25 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Mereka Kembali

Mereka kembali. Mereka injak lagi tanah air setelah sekian waktu di tanah suci. Ada rasa haru. Ada rindu. Tadi malam, 450 jamaah haji di Medan. Mereka langsung sujud syukur, mencium landasan Bandara Polonia.

Terlalu berlebihan kah? Tampaknya tidak, sebagai manusia bukankah hal yang wajar atau malah wajib bersyukur pada Tuhan. Maka, saya pun terharu begitu melihat foto mereka.

Apalagi, setelah saya ketahui seharusnya yang tiba di Medan berjumlah 451 jamaah. Satu dari mereka, meninggal saat akan pulang. Adalah Hj Samiah Binti Ambil (64), warga Jalan Bromo, Medan.

Almarhumah meninggal dunia di dalam bus ketika akan menuju Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Kondisi kesehatannya menurun dan ada penyakit komplikasi yang dideritanya. Almarhumah pun langsung dikebumikan di Kota Makkah.

Kenapa saya terharu, bukankah banyak yang ingin meninggal di tanah suci?
Entahlah, bagi saya hal itu memang menyesakkan. Seandainya saja dia meninggal ketika berada di sana, saat terlibat dalam proses ibadah, saya mungkin tidak akan seharu saat ini.

Ibu saya pernah cerita, sepulang dia dari tanah suci beberapa tahun lalu, kalau berangkat haji itu bak menuju akhirat. Sementara, ketika pulang dari Makkah, seakan kembali ke dunia. Sederhananya ibu saya bercerita begini: saat pergi, dalam pesawat yang terdengar adalah doa-doa, seperti tak putus. Mereka semua pun lebih tegang. Sementara, ketika pulang, mereka terlihat lebih rileks dan bercerita tentang keluarga yang sebentar lagi mereka temui.

Nah, kembali ke soal yang meninggal tadi, bukankah hal itu memang mengharukan? Bisa bayangkan bagaimana perasaannya saat masuk dalam bus dengan harapan sampai ke bandara dan lalu terbang menuju Indonesia? Berapa banyak kisah yang akan dia ceritakan pada keluarga dan tetangga? Belum lagi buah tangan yang memang telah dia siapkan.  Lalu, bisa bayangkan bagaimana harapan keluarga dan handai tolannya yang siap menunggu?

Tapi kematian adalah rahasia Tuhan, sebagai manusia yang bertakwa, keluarga dan handai tolan pasti bisa menerima. Dan, meskipun terharu, saya juga menerima kematian itu. Setidaknya, bagi saya, ibu telah berhasil menjadi hajjah. Sementara, di Indonesia masih banyak yang bermimpi bisa menjalankan ibadah itu.

Bukan hanya karena tidak punya dana atau belum terpanggil, namun berangkat haji dari Indonesia memang merepotkan. Tahun ini daftar, belum tentu sepuluh tahun lagi bisa berangkat; tahun depan dijadwalkan berangkat pun belum tentu bisa langsung naik pesawat.

Ya, sudah banyak kasus tentang kegiatan haji Indonesia yang bermasalah. Protes calon jamaah haji bukan lagi cerita baru. Penipuan hingga travel haji yang tidak bertanggung jawab pun hampir tiap tahun muncul ke permukaan.

Saya juga terharu terhadap 450 jamaah haji lainnya, ya mereka berhasil kembali ke ‘dunia’ dan memasuki kehidupan yang baru. Selamat datang, semoga jadi haji mabrur. (*)

Mereka kembali. Mereka injak lagi tanah air setelah sekian waktu di tanah suci. Ada rasa haru. Ada rindu. Tadi malam, 450 jamaah haji di Medan. Mereka langsung sujud syukur, mencium landasan Bandara Polonia.

Terlalu berlebihan kah? Tampaknya tidak, sebagai manusia bukankah hal yang wajar atau malah wajib bersyukur pada Tuhan. Maka, saya pun terharu begitu melihat foto mereka.

Apalagi, setelah saya ketahui seharusnya yang tiba di Medan berjumlah 451 jamaah. Satu dari mereka, meninggal saat akan pulang. Adalah Hj Samiah Binti Ambil (64), warga Jalan Bromo, Medan.

Almarhumah meninggal dunia di dalam bus ketika akan menuju Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Kondisi kesehatannya menurun dan ada penyakit komplikasi yang dideritanya. Almarhumah pun langsung dikebumikan di Kota Makkah.

Kenapa saya terharu, bukankah banyak yang ingin meninggal di tanah suci?
Entahlah, bagi saya hal itu memang menyesakkan. Seandainya saja dia meninggal ketika berada di sana, saat terlibat dalam proses ibadah, saya mungkin tidak akan seharu saat ini.

Ibu saya pernah cerita, sepulang dia dari tanah suci beberapa tahun lalu, kalau berangkat haji itu bak menuju akhirat. Sementara, ketika pulang dari Makkah, seakan kembali ke dunia. Sederhananya ibu saya bercerita begini: saat pergi, dalam pesawat yang terdengar adalah doa-doa, seperti tak putus. Mereka semua pun lebih tegang. Sementara, ketika pulang, mereka terlihat lebih rileks dan bercerita tentang keluarga yang sebentar lagi mereka temui.

Nah, kembali ke soal yang meninggal tadi, bukankah hal itu memang mengharukan? Bisa bayangkan bagaimana perasaannya saat masuk dalam bus dengan harapan sampai ke bandara dan lalu terbang menuju Indonesia? Berapa banyak kisah yang akan dia ceritakan pada keluarga dan tetangga? Belum lagi buah tangan yang memang telah dia siapkan.  Lalu, bisa bayangkan bagaimana harapan keluarga dan handai tolannya yang siap menunggu?

Tapi kematian adalah rahasia Tuhan, sebagai manusia yang bertakwa, keluarga dan handai tolan pasti bisa menerima. Dan, meskipun terharu, saya juga menerima kematian itu. Setidaknya, bagi saya, ibu telah berhasil menjadi hajjah. Sementara, di Indonesia masih banyak yang bermimpi bisa menjalankan ibadah itu.

Bukan hanya karena tidak punya dana atau belum terpanggil, namun berangkat haji dari Indonesia memang merepotkan. Tahun ini daftar, belum tentu sepuluh tahun lagi bisa berangkat; tahun depan dijadwalkan berangkat pun belum tentu bisa langsung naik pesawat.

Ya, sudah banyak kasus tentang kegiatan haji Indonesia yang bermasalah. Protes calon jamaah haji bukan lagi cerita baru. Penipuan hingga travel haji yang tidak bertanggung jawab pun hampir tiap tahun muncul ke permukaan.

Saya juga terharu terhadap 450 jamaah haji lainnya, ya mereka berhasil kembali ke ‘dunia’ dan memasuki kehidupan yang baru. Selamat datang, semoga jadi haji mabrur. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/