25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Somewhere in Time

azrul ananda

Azrul, tulisanmu tambah berat. Santai, tapi tema kok berat. Yang happy-happy lagi dong.

Oke! Apa film favorit Anda?

I love watching movies. Walau cita-cita bikin film komedi belum tercapai, kalau sempat, saya selalu berusaha nonton film. Khususnya komedi. Terserah komedi romantis, komedi rada jorok, komedi parodi, pokoknya yang berfungsi menghibur dan “mengisi” hati. Ini sejalan dengan kesukaan saya nonton sitcom.

Selain komedi, saya juga suka drama romantis (cieee). Fungsinya bukan untuk menghibur hati, tapi untuk “mengisi hati”. Ending-nya tidak selalu happily ever after, tapi selalu bisa membantu membuat hidup kita terasa lebih “penuh”.

Jadi, intinya, saya suka film komedi dan romantis. Pokoknya yang bukan menakut-nakuti atau bunuh-bunuhan. Semua yang kenal saya mungkin sadar, kalau adegannya serem atau tegang, saya selalu menutup mata dan menutup telinga wkwkwkwkwk”

Kesukaan ini tidak spesial. Jutaan, bahkan mungkin miliaran, orang sedunia punya kesukaan yang sama. Lihat saja sekeliling kita. Mungkin sangat jarang orang yang mengaku nggak suka nonton film.

Nah, perhatikan lagi orang-orang sekeliling, lalu coba ingat-ingat atau perhatikan film jenis apa yang mereka suka. Kalau bisa, perhatikan film favorit mereka, film nomor satu mereka apa.

Terus terang, kadang saya menggunakan itu sebagai salah satu alat ukur. Alat menilai kira-kira orang itu tipe seperti apa. Bahkan bisa menilai level critical thinking-nya seperti apa.

Kadang saya pengin film masuk kurikulum pelajaran sekolah. Saya berpendapat demikian juga gara-gara dulu kuliah. Ada satu semester kelas English, tepatnya English critical thinking dan menulis, yang habis hanya untuk membahas satu film.

Ya, satu film (dan novelnya) untuk satu semester!

Filmnya adalah Love Story, keluaran 1970. Dibintangi Ryan O’Neal dan Ali MacGraw. Film itu berdasar novel pendek (hanya sekitar 90 halaman) karya Erich Segal. Judul novelnya sama.

Selama satu semester, kami diminta membaca novelnya, menulis resensi tentang novel tersebut. Kemudian, kami diminta menonton filmnya. Bahkan, kami menonton filmnya bersama di kelas. Kemudian, kami diminta menulis lagi resensi tentang filmnya. Tidak cukup sampai di situ, kami lantas diminta menulis lagi tentang perbandingan antara novel dan filmnya.

Satu semester untuk Love Story!

Seru ya kelasnya?

Dasar suka film model begituan, satu semester pun berjalan mengasyikkan. Nilai akhirnya pun mengasyikkan. Ikut membantu jalan saya meraih cum laude.

Saya tidak akan cerita isinya apa, dan mengapa film (dan novelnya) luar biasa untuk critical thinking. Silakan nonton dan baca, dan “kuliah” sendiri.

Jangan lupa YouTube theme song-nya (karya Francis Lai). Anda mungkin sudah kenal lagu itu atau tidak menyangka bahwa itu dari novel dan film yang saya tulis di atas.

***

Bukan. Film favorit saya bukan Love Story.

Film favorit saya baru muncul sepuluh tahun kemudian. Keluaran 1980, berjudul Somewhere in Time. Yang main Christopher Reeve (ya, si Superman) dan Jane Seymour.

Dulu kali pertama nonton film ini waktu SMP. Kalau tidak salah yang memutarnya SCTV. Momen ketika Richard Collier (Reeve) melihat foto Elise McKenna (Seymour) di museum Grand Hotel melekat terus di kepala saya.

Ceritanya pun menukik tajam saat mendekati akhir. Ada yang bilang itu sad ending. Kalau menurut saya, itu justru happy ending.

Saking sukanya dengan film itu, ketika kali pertama sekolah di Amerika (setelah lulus SMP), saya langsung membeli video VHS-nya (belum ada DVD) dan CD soundtrack-nya. Saya masih menyimpannya sampai sekarang (plus menambah koleksi dengan DVD special edition-nya).

Sampai hari ini, theme song film itu (oleh John Barry) masih sering saya putar. Begitu pula musik yang sering nongol di dalamnya (dikutip sebagai musik favorit karakter utamanya), Rhapsody on a Theme of Paganini.

Sekali lagi, saya tidak akan menulis tentang cerita film itu. Silakan nikmati sendiri. Siapa tahu Anda mendapatkan pengalaman/pencerahan seperti saya.

