26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Melorot Karena Sewot

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Saham Tesla tiba-tiba jatuh lima persen. Dalam satu hari. Kemarin. Aneh. Nilai kejatuhan itu mencapai sekitar Rp 7 triliun.

Tidak ada yang tahu kenapa boss Tesla, Elon Musk, begitu sewot hari itu. Yang justru menjadi penyebab jatuhnya harga saham yang mengejutkan tersebut.

Baru kali ini Elon Musk begitu sewot. Terbaca oleh publik. Oleh para pembeli saham. Yang selama ini begitu fanatik pada Elon Musk. Bahkan di saat Tesla terus merugi. Tiap tahun.

Bahkan mencapai puncaknya triwulan pertama tahun ini: rugi hampir Rp 10 triliun. Tepatnya USD 785 juta. Dua kali lipat dari kerugian triwulan pertama tahun lalu.

Kesewotan seorang CEO ternyata begitu mahal harganya. Bukan harga saham saja yang jatuh. Masa depan perusahaan dipertanyakan. Bahkan ada analis yang garang: jangan-jangan ini pertanda akan bangkrut.

Sudah tertanam dalam benak publik: seorang CEO itu harus murah senyum, cerdas, tenang, tidak mudah terpancing isu, raut mukanya tidak mudah terbaca, pandai berkelit, sangat jarang menampakkan kejengkelan apalagi marah, trampil dalam dialog dan pintar dalam mengemukakan gagasan. Dan entah apalagi. Sejenis itu.

Tapi Elon Musk begitu emosi hari itu. Saat dilakukan telekonferensi dengan para investor itu. Dengan para analis pasar modal itu.

Di Amerika peristiwa sewot ini menggoncangkan Wall Street. Bahkan sampai ada yang mempertanyakan: pantaskah Elon Musk menjadi seorang CEO? Bukan sudah waktunyakah Tesla punya CEO baru?

Para die-hard Elon Musk tidak terima. Mereka menyerang balik. Para analislah yang menjadi penyebabnya. Sebagian analis, juga wartawan, memang cerdas. Kata mereka.

Tapi itu sebagian kecil. Mayoritas hanya sok pintar dan egois. Itu yang membuat Elon Musk sewot. Begitulah kira-kira rangkuman situasinya.

Inilah yang terjadi hari itu, Rabu lalu:
Elon Musk sudah menjawab beberapa pertanyaan dari penelepon. Yang bisa diikuti oleh mereka yang bergabung di jaringan telepon itu.

Lalu ada penelepon yang mulai menanyakan sisi keuangan Tesla. Namanya Bernstein dari perusahaan securitas Toni Sacconaghi. Dia bertanya soal pembelanjaan ke depan dan uang yang masih diperlukan Tesla.

Beirnstein belum selesai bertanya. Elon Musk sudah memotongnya. ”Penanya berikutnya, silakan,” potong Musk.

Lalu analis Joseph Spak dari securitas terkenal RBC Capital Market bertanya. Berapa sebenarnya pembeli Tesla Model 3 yang sudah menerima mobilnya.

Belum juga Spak selesai bertanya, Musk sudah menyela: tidak mau lagi menerima pertanyaan yang kering dan membosankan seperti itu. ”Kalian semua membunuh saya,” kata Musk.

Tegang. Serba gak enak. Lebih-lebih Musk kemudian menyilakan YouTube yang bertanya. Tentang teknologi Tesla. Termasuk teknologi masa depannya.

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Saham Tesla tiba-tiba jatuh lima persen. Dalam satu hari. Kemarin. Aneh. Nilai kejatuhan itu mencapai sekitar Rp 7 triliun.

Tidak ada yang tahu kenapa boss Tesla, Elon Musk, begitu sewot hari itu. Yang justru menjadi penyebab jatuhnya harga saham yang mengejutkan tersebut.

Baru kali ini Elon Musk begitu sewot. Terbaca oleh publik. Oleh para pembeli saham. Yang selama ini begitu fanatik pada Elon Musk. Bahkan di saat Tesla terus merugi. Tiap tahun.

Bahkan mencapai puncaknya triwulan pertama tahun ini: rugi hampir Rp 10 triliun. Tepatnya USD 785 juta. Dua kali lipat dari kerugian triwulan pertama tahun lalu.

Kesewotan seorang CEO ternyata begitu mahal harganya. Bukan harga saham saja yang jatuh. Masa depan perusahaan dipertanyakan. Bahkan ada analis yang garang: jangan-jangan ini pertanda akan bangkrut.

Sudah tertanam dalam benak publik: seorang CEO itu harus murah senyum, cerdas, tenang, tidak mudah terpancing isu, raut mukanya tidak mudah terbaca, pandai berkelit, sangat jarang menampakkan kejengkelan apalagi marah, trampil dalam dialog dan pintar dalam mengemukakan gagasan. Dan entah apalagi. Sejenis itu.

Tapi Elon Musk begitu emosi hari itu. Saat dilakukan telekonferensi dengan para investor itu. Dengan para analis pasar modal itu.

Di Amerika peristiwa sewot ini menggoncangkan Wall Street. Bahkan sampai ada yang mempertanyakan: pantaskah Elon Musk menjadi seorang CEO? Bukan sudah waktunyakah Tesla punya CEO baru?

Para die-hard Elon Musk tidak terima. Mereka menyerang balik. Para analislah yang menjadi penyebabnya. Sebagian analis, juga wartawan, memang cerdas. Kata mereka.

Tapi itu sebagian kecil. Mayoritas hanya sok pintar dan egois. Itu yang membuat Elon Musk sewot. Begitulah kira-kira rangkuman situasinya.

Inilah yang terjadi hari itu, Rabu lalu:
Elon Musk sudah menjawab beberapa pertanyaan dari penelepon. Yang bisa diikuti oleh mereka yang bergabung di jaringan telepon itu.

Lalu ada penelepon yang mulai menanyakan sisi keuangan Tesla. Namanya Bernstein dari perusahaan securitas Toni Sacconaghi. Dia bertanya soal pembelanjaan ke depan dan uang yang masih diperlukan Tesla.

Beirnstein belum selesai bertanya. Elon Musk sudah memotongnya. ”Penanya berikutnya, silakan,” potong Musk.

Lalu analis Joseph Spak dari securitas terkenal RBC Capital Market bertanya. Berapa sebenarnya pembeli Tesla Model 3 yang sudah menerima mobilnya.

Belum juga Spak selesai bertanya, Musk sudah menyela: tidak mau lagi menerima pertanyaan yang kering dan membosankan seperti itu. ”Kalian semua membunuh saya,” kata Musk.

Tegang. Serba gak enak. Lebih-lebih Musk kemudian menyilakan YouTube yang bertanya. Tentang teknologi Tesla. Termasuk teknologi masa depannya.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/