25.6 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Arga Do Bona Ni Pinasa

Oleh: Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Arga do bona ni pinasa
di angka nabisuk marroha
Ai ido tona ni oppunta
tu hita angka pinomparna.
Dao pe au nuaeng marjalang,
sambuloki  sai hot do i.
Sai ingot ma mulak tu huta,
mulak tu bona ni pinasa

Lagu di atas pernah hits di era tahun 80-an, khususnya di kalangan orang Batak.

Lagu itu bahkan sempat menjadi semacam ‘lagu wajib’ pada acara-acara marga di daerah Batak. Maklum, lagu yang diciptakan rohaniawan asal Tano Silindung, Pdt. Lamsana Lumbantobing itu, berisi pesan kepada orang-orang di perantauan agar selalu ingat akan kampung halaman.

Arga artinya berharga. Bona ni pinasa arti harafiahnya adalah pohon nangka. Sedangkan makna tersiratnya adalah: asal muasal atau kampung halaman. Jadi arga do bona pinasa di angka nabisuk marroha, artinya kampung halaman itu berharga bagi orang yang bijaksana.

Lirik lagu di atas mendadak muncul kembali di benak saya, setelah mencermati ramainya tokoh nasional ‘turun gunung’ hendak menuju Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) tahun 2013 mendatang. Sebut saja nama Soetan Bathoegana Siregar, Chairuman Harahap, Benny Pasaribu, Letjen AY Nasution, plus sejumlah nama yang masih sekadar meramai-ramaikan bursa pencalonan, seperti Ruhut Sitompul, Effendy Simbolon, dan lainnya.
Hampir senada, para tokoh nasional yang berniat ‘turun gunung’ itu berkata: ingin membangun kampung halaman mereka, yakni Sumatera Utara.
Mendengar niatan para tokoh ini, saya lantas juga teringat dengan sejumlah perantau asal Sumut, yang beberapa waktu lalu bertarung di sejumlah Pemilukada Kota/Kabupaten di Sumatera Utara. Semua kandidat itu berkata, mreka merasa terpanggil untuk membangun kampung halaman. Karena itulah, mereka ‘turun gunung’ untuk bertarung memperebutkan kursi 1 di daerah itu.

Tentu tidak ada yang salah dengan ‘panggilan’ bona ni pinasa itu. Malah, niat untuk membangun kampung halaman sangat cocok dengan syair lagu di atas. Kampung halaman itu sangat berharga, bagi orang yang bijaksana. Itulah pesan nenek moyang kita kepada para anak cucunya. Meski sekarang aku jauh merantau, tujuan yang kuimpikan tetap teguh. Ingatlah untuk selalu pulang, pulang ke kampung asal muasal.

Tetapi, namanya Pemilukada, tentu yang menang hanya satu orang atau satu pasangan. Nah, di sinilah muncul sedikit ironi. Fakta membuktikan, kandidat yang kalah, yang tadinya berkoar-koar terpanggil untuk ‘mulak tu bona ni pinasa’, ternyata selalu balik kanan pulang ke ibukota dan hilang kabar beritanya. Batal dia membangun asal muasalnya.

Sebenarnya, apa makna ‘sai ingot ma mulak tu bona ni pinasa’? Apakah untuk pulang membangun kampung halaman itu harus menjadi Bupati/Wali Kota/Gubernur? Apakah jika tak menjadi orang nomor satu, tidak bisa membangun kampung?

Memang, menjadi orang nomor satu, mungkin terasa lebih jreng untuk membangun kampung halaman. Dan itu masuk di akal. Namun jika memang benar dari hati yang terdalam terpanggil untuk membangun kampung, ‘kursi 1’ bukan satu-satunya cara. Banyak jalan menuju Roma.
Lantas, siapakah kandidat yang benar-benar ‘bisuk marroha’, dan siapakah yang nanti tanpa malu-malu langsung balik kanan, kembali ke perantauan? Kita saksikan setelah Pilgubsu 2013 mendatang. (*)

Oleh: Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos

Arga do bona ni pinasa
di angka nabisuk marroha
Ai ido tona ni oppunta
tu hita angka pinomparna.
Dao pe au nuaeng marjalang,
sambuloki  sai hot do i.
Sai ingot ma mulak tu huta,
mulak tu bona ni pinasa

Lagu di atas pernah hits di era tahun 80-an, khususnya di kalangan orang Batak.

