MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemprov Sumut kembali melakukan refocusing anggaran di era normal baru. Terhitung mulai hari ini (1/7), Rp500 miliar angaran refocusing dialokasikan untuk jaring pengaman sosial (JPS) tahap II. Gubernur Sumut (Gubsu) Edy Rahmayadi, tak ingin kekacauan yang terjadi pada penyaluran JPS tahap I terulang lagi. Karenanya, Edy memerintahkan jajarannya untuk fokus kepada warga miskin baru agar tercover dalam JPS tahap II ini.
GUBSU Edy Rahmayadi mengaku tidak menyangka kalau penyaluran JPS tahap I berupa bansos dalam bentuk sembako kepada masyarakat di 33 kabupaten dan kota, terjadi banyak persoalan. “Tahap I, oke ada kesalahan-kesalahan. Saya tak menyangka masih ada rakyat yang tak dapat. Berasnya ada yang busuk. Macam-macam.
Padahal saya sudah hitung semua daerah itu dengan kemampuan uang kita. Saya tidak tau masih ada yang berani bermain-main untuk itu. Makanya di tahap II ini, saya sudah perintahkan jajaran untuk fokus pada orang miskin baru tercover dalam JPS,” kata Edy dalam pertemuan dengan insan pers di Posko Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, Jalan Sudirman Medan, Selasa (30/6).
Secara detil, Edy belum menyebut, apakah mekanisme pemberian bansos diganti dengan uang tunai. Namun, ia menekankan fokus JPS mesti menyasar pada orang miskin baru terdampak pandemi Covid-19n
Edy mengaku, dana refocusing melalui APBD Sumut 2020 ini, di luar bantuan dari program pemerintah pusat, pemkab dan pemko di Sumut.
“Anggaran Rp502,1 miliar (tahap I) itu sudah kita gunakan. Dari jumlah ini sekitar Rp300 miliar diantaranya saya gunakan untuk JPS. Pemprov Jatim saja hanya sekitar Rp64 miliar untuk JPS. Itu bila kita mau bandingkan. Ada juga Rp10 miliar untuk stimulus ekonomi. Dan mulai besok (1 Juli), dana refocusing tahap II sudah masuk Rp500 miliar lagi,” terangnya.
Disinggung permintaan dewan agar bantuan untuk masyarakat miskin dicairkan dalam bentuk uang bukan logistik, Edy mengatakan, sembako yang diberikan jangan dilihat saat sekarang ini. “Sebenarnya yang mendapat bantuan dari dana Rp300 miliar ini adalah masyarakat yang tidak mendapat PKH dan BLT. Itu yang kita bantu. Dan ternyata data penerima PKH dan BLT itu tidak update. Makanya berantam di Madina sekarang ini,” katanya lagi.
Kemudian ia juga melihat, tiga minggu menjelang Lebaran, masih ada masyarakat yang belum menerima bantuan itu, termasuk sampai sekarang. “Kenapa juga logistik. Agar di daerah itu ada perputaran uang. Karena satu kabupaten/kota itu bisa sampai Rp10 miliar. Bayangkan berapa perputaran uangnya untuk pedagang beras dan lainnya. Dan saya tak pernah berpikir bantuan itu sampai menyalah,” ujarnya.
Stimulus ekonomi realokasi tahap II termasuk untuk membantu perusahaan pers atau media cetak. Dinas Kominfo dan Biro Humas dan Keprotokolan Setdaprovsu, ia minta maksimal dalam merealisasikan hal tersebut. “Saya mau berbicara konkrit. Intinya adalah bagaimana ke depan pers ini jalan di kondisi sulit. Beli tinta dan kertas sudah tekor. Ini perintah saya sama Diskominfo. Sebab kalau pers ini mati, ambruk negara kita ini. Tapi ingat, bukan pers saja yang sulit saat ini. Sektor lain, UMKM kita juga butuh bantuan,” katanya.
Sementara pada 1 September nanti, dana refocusing tahap 3 juga masuk sekitar Rp500 miliar. “Jadi total yang saya anggarkan dari refocusing Rp1,5 triliun,” ujarnya.
Ia mengaku perlu pengawasan media dalam penyaluran dana tersebut. “Kalian yang mengawasi. Bandit kan banyak di sini. Kalau semua kita di sini tidak ada yang bandit, sudah masuk surga semua kita di sini,” imbuh mantan Pangdam I/BB dan Pangkostrad ini.
