32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Musik Pertanda Tua

Azrul Ananda

Oleh: AZRUL ANANDA

Pada usia berapa, atau pada momen apa, di saat kita benar-benar menjadi “tua”?

Anak saya yang paling kecil, Andretti Amidala, kini 4 tahun, sering bilang begini, “Jangan suka marah, nanti cepat tua”. Saya sering ketemu orang tua, dan saya sering mendengar mereka ngomong begini, “Usia boleh tua, tapi yang penting jiwanya tetap muda.”

Dulu, ketika masih berumur belasan dan awal 20-an tahun, usia 30 tahun saya anggap tua. Setelah menangis pada hari ultah ke-30, saya melihat ke atas lagi, usia 40 tahun itu baru mulai tua.

Tidak terasa, tidak lama lagi saya juga akan kepala empat. Masih belum tahu apakah saya akan menatap lagi ke atas, ke kepala lima, baru menganggapnya tua. Atau, sekarang sudah fase “tua”?

Lalu, usia tua itu dimulainya kapan? Setelah saya pikir-pikir, sebenarnya tanda-tandanya sudah sering muncul. Padahal, saya selalu menjaga diri dan kondisi.

Cara dandan saya tetap sangat gaya “saya” sejak dulu, cuek dan saya jamin tidak terkesan “tua” (tanya banyak orang yang kenal saya, wkwkwkwkwk”).

Badan juga saya jaga kurus dan fit. Berat saya sekarang sama dengan waktu kuliah dulu, bahkan mungkin lebih fit sekarang. Saya berani adu kemampuan dan ketahanan melawan orang yang berusia 10-15 tahun lebih muda (hehehehe).

Tapi, ya itu tadi. Tanda-tandanya sudah sering muncul. Sekarang saya lebih sering dipanggil “Pak” daripada “Mas”.

Lalu, ketika ada acara dan diperkenalkan kepada pengunjung atau peserta, MC juga sering bertanya, “Mau dipanggil Pak atau Mas?” Dipanggil “Om” juga sudah beberapa kali.

Baru-baru ini saya potong rambut, dan alamak, mulai ada yang putih. Dulu, waktu kuliah, saya termasuk golongan punk. Rambut saya pirangkan sampai mendekati putih, lalu dicat silver (sebelum diungukan, dimerahkan, dibirukan, dan lain-lain). Sekarang ada beberapa yang putih natural malah pusing!

Tanda-tanda paling parah baru saya sadari ketika naik pesawat dari Beijing ke Hongkong dan lanjut ke Surabaya seusai Lebaran barusan. Bukan karena saya makin tak tahan naik pesawat. Melainkan karena musik!

Setelah bosan dengan pilihan-pilihan film di layar, saya memilih “music” untuk memperhatikan pilihan-pilihan lagunya. Ternyata, ada banyak yang saya tidak kenal, saya tidak tahu. Dan kalau dipikir-pikir, saya juga banyak tak hafal judul lagu atau nama penyanyi dari lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak saya sendiri! Jeder! Musik adalah pertanda usia!

Sebagai orang yang menikmati puncak masa gaul pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, ya lagu-lagu zaman itulah yang saya cari. Dan satu lagi pertanda saya “tua”: Saya selalu bilang bahwa zaman saya dulu adalah era “emas” musik. Di saat musik rock alternatif sedang booming-booming-nya, di saat para “legenda” seperti Madonna masih bisa berjaya, dan di saat pop star seperti Britney Spears, Mandy Moore, sedang berjaya.

Sorry, saya nggak ngefans Christina Aguilera dan tidak suka boyband mana pun (walau ada pengecualian: lagu I Drive Myself Crazy-nya Nsync, wkwkwkwkwk).

Ditambah lagi: Kalau sekarang era K-pop, maka saya “hiks, hiks” masuk generasi J-pop. I looooveeee Namie Amuro, khususnya lagu Can You Celebrate?. Dan setelah saya cek ulang, ternyata tahun lahir Namie Amuro sama dengan saya!

