Dame Ambarita
Pemimpin Redaksi Sumut Pos
Kencing. Sebuah kata untuk menggambarkan proses pengeluaran cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal, dari tubuh manusia (dan hewan). Artinya, kata ini adalah sebutan yang berlaku untuk makhluk hidup.
Namun belakangan, kata kencing ternyata juga diberlakukan kepada benda mati. Persisnya, kepada mobil tangki berisi bahan bakar minyak (BBM), yang di provinsi kita ini suka ‘kencing’ di jalan.
Mobil tangki kencing, jelas bukan perbuatan aktif si mobil. Karena mobil tangki adalah benda mati. Jadi, pasti ada makhluk hidup lain yang membuatnya ‘kencing’. Inilah yang menjadi sumber galau bagi para pengusaha SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
Biasanya, mobil tangki berisi BBM keluar dari depot Pertamina berisi BBM sesuai pesanan pengusaha SPBU. Misalnya, 1 mobil tangki berisi 12 ribu liter bensin keluar per tiga hari untuk dikirim ke SPBU A. Pengaturan pengiriman dilakukan oleh PT Elnusa, selaku perusahaan yang menangani distribusi BBM.
Setiba di SPBU bersangkutan, si pengusaha SPBU biasanya melakukan pengukuran untuk mengecek apakah jumlah BBM yang dikirim sesuai pesanan atau tidak.
Nah… ternyata jumlah BBM yang diterima pengusaha SPBU kerap tidak sesuai pesanan. Dari 1 mobil tangki berukuran 12 ribu liter, jumlah BBM bisa berkurang antara 150 hingga 200 liter.
Kasus ketidaksesuaian jumlah BBM antara yang dipesan dengan yang diterima ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Pengusaha SPBU pada umumnya paham siapa yang bermain dalam kasus tersebut. Ada oknum aparat yang memaksa mobil tangki ‘kencing’ di jalan.
Namun mereka tak berani melapor. Alasannya, tak ada untungnya. Malah lebih banyak merugikan. Pasalnya, jangankan oknum yang bermain itu ditindak. Malahan, mobil tangki BBM milik pengusaha yang berani ribut, terancam dipaksa ‘kencing’ lebih banyak.
Mobil tangki BBM ‘kencing’ di jalan sebenarnya bukan lagi rahasia. Masyarakat umum sudah banyak yang tau. Pemberitaan di media massa juga marak. Namun tidak ada tindakan apa-apa untuk menghentikannya.
Tetapi kemarin, ada seorang pengusaha SPBU yang barangkali tidak tahan lagi dengan ‘perampokan’ ini. Dengan berani, si pengusaha mengadu ke PT Elnusa, sebagai perusahaan yang menangani distribusi BBM.
Adakah tindakan, atau minimal penyelidikan terhadap kasus ini?
Elnusa ternyata juga menyadari adanya kebocoran itu. Namun mereka mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena ‘mobil kencing’ itu diduga dibeking oknum aparat-aparat bertubuh tegap. Dan siapa yang berani melawan aparat tegap, menyandang senjata pula?
Pertamina sendiri hanya bisa menyerahkan kasusnya kepada aparat kepolisian. Pertanyaan kita, beranikah polisi menindak oknum-oknum aparat, yang ditengarai juga bersenjata, bahkan senjatanya lebih canggih dari mereka? (*)