32.9 C
Medan
Thursday, June 13, 2024

Buka Mata

Ada anekdot: kenapa ayam tidak pernah melihat ke kiri dan ke kanan? Jawabnya, karena mata ayam ada di sebelah kiri dan sebelah kanan kepala. Jadi, kenapa dia harus menoleh?
Artinya, secara logika, harusnya ayam memiliki kecenderungan lebih sedikit dalam soal kecelakaan dibanding manusia. Kenyataannya, tetap saja di tertabrak bukan?

Hal ini menunjukkan, manusia yang memiliki sepasang mata di bagian depan kepala, juga wajar mengalami kecelakaan. Toh, mata manusia kan berada di bagian depan kepala, jadi untuk melihat kiri dan kanan dia harus menoleh lebih dulu. Tapi, manusia punya otak kan? Meski mata tak berada di samping, harusnya dia memiliki pikiran yahud agar terhindar dari bahaya.

Tentu ini soal peristiwa tragis yang terjadi di Tebingtinggi, kemarin. Mobil iringan pengantin ditabrak kereta api. Empat orang tewas. Semuanya keluarga pengantin; satu di antaranya adalah ibu kandung pengantin pria.

Pertanyaannya, kok bisa ditabrak? Ayolah, kereta api memang sangat istimewa. Dia memiliki jalur khusus yang tak bisa diganggu gugat, tidak hanya soal jalur, kecepatannya pun tak bisa diganggu gugat. Nah, dengan keistimewaan itu, kendaraan lain yang bukan kereta api harus maklum ketika dia melaju. Itulah sebab, di berbagai perlintasan kereta api, yang berhubungan dengan jalan raya, ada palang pintunya. Artinya, hal itu dilakukan agar tak terjadi kecelakaan.

Masalahnya, di Tebingtinggi, di lokasi kecelakaan, tidak ada palang pintunya. Jadi tidak bisa dikatakan kalau sopir mobil naas itu yang salah. “Diharapkan kepada warga penggunan jalan raya apabila melintasi pintu perlintasan kereta api yang tidak berplang agar berhati-hati,” begitu pernyataan Kasubag Humas Polres Tebingtinggi AKP Ngemat Surbakti.

Nah, kalimat itu intinya meminta pengguna jalan raya yang harus hati-hati. Kereta api tetap istimewa kan? Sopir yang ikut tewas dalam kejadian itu tetap saja dianggap yang bersalah. “Warga sudah mencoba meneriaki, tetapi memang sudah ajal, siapa yang berani menolak,” ungkap seorang saksi mata Robert Sipahutar.

Ingat, warga sudah berteriak mengingatkan sopir kalau ada kereta api yang akan lewat. Sopir tak mendengar karena kaca mobil tertutup rapat. Tapi, bukankah sopir punya mata?

Sudahlah, tak perlu mencari siapa yang salah, peristiwa di Tebingtinggi jelas menghentak dunia transportasi di Sumatera Utara. Bagaimana tidak, bagi warga Tebingtinggi, kecalakaan kereta api dan mobil tersebut adalah yang terparah dalam sejarah. Artinya, pemerintah atau PT Kerata Api Indonesia sudah seharusnya membuka mata. Wilayah itu butuh palang pintu di perlintasannya!

“Kadang mata baru terbuka kalau sudah ada yang terluka,” kata kawan saya. Hm, saya sepakat dengan itu. (*)

Ada anekdot: kenapa ayam tidak pernah melihat ke kiri dan ke kanan? Jawabnya, karena mata ayam ada di sebelah kiri dan sebelah kanan kepala. Jadi, kenapa dia harus menoleh?
Artinya, secara logika, harusnya ayam memiliki kecenderungan lebih sedikit dalam soal kecelakaan dibanding manusia. Kenyataannya, tetap saja di tertabrak bukan?

Hal ini menunjukkan, manusia yang memiliki sepasang mata di bagian depan kepala, juga wajar mengalami kecelakaan. Toh, mata manusia kan berada di bagian depan kepala, jadi untuk melihat kiri dan kanan dia harus menoleh lebih dulu. Tapi, manusia punya otak kan? Meski mata tak berada di samping, harusnya dia memiliki pikiran yahud agar terhindar dari bahaya.

Tentu ini soal peristiwa tragis yang terjadi di Tebingtinggi, kemarin. Mobil iringan pengantin ditabrak kereta api. Empat orang tewas. Semuanya keluarga pengantin; satu di antaranya adalah ibu kandung pengantin pria.

Pertanyaannya, kok bisa ditabrak? Ayolah, kereta api memang sangat istimewa. Dia memiliki jalur khusus yang tak bisa diganggu gugat, tidak hanya soal jalur, kecepatannya pun tak bisa diganggu gugat. Nah, dengan keistimewaan itu, kendaraan lain yang bukan kereta api harus maklum ketika dia melaju. Itulah sebab, di berbagai perlintasan kereta api, yang berhubungan dengan jalan raya, ada palang pintunya. Artinya, hal itu dilakukan agar tak terjadi kecelakaan.

Masalahnya, di Tebingtinggi, di lokasi kecelakaan, tidak ada palang pintunya. Jadi tidak bisa dikatakan kalau sopir mobil naas itu yang salah. “Diharapkan kepada warga penggunan jalan raya apabila melintasi pintu perlintasan kereta api yang tidak berplang agar berhati-hati,” begitu pernyataan Kasubag Humas Polres Tebingtinggi AKP Ngemat Surbakti.

Nah, kalimat itu intinya meminta pengguna jalan raya yang harus hati-hati. Kereta api tetap istimewa kan? Sopir yang ikut tewas dalam kejadian itu tetap saja dianggap yang bersalah. “Warga sudah mencoba meneriaki, tetapi memang sudah ajal, siapa yang berani menolak,” ungkap seorang saksi mata Robert Sipahutar.

Ingat, warga sudah berteriak mengingatkan sopir kalau ada kereta api yang akan lewat. Sopir tak mendengar karena kaca mobil tertutup rapat. Tapi, bukankah sopir punya mata?

Sudahlah, tak perlu mencari siapa yang salah, peristiwa di Tebingtinggi jelas menghentak dunia transportasi di Sumatera Utara. Bagaimana tidak, bagi warga Tebingtinggi, kecalakaan kereta api dan mobil tersebut adalah yang terparah dalam sejarah. Artinya, pemerintah atau PT Kerata Api Indonesia sudah seharusnya membuka mata. Wilayah itu butuh palang pintu di perlintasannya!

“Kadang mata baru terbuka kalau sudah ada yang terluka,” kata kawan saya. Hm, saya sepakat dengan itu. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/