Saya lalu mengingat koleksi ribuan CD lagu saya di rumah, yang saya kumpulkan sejak SMA. Rasanya, dalam sepuluh tahun terakhir tidak banyak bertambah! Alamaaak”

***

Maaf, tulisan ini tidak bermaksud menyinggung pembaca yang lebih tua daripada saya. Percaya deh, walau mulai merasa tua, saya tetap melihat ada banyak orang yang usianya di atas saya tetap punya kemampuan yang “muda”. Bahkan lebih “muda” daripada saya.

Saat bersepeda menanjak gunung, misalnya, ada teman berusia 64 tahun yang kadang-kadang masih bisa mengimbangi atau menyalip saya (walau ketika punya teman yang berusia 64 tahun, berarti saya kembali merasa tua, wkwkwkwkkwk”).

Dan banyak pula orang lain yang usianya sudah di atas 50 atau 60 tahun, tapi tetap punya antusiasme, kekuatan, dan kemampuan yang belum tentu dimiliki orang-orang berusia 20-30 tahun lebih muda.

Dan menengok ke yang lebih muda: Ada banyak yang usianya lebih muda daripada saya, tapi “maaf” tampangnya terlihat jauh lebih tua daripada saya. Jalannya lebih lambat daripada saya. Dan semangat atau antusiasmenya jauh sangat tidak inspiratif.

Kemudian, saya lebih bersyukur lagi ketika ada teman yang usianya setara bercerita tentang pengalamannya “mudik” ke kota kampung halamannya.

Dia bercerita, banyak temannya yang seangkatan kami ternyata sudah tiada. Serangan jantung lah, ini lah, itu lah. Lagi pula, kita kan tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu tidak bisa dihentikan, usia tidak bisa dimundurkan. Berlagak muda juga belum tentu baik, merasa tua juga mungkin tidak sehat.

Maaf kalau penutupnya terkesan tua: Saya bersyukur bisa mendapatkan kehidupan dan kesehatan. Saya berharap telah cukup berbuat, dan berharap ke depan bisa terus berbuat banyak.

Oh ya, catatan tambahan buat yang penasaran: Band favorit saya Tool, khususnya lagu Aenima dan 46 and 2. Maklum, dulu agak metal, dan memang agak kontras dengan Namie Amuro, hehehehe” (*)

Azrul Ananda

Oleh: AZRUL ANANDA

Pada usia berapa, atau pada momen apa, di saat kita benar-benar menjadi “tua”?

Anak saya yang paling kecil, Andretti Amidala, kini 4 tahun, sering bilang begini, “Jangan suka marah, nanti cepat tua”. Saya sering ketemu orang tua, dan saya sering mendengar mereka ngomong begini, “Usia boleh tua, tapi yang penting jiwanya tetap muda.”

Dulu, ketika masih berumur belasan dan awal 20-an tahun, usia 30 tahun saya anggap tua. Setelah menangis pada hari ultah ke-30, saya melihat ke atas lagi, usia 40 tahun itu baru mulai tua.

Tidak terasa, tidak lama lagi saya juga akan kepala empat. Masih belum tahu apakah saya akan menatap lagi ke atas, ke kepala lima, baru menganggapnya tua. Atau, sekarang sudah fase “tua”?

Lalu, usia tua itu dimulainya kapan? Setelah saya pikir-pikir, sebenarnya tanda-tandanya sudah sering muncul. Padahal, saya selalu menjaga diri dan kondisi.

Cara dandan saya tetap sangat gaya “saya” sejak dulu, cuek dan saya jamin tidak terkesan “tua” (tanya banyak orang yang kenal saya, wkwkwkwkwk”).

Badan juga saya jaga kurus dan fit. Berat saya sekarang sama dengan waktu kuliah dulu, bahkan mungkin lebih fit sekarang. Saya berani adu kemampuan dan ketahanan melawan orang yang berusia 10-15 tahun lebih muda (hehehehe).

Tapi, ya itu tadi. Tanda-tandanya sudah sering muncul. Sekarang saya lebih sering dipanggil “Pak” daripada “Mas”.

Lalu, ketika ada acara dan diperkenalkan kepada pengunjung atau peserta, MC juga sering bertanya, “Mau dipanggil Pak atau Mas?” Dipanggil “Om” juga sudah beberapa kali.

