31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Rio untuk Prestasi atau Pariwisata?

Azrul Ananda

Indonesia sudah punya duta di panggung kelas dunia. Ayo kita semua memikirkan, Rio Haryanto ini kendaraan untuk promosi apa?

***

Nuansa Indonesia sekarang sudah ada di dua ajang balap paling bergengsi di dunia.

Di arena MotoGP, walau tidak ada pembalap Indonesia, ada dua tim terbesar yang sokongannya banyak datang dari Indonesia (karena penghasilan perusahaan induknya banyak dari Indonesia.

Ada ’’Satu Hati’’ di Repsol Honda.

Ada ’’Semakin di Depan’’ di Yamaha.

Dua-duanya murni swasta, jadi tidak ada kegaduhan seperti yang terjadi untuk ajang balap satu lagi, yang sebenarnya lebih besar dan lebih global: Formula 1.

Di arena F1, Indonesia sekarang sudah menjadi ’’pemain’’. Punya pembalap kelas dunia beneran di sana, bernama Rio Haryanto.

Kita harus angkat topi kepada keluarga Rio, juga kepada keluarga-keluarga lain yang pernah –atau sedang– membawa anak mereka ke ajang balap internasional.

Karena itu ajang paling mahal untuk ditekuni. Butuh waktu lama. Dan andai punya uang segudang (sepulau) pun, belum tentu bisa lolos sampai ajang tertinggi. Baik karena minimnya kesempatan, atau karena ternyata bakat anaknya tidak cukup walau didorong pakai uang segudang (sepulau).

Saya tidak akan membahas banyak lagi soal apakah Rio layak masuk F1, karena sudah berkali-kali dibahas, dan dia SANGAT LAYAK secara talenta. Lomba pertama di Melbourne akhir pekan lalu menambahkan satu lagi: Secara mental dia SANGAT LAYAK.

Saya juga tidak mau bicara terlalu banyak tentang uang yang dibutuhkan untuk mensponsori Rio masuk ke F1. Karena jumlahnya memang banyak, tapi sebenarnya tidak sebanyak itu.

Pihak manajemen, pihak keluarga, dan banyak pihak tulus lain sekarang sedang berusaha keras untuk memastikan Rio punya karir di F1. Dan banyak pihak tidak tulus juga sudah cawe-cawe mencari kesempatan.

Sekarang saya ingin membahas the next level-nya. Bagaimana kiprah Rio benar-benar punya manfaat untuk Indonesia. Karena ini kesempatan yang belum pernah dimiliki Indonesia, dan mungkin tidak akan pernah lagi dimiliki Indonesia apabila Rio terhambat.

Selain berterima kasih kepada keluarga yang sudah berkorban begitu besar, kita juga harus mengangkat topi kepada Pertamina, yang mau menjadi sponsor Rio selama bertahun-tahun, termasuk tahun ini.

Ya, banyak yang bisa mengomel kalau sokongan dana Pertamina ’’tanggung’’. Walau ada juga yang bilang kalau sokongan dana Pertamina kebanyakan. Tergantung sudut pandangnya.

Kepada semua, ini harus ditegaskan: Jumlah dana yang dibutuhkan Rio untuk balapan semusim tidaklah besar kalau dibandingkan dengan uang yang berputar di F1 secara keseluruhan.

Membayar gaji Lewis Hamilton dan Fernando Alonso untuk setengah musim saja tidak cukup!

Secara pribadi, walau sangat senang ada orang Indonesia di F1, dan senang ada logo perusahaan Indonesia di mobil F1, saya merasa ada kesempatan yang terlewatkan.

Kesempatan untuk mempromosikan Indonesia secara lebih jelas.

Saya membayangkan, kalau mobil Manor yang dikendarai Rio bertulisan ’’Wonderful Indonesia’’, atau ’’Visit Indonesia’’, atau bahkan cukup ’’INDONESIA’’ saja.

Seperti ketika dulu Alex Yoong menjadi pembalap Malaysia pertama, di samping mobil Minardi-nya tertulis ’’Go KL’’ (Go Kuala Lumpur).

Mumpung ada pembalap Indonesia di F1, dan dia pembalap yang benar-benar pembalap F1.