Film ini memang bukan superpopuler, tapi termasuk punya penggemar/pengikut yang kuat. Setiap tahun, Grand Hotel di Mackinac Island, Michigan, tempat cerita berlokasi, menggelar festival Somewhere in Time (di bulan Oktober). Impian saya kelak ikut acara tersebut.

Anyway, apa film favorit Anda? Coba pikirkan top five film sepanjang masa Anda apa. Mungkin itu bisa menyimpulkan Anda orang tipe seperti apa. Tanya ke teman Anda, apa top five film sepanjang masa mereka. Mungkin Anda bisa lebih tahu tentang teman Anda lebih dalam.

Ini top five saya:

Satu. Somewhere in Time, seperti ditulis di atas.

Dua. Sleepless in Seattle. OMG! Tom Hanks satu almamater dengan saya. Meg Ryan (waktu muda, bukan sekarang) adalah aktris idola saya. Dan Seattle kota pertama yang saya kunjungi ketika mulai sekolah di Amerika.

Tiga. American Pie. Karena ini film yang “jujur” dan jujurlah, semua orang “khususnya laki-laki” melewati fase hidup yang sama.

Empat. There is Something About Mary. Ada sesuatu tentang film ini yang membuatnya tetap seru ditonton ribuan kali.

Lima. The Fault in Our Stars. Yang terakhir ini baru masuk daftar saya tahun lalu, menggeser yang lain. Terus terang, saya belum pernah membaca novel yang menjadi basisnya. Tapi, ketika menonton filmnya di bioskop, wow! Sampai saya mengulanginya menonton di bioskop empat kali!

Ya, ada film-film blockbuster yang disukai miliaran orang. Misalnya, Jurassic Park, The Avengers, Transformers, dan lain-lain. Menonton film-film itu termasuk hiburan wajib buat saya. Tapi bukan sesuatu yang “mengisi hati” sehingga tidak masuk daftar favorit saya.

Kalau ada teman Anda yang menyebut film-film blockbuster seperti itu sebagai favorit, well, pasaran banget sih. Kurang “dalem”. Wkwkwkwk.

Anda mungkin juga bertanya, kenapa tidak ada film Indonesia dalam daftar lima besar saya? Bukannya saya tidak suka, tapi jawabannya agak kompleks. Mungkin untuk tema Happy Wednesday di lain kesempatan! (*)

azrul ananda

Azrul, tulisanmu tambah berat. Santai, tapi tema kok berat. Yang happy-happy lagi dong.

Oke! Apa film favorit Anda?

I love watching movies. Walau cita-cita bikin film komedi belum tercapai, kalau sempat, saya selalu berusaha nonton film. Khususnya komedi. Terserah komedi romantis, komedi rada jorok, komedi parodi, pokoknya yang berfungsi menghibur dan “mengisi” hati. Ini sejalan dengan kesukaan saya nonton sitcom.

Selain komedi, saya juga suka drama romantis (cieee). Fungsinya bukan untuk menghibur hati, tapi untuk “mengisi hati”. Ending-nya tidak selalu happily ever after, tapi selalu bisa membantu membuat hidup kita terasa lebih “penuh”.

Jadi, intinya, saya suka film komedi dan romantis. Pokoknya yang bukan menakut-nakuti atau bunuh-bunuhan. Semua yang kenal saya mungkin sadar, kalau adegannya serem atau tegang, saya selalu menutup mata dan menutup telinga wkwkwkwkwk”

Kesukaan ini tidak spesial. Jutaan, bahkan mungkin miliaran, orang sedunia punya kesukaan yang sama. Lihat saja sekeliling kita. Mungkin sangat jarang orang yang mengaku nggak suka nonton film.

Nah, perhatikan lagi orang-orang sekeliling, lalu coba ingat-ingat atau perhatikan film jenis apa yang mereka suka. Kalau bisa, perhatikan film favorit mereka, film nomor satu mereka apa.

Terus terang, kadang saya menggunakan itu sebagai salah satu alat ukur. Alat menilai kira-kira orang itu tipe seperti apa. Bahkan bisa menilai level critical thinking-nya seperti apa.

Kadang saya pengin film masuk kurikulum pelajaran sekolah. Saya berpendapat demikian juga gara-gara dulu kuliah. Ada satu semester kelas English, tepatnya English critical thinking dan menulis, yang habis hanya untuk membahas satu film.

Ya, satu film (dan novelnya) untuk satu semester!

Filmnya adalah Love Story, keluaran 1970. Dibintangi Ryan O’Neal dan Ali MacGraw. Film itu berdasar novel pendek (hanya sekitar 90 halaman) karya Erich Segal. Judul novelnya sama.

