29 C
Medan
Friday, February 21, 2025
spot_img

Trump Kecele Lagi

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Ia sewot: tidak mau ber-summit (bertemu/konferensi tingkat tinggi) dengan Presiden Trump. Padahal Trump sudah begitu gegap gempitanya.

Tempat summit-nya pun sudah ditentukan: Singapura. Bahkan Trump sudah seperti menitikkan air liur: bisa dapat hadiah Nobel Perdamaian.

Ia memilih tiba-tiba: summit sendiri dengan Xi Jinping. Diam-diam. Di kota Dalian, Tiongkok. Yang begitu dekat dengan Pyongyang. Ibu kota Korea Utara.

Hanya –meminjam istilah orang Jawa di pegunungan– seperokok-an jauhnya: rokok belum habis sudah tiba. Dengan pesawat kecil pakai baling-baling yang ia naiki.

Tumben ia berani naik pesawat. Inilah pertama kali ia naik pesawat. Sejak jadi presiden. Mungkin karena dijamin keamanannya oleh Tiongkok.

Trump menuduh: summit diam-diam itulah yang membuat summit gegap-gempita di Singapura itu batal. Atau mundur. Presiden Xi Jinping dianggap seperti membisikkan pada ia –Kim Jong-un– di summit rahasia itu.

Saya lantas banyak ditanya. Di beberapa kesempatan di Amerika ini: apakah prospek perdamaian di semenanjung Korea ini suram?

Saya jawab dengan mantab –seperti saya ini ahli tentang Korea beneran: dengan atau tanpa Trump perdamaian akan jalan terus.

Sikap ‘mendadak ramah’-nya Kim Jong-un itu sebenarnya sudah terjadi sebelum tekanan Trump. Yakni setelah kunjungannya dengan kereta siluman ke Beijing itu.

Beijing seperti membisikinya: teruslah dengan komunismu, tapi jangan miskin begitu. Lihatlah kami: bisa kaya tetap dengan pakai komunis.

Bisikan itu tampaknya dilanjutkan lagi. Di summit di Dalian dua minggu lalu.

Lihat: kami bisa membangun kapal induk sendiri. Tanpa Amerika. (Saat itu Xi Jinping memang lagi meresmikan kapal induk pertama buatan Tiongkok di galangan kapal kota Dalian. Pesawat-pesawat tempurnya turun-naik di geladak kapal itu).

Kebetulan Kim lagi punya alasan kuat. Untuk batalkan summit dengan Trump. Ini dia: Kim sudah menunjukkan kerelaannya berdamai. Kok tetap ada latihan perang bersama: militer Korsel dan Amerika.

Seperti sedang menekan Korut. Kim marah: kok pertanda-pertanda yang ia berikan tidak diimbangi dengan pertanda-pertanda baik dari Selatan. Bahkan kok justru pertanda-pertanda gelap yang datang.

Padahal Kim sudah berjanji akan mengakhiri proyek nuklirnya. Sudah mau bertemu Presiden Korea Selatan. Sudah mau memulangkan tiga tawanan Amerika.

Dan jangan disepelekan pertanda satu ini: Kim sudah mau membongkar pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan.

Kim masih memberikan pertanda satu lagi: mengubah waktu di Korut. Agar jamnya sama dengan di Korsel. Selama ini waktu di Korut setengah jam lebih dulu dari Korsel (seperti pokoknya harus beda).

Dahlan Iskan

SUMUTPOS.CO – Ia sewot: tidak mau ber-summit (bertemu/konferensi tingkat tinggi) dengan Presiden Trump. Padahal Trump sudah begitu gegap gempitanya.

Tempat summit-nya pun sudah ditentukan: Singapura. Bahkan Trump sudah seperti menitikkan air liur: bisa dapat hadiah Nobel Perdamaian.

Ia memilih tiba-tiba: summit sendiri dengan Xi Jinping. Diam-diam. Di kota Dalian, Tiongkok. Yang begitu dekat dengan Pyongyang. Ibu kota Korea Utara.

Hanya –meminjam istilah orang Jawa di pegunungan– seperokok-an jauhnya: rokok belum habis sudah tiba. Dengan pesawat kecil pakai baling-baling yang ia naiki.

Tumben ia berani naik pesawat. Inilah pertama kali ia naik pesawat. Sejak jadi presiden. Mungkin karena dijamin keamanannya oleh Tiongkok.

Trump menuduh: summit diam-diam itulah yang membuat summit gegap-gempita di Singapura itu batal. Atau mundur. Presiden Xi Jinping dianggap seperti membisikkan pada ia –Kim Jong-un– di summit rahasia itu.

Saya lantas banyak ditanya. Di beberapa kesempatan di Amerika ini: apakah prospek perdamaian di semenanjung Korea ini suram?

Saya jawab dengan mantab –seperti saya ini ahli tentang Korea beneran: dengan atau tanpa Trump perdamaian akan jalan terus.

Sikap ‘mendadak ramah’-nya Kim Jong-un itu sebenarnya sudah terjadi sebelum tekanan Trump. Yakni setelah kunjungannya dengan kereta siluman ke Beijing itu.

Beijing seperti membisikinya: teruslah dengan komunismu, tapi jangan miskin begitu. Lihatlah kami: bisa kaya tetap dengan pakai komunis.

Bisikan itu tampaknya dilanjutkan lagi. Di summit di Dalian dua minggu lalu.

Lihat: kami bisa membangun kapal induk sendiri. Tanpa Amerika. (Saat itu Xi Jinping memang lagi meresmikan kapal induk pertama buatan Tiongkok di galangan kapal kota Dalian. Pesawat-pesawat tempurnya turun-naik di geladak kapal itu).

Kebetulan Kim lagi punya alasan kuat. Untuk batalkan summit dengan Trump. Ini dia: Kim sudah menunjukkan kerelaannya berdamai. Kok tetap ada latihan perang bersama: militer Korsel dan Amerika.

Seperti sedang menekan Korut. Kim marah: kok pertanda-pertanda yang ia berikan tidak diimbangi dengan pertanda-pertanda baik dari Selatan. Bahkan kok justru pertanda-pertanda gelap yang datang.

Padahal Kim sudah berjanji akan mengakhiri proyek nuklirnya. Sudah mau bertemu Presiden Korea Selatan. Sudah mau memulangkan tiga tawanan Amerika.

Dan jangan disepelekan pertanda satu ini: Kim sudah mau membongkar pengeras suara yang dipasang di sepanjang perbatasan.

Kim masih memberikan pertanda satu lagi: mengubah waktu di Korut. Agar jamnya sama dengan di Korsel. Selama ini waktu di Korut setengah jam lebih dulu dari Korsel (seperti pokoknya harus beda).

spot_img

Artikel Terkait

Wayan di New York

Bulan Madu Mahathir

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru

/