24 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Pilot, Cuaca, Mistik

Faliruddin Lubis
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Seperjet 100 di  kawasan gunung Salak masih tanda tanya. Berbagai orang pun berpendapat di media massa, online hingga jejaring sosial. Analisanya beragam-ragam.

“Data Multifunctional Transport Satellites (MTSAT) menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunungn
Salak tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen,” kata Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin.

Analisis indeks konveksi menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan adanya awan jenis Cb alias Cumulo Nimbus yang menjulang tinggi sampai sekitar 37.000 kaki atau 11,1 km. “Data satelit itu memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi,” sambung Djamaluddin.

Jika dilogikakan dengan sederhana, maka pilot akan berupaya mencari jalan keluar dari kepungan awan itu dengan cara teraman. Kemungkinan pilot berpikir dari jarak 10.00 kaki harus terbang melebihi 37 ribu kaki mungkin terlalu tinggi. Karena itu pilihannya terbang ke kanan, kiri, atau ke bawah.
Intinya, Djamaluddin menegaskan faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan.

Nah, ada lagi spekulasi bahwa kesalahan manusia (human error). Hasil uji simulator yang digelar di pusat riset penerbangan Rusia menunjukkan, kesalahan pilot diduga sebagai faktor kecelakaan tersebut.

Nah, berbeda dengan pendapat warga awam. Warga sekitar lokasi jatuhnya pesawat, Gunung Salak mengaku tak terlalu kaget Gunung Salak kembali menelan korban jiwa yang diperkirakan lebih dari 40 orang. Warga mengungkapkan Gunung Salak menyimpan seribu cerita mistik yang dipercaya kebenaran oleh sebagian masyarakat setempat. Gunung Salak katanya memang selalu menelan korban jiwa, di mana sembilan mahasiswa yang mendaki tewas dan pesawat jenis Cassa pernah jatuh di lokasi yang tak jauh dari tempat jatuhnya pesawat Sukhoi.

Terlepas dari semuanya itu, mari kita merenung sejenak, lalu bertanya dalam hati benarkah penyebabnya salah satu dari ketiga faktor itu? Seorang teman saya nyeletuk, pasti ada salah satunya.

“Kalau saya berpendapat itu kesalahan pilot. Orang pilotnya belum pernah terbang di wilayah Indonesia. Tak tahu dia cuaca di Indonesia ini. Tapi dia sok paten begitu jadinya,” kata kawan saya itu.

Kawan tadi bilang, coba diserahkan saja kepada pilot Indonesia belum tentu seperti itu. “Pilot Indonesia kan jago-jago juga dan tahu seluk beluk cuaca di wilayah Indonesia,” katanya.

Ada lagi teman saya berpendapat, itu akibat terlalu jago pilotnya sehingga dia lupa diri dan menganggap sepele. Masih banyak lagi komentar kawan-kawan soal penyebab kecelakaan itu.

Nah, saya tertarik juga dengan ungkap teman itu tadi. Memang terkadang tak selamanya pilot yang jago itu bisa menaklukkan segala medan. Makanya, jangan lupa diri karena kalau kita lupa diri bisa-bisa ada yang marah. Kita harus sadar bahwa kita cuma manusia yang punya kelemahan.
Kalaupun nanti penyebabnya sudah diumumkan oleh KNKT, yang terpenting inilah yang terakhir, ke depan jangan lagi ada pesawat yang jatuh di Tanah Air tercinta ini. (*)

Faliruddin Lubis
Redaktur Pelaksana Sumut Pos

Penyebab jatuhnya pesawat Sukhoi Seperjet 100 di  kawasan gunung Salak masih tanda tanya. Berbagai orang pun berpendapat di media massa, online hingga jejaring sosial. Analisanya beragam-ragam.

“Data Multifunctional Transport Satellites (MTSAT) menunjukkan sekitar waktu kejadian, awan di sekitar Gunungn
Salak tampak sangat rapat dengan liputan awan lebih dari 70 persen,” kata Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin.

Analisis indeks konveksi menggambarkan ketinggian awan juga menunjukkan adanya awan jenis Cb alias Cumulo Nimbus yang menjulang tinggi sampai sekitar 37.000 kaki atau 11,1 km. “Data satelit itu memberi gambaran bahwa saat kejadian, pesawat dikepung awan tebal yang menjulang tinggi,” sambung Djamaluddin.

Jika dilogikakan dengan sederhana, maka pilot akan berupaya mencari jalan keluar dari kepungan awan itu dengan cara teraman. Kemungkinan pilot berpikir dari jarak 10.00 kaki harus terbang melebihi 37 ribu kaki mungkin terlalu tinggi. Karena itu pilihannya terbang ke kanan, kiri, atau ke bawah.
Intinya, Djamaluddin menegaskan faktor cuaca tetap tak dapat dikesampingkan.

Nah, ada lagi spekulasi bahwa kesalahan manusia (human error). Hasil uji simulator yang digelar di pusat riset penerbangan Rusia menunjukkan, kesalahan pilot diduga sebagai faktor kecelakaan tersebut.

Nah, berbeda dengan pendapat warga awam. Warga sekitar lokasi jatuhnya pesawat, Gunung Salak mengaku tak terlalu kaget Gunung Salak kembali menelan korban jiwa yang diperkirakan lebih dari 40 orang. Warga mengungkapkan Gunung Salak menyimpan seribu cerita mistik yang dipercaya kebenaran oleh sebagian masyarakat setempat. Gunung Salak katanya memang selalu menelan korban jiwa, di mana sembilan mahasiswa yang mendaki tewas dan pesawat jenis Cassa pernah jatuh di lokasi yang tak jauh dari tempat jatuhnya pesawat Sukhoi.

Terlepas dari semuanya itu, mari kita merenung sejenak, lalu bertanya dalam hati benarkah penyebabnya salah satu dari ketiga faktor itu? Seorang teman saya nyeletuk, pasti ada salah satunya.

“Kalau saya berpendapat itu kesalahan pilot. Orang pilotnya belum pernah terbang di wilayah Indonesia. Tak tahu dia cuaca di Indonesia ini. Tapi dia sok paten begitu jadinya,” kata kawan saya itu.

Kawan tadi bilang, coba diserahkan saja kepada pilot Indonesia belum tentu seperti itu. “Pilot Indonesia kan jago-jago juga dan tahu seluk beluk cuaca di wilayah Indonesia,” katanya.

Ada lagi teman saya berpendapat, itu akibat terlalu jago pilotnya sehingga dia lupa diri dan menganggap sepele. Masih banyak lagi komentar kawan-kawan soal penyebab kecelakaan itu.

Nah, saya tertarik juga dengan ungkap teman itu tadi. Memang terkadang tak selamanya pilot yang jago itu bisa menaklukkan segala medan. Makanya, jangan lupa diri karena kalau kita lupa diri bisa-bisa ada yang marah. Kita harus sadar bahwa kita cuma manusia yang punya kelemahan.
Kalaupun nanti penyebabnya sudah diumumkan oleh KNKT, yang terpenting inilah yang terakhir, ke depan jangan lagi ada pesawat yang jatuh di Tanah Air tercinta ini. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/