Selama satu semester, kami diminta membaca novelnya, menulis resensi tentang novel tersebut. Kemudian, kami diminta menonton filmnya. Bahkan, kami menonton filmnya bersama di kelas. Kemudian, kami diminta menulis lagi resensi tentang filmnya. Tidak cukup sampai di situ, kami lantas diminta menulis lagi tentang perbandingan antara novel dan filmnya.

Satu semester untuk Love Story!

Seru ya kelasnya?

Dasar suka film model begituan, satu semester pun berjalan mengasyikkan. Nilai akhirnya pun mengasyikkan. Ikut membantu jalan saya meraih cum laude.

Saya tidak akan cerita isinya apa, dan mengapa film (dan novelnya) luar biasa untuk critical thinking. Silakan nonton dan baca, dan “kuliah” sendiri.

Jangan lupa YouTube theme song-nya (karya Francis Lai). Anda mungkin sudah kenal lagu itu atau tidak menyangka bahwa itu dari novel dan film yang saya tulis di atas.

***

Bukan. Film favorit saya bukan Love Story.

Film favorit saya baru muncul sepuluh tahun kemudian. Keluaran 1980, berjudul Somewhere in Time. Yang main Christopher Reeve (ya, si Superman) dan Jane Seymour.

Dulu kali pertama nonton film ini waktu SMP. Kalau tidak salah yang memutarnya SCTV. Momen ketika Richard Collier (Reeve) melihat foto Elise McKenna (Seymour) di museum Grand Hotel melekat terus di kepala saya.

Ceritanya pun menukik tajam saat mendekati akhir. Ada yang bilang itu sad ending. Kalau menurut saya, itu justru happy ending.

Saking sukanya dengan film itu, ketika kali pertama sekolah di Amerika (setelah lulus SMP), saya langsung membeli video VHS-nya (belum ada DVD) dan CD soundtrack-nya. Saya masih menyimpannya sampai sekarang (plus menambah koleksi dengan DVD special edition-nya).

Sampai hari ini, theme song film itu (oleh John Barry) masih sering saya putar. Begitu pula musik yang sering nongol di dalamnya (dikutip sebagai musik favorit karakter utamanya), Rhapsody on a Theme of Paganini.

Sekali lagi, saya tidak akan menulis tentang cerita film itu. Silakan nikmati sendiri. Siapa tahu Anda mendapatkan pengalaman/pencerahan seperti saya.

Film ini memang bukan superpopuler, tapi termasuk punya penggemar/pengikut yang kuat. Setiap tahun, Grand Hotel di Mackinac Island, Michigan, tempat cerita berlokasi, menggelar festival Somewhere in Time (di bulan Oktober). Impian saya kelak ikut acara tersebut.

Anyway, apa film favorit Anda? Coba pikirkan top five film sepanjang masa Anda apa. Mungkin itu bisa menyimpulkan Anda orang tipe seperti apa. Tanya ke teman Anda, apa top five film sepanjang masa mereka. Mungkin Anda bisa lebih tahu tentang teman Anda lebih dalam.

Ini top five saya:

Satu. Somewhere in Time, seperti ditulis di atas.

Dua. Sleepless in Seattle. OMG! Tom Hanks satu almamater dengan saya. Meg Ryan (waktu muda, bukan sekarang) adalah aktris idola saya. Dan Seattle kota pertama yang saya kunjungi ketika mulai sekolah di Amerika.

Tiga. American Pie. Karena ini film yang “jujur” dan jujurlah, semua orang “khususnya laki-laki” melewati fase hidup yang sama.

Empat. There is Something About Mary. Ada sesuatu tentang film ini yang membuatnya tetap seru ditonton ribuan kali.

Lima. The Fault in Our Stars. Yang terakhir ini baru masuk daftar saya tahun lalu, menggeser yang lain. Terus terang, saya belum pernah membaca novel yang menjadi basisnya. Tapi, ketika menonton filmnya di bioskop, wow! Sampai saya mengulanginya menonton di bioskop empat kali!

Ya, ada film-film blockbuster yang disukai miliaran orang. Misalnya, Jurassic Park, The Avengers, Transformers, dan lain-lain. Menonton film-film itu termasuk hiburan wajib buat saya. Tapi bukan sesuatu yang “mengisi hati” sehingga tidak masuk daftar favorit saya.

Kalau ada teman Anda yang menyebut film-film blockbuster seperti itu sebagai favorit, well, pasaran banget sih. Kurang “dalem”. Wkwkwkwk.

Anda mungkin juga bertanya, kenapa tidak ada film Indonesia dalam daftar lima besar saya? Bukannya saya tidak suka, tapi jawabannya agak kompleks. Mungkin untuk tema Happy Wednesday di lain kesempatan! (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/