Lagu itu bahkan sempat menjadi semacam ‘lagu wajib’ pada acara-acara marga di daerah Batak. Maklum, lagu yang diciptakan rohaniawan asal Tano Silindung, Pdt. Lamsana Lumbantobing itu, berisi pesan kepada orang-orang di perantauan agar selalu ingat akan kampung halaman.

Arga artinya berharga. Bona ni pinasa arti harafiahnya adalah pohon nangka. Sedangkan makna tersiratnya adalah: asal muasal atau kampung halaman. Jadi arga do bona pinasa di angka nabisuk marroha, artinya kampung halaman itu berharga bagi orang yang bijaksana.

Lirik lagu di atas mendadak muncul kembali di benak saya, setelah mencermati ramainya tokoh nasional ‘turun gunung’ hendak menuju Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) tahun 2013 mendatang. Sebut saja nama Soetan Bathoegana Siregar, Chairuman Harahap, Benny Pasaribu, Letjen AY Nasution, plus sejumlah nama yang masih sekadar meramai-ramaikan bursa pencalonan, seperti Ruhut Sitompul, Effendy Simbolon, dan lainnya.
Hampir senada, para tokoh nasional yang berniat ‘turun gunung’ itu berkata: ingin membangun kampung halaman mereka, yakni Sumatera Utara.
Mendengar niatan para tokoh ini, saya lantas juga teringat dengan sejumlah perantau asal Sumut, yang beberapa waktu lalu bertarung di sejumlah Pemilukada Kota/Kabupaten di Sumatera Utara. Semua kandidat itu berkata, mreka merasa terpanggil untuk membangun kampung halaman. Karena itulah, mereka ‘turun gunung’ untuk bertarung memperebutkan kursi 1 di daerah itu.

Tentu tidak ada yang salah dengan ‘panggilan’ bona ni pinasa itu. Malah, niat untuk membangun kampung halaman sangat cocok dengan syair lagu di atas. Kampung halaman itu sangat berharga, bagi orang yang bijaksana. Itulah pesan nenek moyang kita kepada para anak cucunya. Meski sekarang aku jauh merantau, tujuan yang kuimpikan tetap teguh. Ingatlah untuk selalu pulang, pulang ke kampung asal muasal.

Tetapi, namanya Pemilukada, tentu yang menang hanya satu orang atau satu pasangan. Nah, di sinilah muncul sedikit ironi. Fakta membuktikan, kandidat yang kalah, yang tadinya berkoar-koar terpanggil untuk ‘mulak tu bona ni pinasa’, ternyata selalu balik kanan pulang ke ibukota dan hilang kabar beritanya. Batal dia membangun asal muasalnya.

Sebenarnya, apa makna ‘sai ingot ma mulak tu bona ni pinasa’? Apakah untuk pulang membangun kampung halaman itu harus menjadi Bupati/Wali Kota/Gubernur? Apakah jika tak menjadi orang nomor satu, tidak bisa membangun kampung?

Memang, menjadi orang nomor satu, mungkin terasa lebih jreng untuk membangun kampung halaman. Dan itu masuk di akal. Namun jika memang benar dari hati yang terdalam terpanggil untuk membangun kampung, ‘kursi 1’ bukan satu-satunya cara. Banyak jalan menuju Roma.
Lantas, siapakah kandidat yang benar-benar ‘bisuk marroha’, dan siapakah yang nanti tanpa malu-malu langsung balik kanan, kembali ke perantauan? Kita saksikan setelah Pilgubsu 2013 mendatang. (*)

Artikel Terkait

Wayan di New York

Trump Kecele Lagi

Terpopuler

Artikel Terbaru

/