Baru-baru ini saya potong rambut, dan alamak, mulai ada yang putih. Dulu, waktu kuliah, saya termasuk golongan punk. Rambut saya pirangkan sampai mendekati putih, lalu dicat silver (sebelum diungukan, dimerahkan, dibirukan, dan lain-lain). Sekarang ada beberapa yang putih natural malah pusing!

Tanda-tanda paling parah baru saya sadari ketika naik pesawat dari Beijing ke Hongkong dan lanjut ke Surabaya seusai Lebaran barusan. Bukan karena saya makin tak tahan naik pesawat. Melainkan karena musik!

Setelah bosan dengan pilihan-pilihan film di layar, saya memilih “music” untuk memperhatikan pilihan-pilihan lagunya. Ternyata, ada banyak yang saya tidak kenal, saya tidak tahu. Dan kalau dipikir-pikir, saya juga banyak tak hafal judul lagu atau nama penyanyi dari lagu-lagu yang dinyanyikan anak-anak saya sendiri! Jeder! Musik adalah pertanda usia!

Sebagai orang yang menikmati puncak masa gaul pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, ya lagu-lagu zaman itulah yang saya cari. Dan satu lagi pertanda saya “tua”: Saya selalu bilang bahwa zaman saya dulu adalah era “emas” musik. Di saat musik rock alternatif sedang booming-booming-nya, di saat para “legenda” seperti Madonna masih bisa berjaya, dan di saat pop star seperti Britney Spears, Mandy Moore, sedang berjaya.

Sorry, saya nggak ngefans Christina Aguilera dan tidak suka boyband mana pun (walau ada pengecualian: lagu I Drive Myself Crazy-nya Nsync, wkwkwkwkwk).

Ditambah lagi: Kalau sekarang era K-pop, maka saya “hiks, hiks” masuk generasi J-pop. I looooveeee Namie Amuro, khususnya lagu Can You Celebrate?. Dan setelah saya cek ulang, ternyata tahun lahir Namie Amuro sama dengan saya!

Saya lalu mengingat koleksi ribuan CD lagu saya di rumah, yang saya kumpulkan sejak SMA. Rasanya, dalam sepuluh tahun terakhir tidak banyak bertambah! Alamaaak”

***

Maaf, tulisan ini tidak bermaksud menyinggung pembaca yang lebih tua daripada saya. Percaya deh, walau mulai merasa tua, saya tetap melihat ada banyak orang yang usianya di atas saya tetap punya kemampuan yang “muda”. Bahkan lebih “muda” daripada saya.

Saat bersepeda menanjak gunung, misalnya, ada teman berusia 64 tahun yang kadang-kadang masih bisa mengimbangi atau menyalip saya (walau ketika punya teman yang berusia 64 tahun, berarti saya kembali merasa tua, wkwkwkwkkwk”).

Dan banyak pula orang lain yang usianya sudah di atas 50 atau 60 tahun, tapi tetap punya antusiasme, kekuatan, dan kemampuan yang belum tentu dimiliki orang-orang berusia 20-30 tahun lebih muda.

Dan menengok ke yang lebih muda: Ada banyak yang usianya lebih muda daripada saya, tapi “maaf” tampangnya terlihat jauh lebih tua daripada saya. Jalannya lebih lambat daripada saya. Dan semangat atau antusiasmenya jauh sangat tidak inspiratif.

Kemudian, saya lebih bersyukur lagi ketika ada teman yang usianya setara bercerita tentang pengalamannya “mudik” ke kota kampung halamannya.

Dia bercerita, banyak temannya yang seangkatan kami ternyata sudah tiada. Serangan jantung lah, ini lah, itu lah. Lagi pula, kita kan tidak bisa berbuat apa-apa. Waktu tidak bisa dihentikan, usia tidak bisa dimundurkan. Berlagak muda juga belum tentu baik, merasa tua juga mungkin tidak sehat.

Maaf kalau penutupnya terkesan tua: Saya bersyukur bisa mendapatkan kehidupan dan kesehatan. Saya berharap telah cukup berbuat, dan berharap ke depan bisa terus berbuat banyak.

Oh ya, catatan tambahan buat yang penasaran: Band favorit saya Tool, khususnya lagu Aenima dan 46 and 2. Maklum, dulu agak metal, dan memang agak kontras dengan Namie Amuro, hehehehe” (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/