27.8 C
Medan
Monday, May 20, 2024

Pindah

Memang tidak enak tinggal di rumah kontrakan. Selain harus membayar uang sewa setiap satu bulan atau satu tahun, kita juga harus siap-siap pindah setiap saat. Ya, apa daya ketika sang pemilik rumah meminta kita pindah. Adakah kita bisa menolak ketika uang yang kita bayarkan ternyata tak berarti?

Maksud saya, soal kontrakan tidak sekadar tentang uang. Teman saya yang punya uang banyak, bahkan telah membayar uang kontrakan untuk dua tahun, wajib pindah juga meski sisa kontraknya masih ada satu tahun lagi. Pasalnya, sang pemilik rumah sudah tak berkenan kawan saya itu ngontrak di rumah tersebut. “Maaf ya, keponakan saya mau menempati rumah ini,” kalimat itu keluar dari mulut si pemilik rumah; ini menurt pengakuan kawan saya tadi.
Nah, sudah begitu, apa yang akan dilakukan kawan saya tadi? Menuntut? Tidak bisa. Sang pemilik rumah mengembalikan uang sisa kontrakannya. Ya, sudah, kawan saya akhirnya harus mengepak barang dan pindah.

Ya, pindah seperti Angelina Sondakh yang ‘dipaksa’ pindah oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Mantan Putri Indonesia itu pun harus pindah dari Rutan KPK ke Rutan khusus perempuan Pondok Bambu. Meski tidak senasib dengan kawan saya yang ‘dipaksa’ pindah dari rumah kontrakan, Angie, saya rasa memiliki ‘kesuntukan’ yang sama dengan kawan saya tadi. Ayolah, namanya tinggal di tempat yang terus berpindah-pindah cenderung tidak menyenangkan bukan? Apalagi, Angie ‘dipaksa’ pindah karena berkas perkara yang menyelimutinya telah lengkap dan dilimpahkan ke penuntutan. Paling lama bulan depan,  Angie sudah siap disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Bisa bayangkan itu?

Satu sisi, bisa saja Angie malah senang (setidaknya dia difoto sambil tersenyum begitu keluar gedung KPK) karena kasusnya akan cepat tuntas. Jika dia selamat, maka dia akan kembali ke rumahnya yang tentunya tak harus pindah-pindah lagi. Sisi lainnya, jika tidak selamat, bukankah sangat mungkin dia dipindahkan lagi dari Rutan Pondok Bambu ke Rutan lainnya?

Terserahlah, yang jelas, proses pindahnya Angie ke Rutan Piondok Bambu mirip dengan kawan saya tadi. Ya, dia diminta pindah karena akan ada penghuni lain. Jika kawan saya digusur ‘ponakan’ pemilik kontrakan, Angie digusur calon tahanan berikutnya. Isu yang beredar adalah Hartati Murdaya Poo, si pengusaha yang tersangkut kasus dugaan penyuapan Bupati Buol. Meski Juru Bicara KPK Johan Budi SP tidak membantah dan mengiyakan, Hartati diprediksi akan menempati selnya Angie. Kepindahan Angie dicurigai akan memudahkan KPK melakukan penahanan terhadap anggota dewan pembina Partai Demokrat yang baru saja mundur itu.

Tapi, kepindahan Angie dan teman saya tadi juga memiliki perbedaan. Kalau kawan saya harus pusing mencari tempat baru, Angie telah ditetapkan tempatnya. Kalau teman saya butuh angkutan untuk barang-barang dan dirinya, Angie malah disediakan fasilitas. Kalau teman saya harus membayar sewa tempat yang baru, Angie malah gratis. Bukankah begitu? (*)

Memang tidak enak tinggal di rumah kontrakan. Selain harus membayar uang sewa setiap satu bulan atau satu tahun, kita juga harus siap-siap pindah setiap saat. Ya, apa daya ketika sang pemilik rumah meminta kita pindah. Adakah kita bisa menolak ketika uang yang kita bayarkan ternyata tak berarti?

Maksud saya, soal kontrakan tidak sekadar tentang uang. Teman saya yang punya uang banyak, bahkan telah membayar uang kontrakan untuk dua tahun, wajib pindah juga meski sisa kontraknya masih ada satu tahun lagi. Pasalnya, sang pemilik rumah sudah tak berkenan kawan saya itu ngontrak di rumah tersebut. “Maaf ya, keponakan saya mau menempati rumah ini,” kalimat itu keluar dari mulut si pemilik rumah; ini menurt pengakuan kawan saya tadi.
Nah, sudah begitu, apa yang akan dilakukan kawan saya tadi? Menuntut? Tidak bisa. Sang pemilik rumah mengembalikan uang sisa kontrakannya. Ya, sudah, kawan saya akhirnya harus mengepak barang dan pindah.

Ya, pindah seperti Angelina Sondakh yang ‘dipaksa’ pindah oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Mantan Putri Indonesia itu pun harus pindah dari Rutan KPK ke Rutan khusus perempuan Pondok Bambu. Meski tidak senasib dengan kawan saya yang ‘dipaksa’ pindah dari rumah kontrakan, Angie, saya rasa memiliki ‘kesuntukan’ yang sama dengan kawan saya tadi. Ayolah, namanya tinggal di tempat yang terus berpindah-pindah cenderung tidak menyenangkan bukan? Apalagi, Angie ‘dipaksa’ pindah karena berkas perkara yang menyelimutinya telah lengkap dan dilimpahkan ke penuntutan. Paling lama bulan depan,  Angie sudah siap disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Bisa bayangkan itu?

Satu sisi, bisa saja Angie malah senang (setidaknya dia difoto sambil tersenyum begitu keluar gedung KPK) karena kasusnya akan cepat tuntas. Jika dia selamat, maka dia akan kembali ke rumahnya yang tentunya tak harus pindah-pindah lagi. Sisi lainnya, jika tidak selamat, bukankah sangat mungkin dia dipindahkan lagi dari Rutan Pondok Bambu ke Rutan lainnya?

Terserahlah, yang jelas, proses pindahnya Angie ke Rutan Piondok Bambu mirip dengan kawan saya tadi. Ya, dia diminta pindah karena akan ada penghuni lain. Jika kawan saya digusur ‘ponakan’ pemilik kontrakan, Angie digusur calon tahanan berikutnya. Isu yang beredar adalah Hartati Murdaya Poo, si pengusaha yang tersangkut kasus dugaan penyuapan Bupati Buol. Meski Juru Bicara KPK Johan Budi SP tidak membantah dan mengiyakan, Hartati diprediksi akan menempati selnya Angie. Kepindahan Angie dicurigai akan memudahkan KPK melakukan penahanan terhadap anggota dewan pembina Partai Demokrat yang baru saja mundur itu.

Tapi, kepindahan Angie dan teman saya tadi juga memiliki perbedaan. Kalau kawan saya harus pusing mencari tempat baru, Angie telah ditetapkan tempatnya. Kalau teman saya butuh angkutan untuk barang-barang dan dirinya, Angie malah disediakan fasilitas. Kalau teman saya harus membayar sewa tempat yang baru, Angie malah gratis. Bukankah begitu? (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/