Italia, dan China, menambah pula ”keterampilan” Joanne dalam urusan perjodohan. Pada 2004, ia membuat observasi, wawancara survei, dan mengumpulkan bahan studi untuk menulis buku yang ia rencanakan berjudul Flirting Sophisticatedly.
Namun, buku itu tak pernah selesai ia tuliskan. ”Selalu ada saja hal baru yang kurasa perlu kutambahkan. Dunia dating itu amat dinamis. Akhirnya, aku putuskan buku itu tidak untuk kuterbitkan, tetapi aku akan jadikan dating coach dan buku itu bagian dari manualnya,” kata Joanne.
Kembali ke Indonesia, Joanne pun mempersiapkan konsep bisnis perjodohan profesional yang ia idamkan. Tahun 2010, ia mengikuti pelatihan bisnis biro jodoh di Singapura dan awal tahun ini lahirlah Matchactually-Asia.
Menurut Joanne, tidak ada yang salah dengan pilihan untuk melajang sejauh itu membahagiakan. ”Aku cuma enggak ingin melihat para single yang menuliskan statusnya, ’galau dan galau lagi….” (ila/net)