Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos
Pernah dapat informasi hoax alias pemberitaan palsu? Belakangan ini, berita hoax makin sering saja mampir di tangan kita, baik lewat SMS, BBM (blackberry messenger), facebook, twitter, dll. Dan kita-kita yang menerima info hoax itu, dengan gegap gempita langsung mem-forwardnya dari satu milis ke milis lain atau grup BBM ke grup BBM lain. Begitu seterusnya. Jadilah hoax berantai.
Info hoax itu beragam. Sebut saja hoax tentang info agar hati-hati minum softdrink dari merek tertentu, karena katanya seorang pekerjanya telah menambahkan darahnya yang terkontaminasi HIV /AIDS ke minuman dimaksud. Beritanya ada di TV anu. Atau info tentang puluhan lipstik merek terkenal yang katanya mengandung logam penyebab kanker. Atau makan chicken wing yang katanya menyebabkan kista pada wanita. Atau mengirim SMS ‘ini’ ke 10 orang teman, maka otomatis pulsamu bertambah. Dan seterusnya… dan seterusnya.
Hoax teranyar adalah forward sebuah link di internet, yang katanya berisi foto-foto korban pesawat Sukhoi Superjet 100 yang jatuh di Gunung Salak. Dalam foto itu, terlihat foto jenazah dua warga asing yang bagian tubuhnya hancur dan hangus terbakar. Kondisi jasad memprihatinkan, menampakkan isi perut seorang korban yang terburai.
Foto itu disebut-sebut pertama kali beredar di Twitter. Kemudian banyak yang retweet hingga akhirnya menyebar di Facebook dan BlackBerry Messenger (BBM). Banyak pihak yang meyakini foto-foto itu asli. Setelah ditelusuri, ternyata foto tersebut hoax alias sampah belaka. Foto jenazah yang diduga korban pesawat Sukhoi Super Jet 100 itu adalah jenazah korban kecelakaan pesawat Air India Express, yang terjadi pada 22 Mei 2010.
Menurut wikipedia, hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu.
Berita hoax ternyata bukan barang baru. Sebelum era seluler dan internet seperti sekarang ini, berita hoax dulu sudah acap terjadi. Beredarnya dalam bentuk surat berantai. Surat berantai adalah surat, di mana sang penerima diharapkan untuk meneruskan surat tersebut kepada pihak lain. Surat ini biasanya sambung-menyambung sampai jangka waktu yang lama dan tersebar dengan luas. Si penerima surat tergerak untuk mengirimkannya kembali kepada pihak lain, karena iming-iming keuntungan, atau ancaman berupa ketidakberuntungan, apabila dirinya tidak meneruskan surat tersebut.
Surat itu seringkali diakhiri dengan kalimat: jika Anda tidak meneruskan surat berantai ini, maka kemalangan akan terjadi atas Anda. Sebelumnya dia memaparkan kesialan-kesialan yang dialami orang yang tidak meneruskan surat itu ke orang lain.
Saat ini, surat berantai sudah memanfaatkan teknologi informasi, baik melalui email, SMS, BBM, twitter, FB, dan sebagainya. Kalimatnya pun kerap diakhiri dengan: silakan forward berita ini ke orang-orang yang Anda sayangi; atau, jangan berhentikan pesan ini di Anda; atau, SIAPAPUN YG TDK MENGIRIM PESAN INI, MAKA ACCOUNT ANDA TIDAK AKTIF DAN UNTUK MENGAKTIFKANNYA ANDA DKENAKAN BIAYA …., dan sebagainya. Ada juga yang tanpa pesan apa-apa.
Kita sebagai penerima berita hoax, sering sekali tanpa mengecek kebenarannya, langsung menyebarluaskan berita dimaksud. Apakah karena ingin dianggap sebagai orang pertama yang tahu informasinya di komunitas kita, atau karena ingin komunitas kita itu lebih berhati-hati, atau sekedar memforward saja tanpa tujuan apa-apa.
Untuk mengetahui kebenaran berita hoax, memang agak sulit. Tetapi saya pribadi sangat jarang memforward berita-berita yang mampir di jaring sosial yang saya ikuti, jika infonya saya anggap tak urgen.
Kalau sekedar meneruskan info tentang makan chicken wing yang katanya penyebab kista, —yang ternyata hoax-, mungkin tidak terlalu masalah. Toh, prinsipnya adalah kehati-hatian. Mana tau infonya benar.
Tetapi memforward berita-berita tentang pekerja pembuat softdrink yang katanya menambahkan darahnya yang terkontaminasi HIV /AIDS ke minuman dimaksud, atau info tentang puluhan lipstik merek terkenal yang katanya mengandung logam penyebab kanker, jelas sangat beraroma black campaign. Dan jika kita dengan sukarela menyebarluaskannya, kita menjadi alat kampanye hitam.
Berhati-hati dalam menyebarluaskan sebuah informasi yang kita belum tau jelas kebenarannya, tentu lebih bijak… dan lebih smart. (*)