Edukasi Normal Baru
Usai pertemuan, Edy yang ditanya kembali menyangkut pelaksanaan normal baru menyatakan sudah berjalan edukasi dan sosialisasi di seluruh daerah. “Untuk drafnya saya tidak tahu, tapi yang jelas sudah kita kirimkan ke Jakarta. Edukasi dan sosialisasi new normal ini sudah jalan. Sudah atau belum ada jawaban pusat, edukasi tetap jalan agar masyarakat paham,” katanya.
Begitupun soal pemberlakuan atas kenormalan baru nantinya, baik pada daerah zona merah, kuning, oranye, dan hijau. Masyarakat kata dia mesti membiasakan diri untuk disiplin menerapkan pola 3M; Memakai masker; Mencuci tangan; Menjaga jarak, sebagai acuan dari protokoler kesehatan Covid-19.
“Zona merah kita tentukan secara konkrit membatasi kehidupan kita supaya kita tidak terpapar. Artinya, kita ini harus benar-benar memberlakukan protokol kesehatan secara masif dan pasti. Inilah menjadikan suatu aturan yang apabila dilanggar, setelah pemberlakukan new normal, akan ada sanksi,” katanya.
Ia menambahkan hindari kerumuman atau keramaian juga mesti diterapkan secara disiplin oleh masyarakat yang berada di zona merah. “Pusat keramaian seperti pasar dan mal tak bisa juga kita hentikan, tetapi mesti mentaati protokol kesehatan,” pungkasnya.
Tepat Sasaran
Sejalan dengan keinginan Gubsu Edy, Wakil Ketua Pansus Covid-19 DPRD Sumut, Ahmad Hadian meminta fokus realokasi anggaran tahap II mesti tepat sasaran. Terlebih menjelang penerapan normal baru di Sumut, sebab belum seutuhnya masyarakat memahami konsep dimaksud. “Saya melihat masyarakat masih belum sepenuhnya paham terhadap new normal ini, mereka menganggap situasi sudah normal sehingga abai terhadap protokol kesehatan. Ini bukan tidak mungkin justru akan menambah angka positif. Oleh karena itu hendaknya pemprov sigap dalam mengantisipasi kemungkinan buruk ini dengan menyiapkan fasilitas rumah sakit dengan semestinya,” katanya.
Ia mewanti-wanti GTPP Covid-19 Sumut pentingnya revitalisasi fasilitas kesehatan di Sumut.
“Kami melihat bahwa GTPP tidak cermat dalam melakukan realokasi anggaran pada tahap I ini. Buktinya dari Rp502 M lebih yang di refocussing, porsi terbesarnya yaitu Rp300 M justru untuk JPS (paket sembako). Padahal Sumut tidak pernah diberlakukan PSBB,” katanya.
Menurut pihaknya justru pada tahap awal yang sangat diperlukan adalah revitalisasi fasilitas kesehatan yaitu rumah sakit, baik rumah sakit rujukan covid maupun RS umum daerah yang selama ini menjadi rujukan regional. Harusnya porsi untuk belanja kesehatan jauh lebih besar ditahap awal ini.
“Gunakan itu untuk membuat ruang isolasi bertekanan negatif, membeli ventilator, membagi APD sebanyak- banyaknya kepada RS daerah dan puskesmas dan membeli beberapa alat PCR yang ditempatkan di RSUD -RSUD rujukan regional sehingga pemeriksaan swab bisa dilakukan di daerah, tidak harus terpusat ke Medan. Kemudian juga perawatan pasien tingkat sedang dan ringan juga bisa dilakukan di daerah,” kata politisi PKS itu.
Karenanya ia sangat berharap kepada GTPP Covid-19 Sumut agar pada refocussing tahap II bisa lebih cerdas dalam mengelola anggaran dengan mengalokasikan lebih besar anggaran untuk revitalisasi rumah sakit dan langkah-langkah pencegahan bukan sekadar bagi-bagi bantuan sosial yang efeknya hanya temporer.
“Sebagaimana diketahui bahwa dalam hal realokasi anggaran hasil refocusing GTPP harus mengacu pada SKB Dua Menteri yaitu Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri, di mana realokasi anggaran hasil refocusing tersebut harus digunakan untuk tiga hal penting yaitu belanja kesehatan, jaring pengaman sosial dan stimulus ekonomi,” pungkasnya. (prn)