26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

Menggugat Dalil ‘Hukum Alam’

Benar adanya bahwa buah apel akan jatuh tak jauh dari pohonnya. Itu sudah jadi pemahaman publik yag ditegaskan Sir Isaac Newton melalui hukum grafitasinya. Tapi tak akan ada yang bisa membantah kalau buah apel itu tak akan jatuh bila dia dipetik sebelum tangkai buah tak mampu lagi menahan
berat buah. Bisa, terutama bila ada campur tangan manusia di sana.

Buah durian di kebun Mekar Sari yang jatuh alamiah, bahkan tidak menyentuh tanah di dekat batangnya. Dia malah tergantung di tali yang sengaja diikat di tangkai buah dan ditautkan ke batang pohon. Ada campur tangan manusia di balik peristiwa alam ini.

Dalil ini pasti bisa digunakan menggugat pandangan yang menyebut, orang Indonesia dan orang Sumatera Utara tak akan bisa bermain bola sebaik bangsa eropa. Saya tidak setuju dengan alasan, budaya sepakbola Eropa sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Bahkan karakter bermain bola orang Eropa sudah terbentuk sebelum calon bintang dilahirkan, dititiskan dari orangtuanya.

Okelah. Prestasi timnas sepakbola kita masih seperti jalan di tempat. Demikian halnya dengan PSMS Medan.

Sekadar menjadi nomor satu di Asia Tenggara saja, kemampuan Timnas rasanya masih susah. Memang, sejak merdeka, kita belum punya tradisi sepakbola yang berprestasi di level dunia.

Yang jadi pertanyaan, sudah sejauh  mana campur tangan budi dan akal serta tekad manusia Indonesia mengembangkan sepakbola prestasi? Bagaimana dengan manajemen pembinaan dan pembentukan pemain? Ataukah regenerasi itu hanya dibiarkan berjalan alamiah saja?

Saya yakin, prestasi sepakbola kita belum maju karena kita belum serius menggarapnya. Belum seperti Jepang yang konon, dulu sepakbolanya tidak lebih baik dari kita.

Bukti tradisi tak jadi jaminan, Tim Uber dan Thomas kita saja kandas di tangan Jepang yang tradisi badmintonnya masih terhitung anak kemarin sore.
Bicara Jepang, sebagai negara raksasa di bidang otomotif, mereka juga mengawalinya dari titik nol. Tapi kita tak harus menerima saja apa mobil model terbaru yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan dari matahari terbit itu. Kita mampu membuat mobil sendiri.

Diakui, sulit untuk mengimbangi teknologi mobil konvensional mereka. Karenanya, kita dukung dan doakan saja mobil nasional bertenaga listrik, Si Putra Petir itu. Meneg BUMN, Dahlan Iskan punya keyakinan kuat program yang bisa menghemat anggaran negara  karena mobil ini bukan penyedot energi fosil ini akan berjalan sukses. Dahlan malah memastikan, empat model mobil sekelas Suzuki Carry, Avanza, Yaris hingga yang premium Ferrari siap dilahirkan massal pada tahun depan.
Dahlan Iskan sendiri sudah memesan dua mobil premium, 13 Juni lalu.

Dahlan Iskan, saya pikir merupakan golongan orang yang tak mau menerima nasib apa adanya. Dia sosok yang mampu mewujudkan mimpi untuk memenuhi kebutuhan demi kehidupan yang lebih baik.

Jadi, hukum alam tetap hukum alam. Seperti gaya grafitasi yang tak mungkin berubah sepanjang Tuhan belum mengizinkannya. Hanya, patut diingat, hukum alam tidak tepat dijadikan dalil sebagai apoloji untuk sebuah ketidakmampuan kita mengubah situasi. Bila demikian, dalil itu masih mudah dipatahkan. Selamat mewujudkan mimpi. (*)

Benar adanya bahwa buah apel akan jatuh tak jauh dari pohonnya. Itu sudah jadi pemahaman publik yag ditegaskan Sir Isaac Newton melalui hukum grafitasinya. Tapi tak akan ada yang bisa membantah kalau buah apel itu tak akan jatuh bila dia dipetik sebelum tangkai buah tak mampu lagi menahan
berat buah. Bisa, terutama bila ada campur tangan manusia di sana.

Buah durian di kebun Mekar Sari yang jatuh alamiah, bahkan tidak menyentuh tanah di dekat batangnya. Dia malah tergantung di tali yang sengaja diikat di tangkai buah dan ditautkan ke batang pohon. Ada campur tangan manusia di balik peristiwa alam ini.

Dalil ini pasti bisa digunakan menggugat pandangan yang menyebut, orang Indonesia dan orang Sumatera Utara tak akan bisa bermain bola sebaik bangsa eropa. Saya tidak setuju dengan alasan, budaya sepakbola Eropa sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Bahkan karakter bermain bola orang Eropa sudah terbentuk sebelum calon bintang dilahirkan, dititiskan dari orangtuanya.

Okelah. Prestasi timnas sepakbola kita masih seperti jalan di tempat. Demikian halnya dengan PSMS Medan.

Sekadar menjadi nomor satu di Asia Tenggara saja, kemampuan Timnas rasanya masih susah. Memang, sejak merdeka, kita belum punya tradisi sepakbola yang berprestasi di level dunia.

Yang jadi pertanyaan, sudah sejauh  mana campur tangan budi dan akal serta tekad manusia Indonesia mengembangkan sepakbola prestasi? Bagaimana dengan manajemen pembinaan dan pembentukan pemain? Ataukah regenerasi itu hanya dibiarkan berjalan alamiah saja?

Saya yakin, prestasi sepakbola kita belum maju karena kita belum serius menggarapnya. Belum seperti Jepang yang konon, dulu sepakbolanya tidak lebih baik dari kita.

Bukti tradisi tak jadi jaminan, Tim Uber dan Thomas kita saja kandas di tangan Jepang yang tradisi badmintonnya masih terhitung anak kemarin sore.
Bicara Jepang, sebagai negara raksasa di bidang otomotif, mereka juga mengawalinya dari titik nol. Tapi kita tak harus menerima saja apa mobil model terbaru yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan dari matahari terbit itu. Kita mampu membuat mobil sendiri.

Diakui, sulit untuk mengimbangi teknologi mobil konvensional mereka. Karenanya, kita dukung dan doakan saja mobil nasional bertenaga listrik, Si Putra Petir itu. Meneg BUMN, Dahlan Iskan punya keyakinan kuat program yang bisa menghemat anggaran negara  karena mobil ini bukan penyedot energi fosil ini akan berjalan sukses. Dahlan malah memastikan, empat model mobil sekelas Suzuki Carry, Avanza, Yaris hingga yang premium Ferrari siap dilahirkan massal pada tahun depan.
Dahlan Iskan sendiri sudah memesan dua mobil premium, 13 Juni lalu.

Dahlan Iskan, saya pikir merupakan golongan orang yang tak mau menerima nasib apa adanya. Dia sosok yang mampu mewujudkan mimpi untuk memenuhi kebutuhan demi kehidupan yang lebih baik.

Jadi, hukum alam tetap hukum alam. Seperti gaya grafitasi yang tak mungkin berubah sepanjang Tuhan belum mengizinkannya. Hanya, patut diingat, hukum alam tidak tepat dijadikan dalil sebagai apoloji untuk sebuah ketidakmampuan kita mengubah situasi. Bila demikian, dalil itu masih mudah dipatahkan. Selamat mewujudkan mimpi. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/