Azrul Ananda

Indonesia sudah punya duta di panggung kelas dunia. Ayo kita semua memikirkan, Rio Haryanto ini kendaraan untuk promosi apa?

***

Nuansa Indonesia sekarang sudah ada di dua ajang balap paling bergengsi di dunia.

Di arena MotoGP, walau tidak ada pembalap Indonesia, ada dua tim terbesar yang sokongannya banyak datang dari Indonesia (karena penghasilan perusahaan induknya banyak dari Indonesia.

Ada ’’Satu Hati’’ di Repsol Honda.

Ada ’’Semakin di Depan’’ di Yamaha.

Dua-duanya murni swasta, jadi tidak ada kegaduhan seperti yang terjadi untuk ajang balap satu lagi, yang sebenarnya lebih besar dan lebih global: Formula 1.

Di arena F1, Indonesia sekarang sudah menjadi ’’pemain’’. Punya pembalap kelas dunia beneran di sana, bernama Rio Haryanto.

Kita harus angkat topi kepada keluarga Rio, juga kepada keluarga-keluarga lain yang pernah –atau sedang– membawa anak mereka ke ajang balap internasional.

Karena itu ajang paling mahal untuk ditekuni. Butuh waktu lama. Dan andai punya uang segudang (sepulau) pun, belum tentu bisa lolos sampai ajang tertinggi. Baik karena minimnya kesempatan, atau karena ternyata bakat anaknya tidak cukup walau didorong pakai uang segudang (sepulau).

Saya tidak akan membahas banyak lagi soal apakah Rio layak masuk F1, karena sudah berkali-kali dibahas, dan dia SANGAT LAYAK secara talenta. Lomba pertama di Melbourne akhir pekan lalu menambahkan satu lagi: Secara mental dia SANGAT LAYAK.

Saya juga tidak mau bicara terlalu banyak tentang uang yang dibutuhkan untuk mensponsori Rio masuk ke F1. Karena jumlahnya memang banyak, tapi sebenarnya tidak sebanyak itu.

Pihak manajemen, pihak keluarga, dan banyak pihak tulus lain sekarang sedang berusaha keras untuk memastikan Rio punya karir di F1. Dan banyak pihak tidak tulus juga sudah cawe-cawe mencari kesempatan.

Sekarang saya ingin membahas the next level-nya. Bagaimana kiprah Rio benar-benar punya manfaat untuk Indonesia. Karena ini kesempatan yang belum pernah dimiliki Indonesia, dan mungkin tidak akan pernah lagi dimiliki Indonesia apabila Rio terhambat.

Selain berterima kasih kepada keluarga yang sudah berkorban begitu besar, kita juga harus mengangkat topi kepada Pertamina, yang mau menjadi sponsor Rio selama bertahun-tahun, termasuk tahun ini.

Ya, banyak yang bisa mengomel kalau sokongan dana Pertamina ’’tanggung’’. Walau ada juga yang bilang kalau sokongan dana Pertamina kebanyakan. Tergantung sudut pandangnya.

Kepada semua, ini harus ditegaskan: Jumlah dana yang dibutuhkan Rio untuk balapan semusim tidaklah besar kalau dibandingkan dengan uang yang berputar di F1 secara keseluruhan.

Membayar gaji Lewis Hamilton dan Fernando Alonso untuk setengah musim saja tidak cukup!

Secara pribadi, walau sangat senang ada orang Indonesia di F1, dan senang ada logo perusahaan Indonesia di mobil F1, saya merasa ada kesempatan yang terlewatkan.

Kesempatan untuk mempromosikan Indonesia secara lebih jelas.

Saya membayangkan, kalau mobil Manor yang dikendarai Rio bertulisan ’’Wonderful Indonesia’’, atau ’’Visit Indonesia’’, atau bahkan cukup ’’INDONESIA’’ saja.

Seperti ketika dulu Alex Yoong menjadi pembalap Malaysia pertama, di samping mobil Minardi-nya tertulis ’’Go KL’’ (Go Kuala Lumpur).

Mumpung ada pembalap Indonesia di F1, dan dia pembalap yang benar-benar pembalap F1.

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/