31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Bacaleg Pendatang Baru Siapkan Biaya Rp1,5 Miliar

Pengamat: Petahana Berlimpah Amunisi

Pengamat Anggaran di Sumut, Elfenda Ananda mengakui, ada perbedaan cost atau biaya yang dikeluarkan antara calon petahana dan pendatang baru. Ia coba prediksi dengan sistem penggajian plus tunjangan anggota DPR RI saat ini, minimal per bulan setiap dewan memiliki pendapatan Rp55 juta.

“Itu pun di luar dari fasilitas lain yang mereka terima. Khusus petahana, bagi caleg petahana DPR RI, mereka punya akses untuk setiap kali ingin bertemu masyarakat atau konstituen di daerahnya. Mereka dibiayai oleh negara untuk itu,” katanya kepada Sumut Pos, Selasa (31/7).

Dia menyatakan, sebenarnya dari dana itu saja setiap legislator bisa memperoleh keuntungan (surplus) jika dikalkulasi pendapatannya selama lima tahun menjabat. “Tapi persoalannya, jika dalam berpolitik mereka menggunakan jurus ‘dewa mabuk’, berapa pun uang tentu tidak cukup. Sedangkan kalau mereka menggunakan dana reses setiap kali kunjungan atau menemui konstituen, tidak berubah dapil atau bermasalah di masyarakat, itu jauh lebih efektif dan diuntungkan sebagai petahana,” katanya.

Atas dasar itu Elfenda berkeyakinan, tidak ada istilah tekor bagi setiap orang yang maju sebagai wakil rakyat. Apalagi di periode 2014-2019, menurut dia kesejahteraan legislator jauh lebih baik dibanding periode-periode sebelumnya.

“Pada prinsipnya Pileg adalah pertarungan strategi untuk mendapat simpati rakyat. Sepanjang calon tidak punya masalah dan melukai hati rakyat, antara petahana dan calon baru jauh lebih besar keuntungan incumbent. Karena dari sisi amunisi dia diuntungkan. Nah kalau calon baru, di samping tidak punya sumber keuangan yang kuat dan jaringan yang juga terbatas, akan sulit melawan petahana,” katanya.

Selanjutnya, kerja-kerja yang sudah dilakukan calon petahana dengan memanfaatkan fasilitas negara, mempermudah akses menguatkan jaringan dan menambah konstituen. Sedangkan bagi calon baru, sambung Elfenda, meski sudah punya jaringan luas dan pengalaman yang dimiliki, juga disokong pendanaan lumayan, mesti kerja lebih keras merebut simpati rakyat.

“Kecuali calon petahana di dapil tertentu itu cacat, seperti pernah membohongi rakyat atau bermasalah hukum, tentu bisa menguntungkan calon baru. Ini yang kemudian berakibat masyarakat di daerah tersebut tidak percaya dengan calon itu,” imbuh mantan Sekretaris Eksekutif Fitra Sumut ini.

Elfenda mengatakan, dengan sistem penggajian DPR sekarang, ditambah fasilitas dan aksebilitas yang dimiliki calon petahana, tidak ada istilah mereka buntung.

“Namun bagi calon baru tentu membutuhkan biaya sensasional untuk merebut hati rakyat. Perkiraan saya setidaknya mereka habis miliaran untuk biaya kampanye dan menemui masyarakat sebelum duduk. Jika berhasil duduk, mereka akan mendapat minimal Rp4 miliar. Untungnya… jika mereka ingin main kembali periode selanjutnya, cost mereka akan lebih kecil,” paparnya.

Pun demikian, kata dia, setiap calon baru yang ingin maju menuju Senayan tentu sudah menghitung secara matang. Baik dari sisi jaringan yang mereka miliki, pengalaman, kemampuan pribadi dan juga financial, sehingga mampu dengan baik menyosialisasikan diri kepada masyarakat.

“Pembuktian ini akan kita lihat bersama pada hasil Pileg mendatang. Dan kembali kepada masyarakat kita yang kian cerdas memilih wakil rakyatnya,” pungkasnya. (prn)

Pengamat: Petahana Berlimpah Amunisi

Pengamat Anggaran di Sumut, Elfenda Ananda mengakui, ada perbedaan cost atau biaya yang dikeluarkan antara calon petahana dan pendatang baru. Ia coba prediksi dengan sistem penggajian plus tunjangan anggota DPR RI saat ini, minimal per bulan setiap dewan memiliki pendapatan Rp55 juta.

“Itu pun di luar dari fasilitas lain yang mereka terima. Khusus petahana, bagi caleg petahana DPR RI, mereka punya akses untuk setiap kali ingin bertemu masyarakat atau konstituen di daerahnya. Mereka dibiayai oleh negara untuk itu,” katanya kepada Sumut Pos, Selasa (31/7).

Dia menyatakan, sebenarnya dari dana itu saja setiap legislator bisa memperoleh keuntungan (surplus) jika dikalkulasi pendapatannya selama lima tahun menjabat. “Tapi persoalannya, jika dalam berpolitik mereka menggunakan jurus ‘dewa mabuk’, berapa pun uang tentu tidak cukup. Sedangkan kalau mereka menggunakan dana reses setiap kali kunjungan atau menemui konstituen, tidak berubah dapil atau bermasalah di masyarakat, itu jauh lebih efektif dan diuntungkan sebagai petahana,” katanya.

Atas dasar itu Elfenda berkeyakinan, tidak ada istilah tekor bagi setiap orang yang maju sebagai wakil rakyat. Apalagi di periode 2014-2019, menurut dia kesejahteraan legislator jauh lebih baik dibanding periode-periode sebelumnya.

“Pada prinsipnya Pileg adalah pertarungan strategi untuk mendapat simpati rakyat. Sepanjang calon tidak punya masalah dan melukai hati rakyat, antara petahana dan calon baru jauh lebih besar keuntungan incumbent. Karena dari sisi amunisi dia diuntungkan. Nah kalau calon baru, di samping tidak punya sumber keuangan yang kuat dan jaringan yang juga terbatas, akan sulit melawan petahana,” katanya.

Selanjutnya, kerja-kerja yang sudah dilakukan calon petahana dengan memanfaatkan fasilitas negara, mempermudah akses menguatkan jaringan dan menambah konstituen. Sedangkan bagi calon baru, sambung Elfenda, meski sudah punya jaringan luas dan pengalaman yang dimiliki, juga disokong pendanaan lumayan, mesti kerja lebih keras merebut simpati rakyat.

“Kecuali calon petahana di dapil tertentu itu cacat, seperti pernah membohongi rakyat atau bermasalah hukum, tentu bisa menguntungkan calon baru. Ini yang kemudian berakibat masyarakat di daerah tersebut tidak percaya dengan calon itu,” imbuh mantan Sekretaris Eksekutif Fitra Sumut ini.

Elfenda mengatakan, dengan sistem penggajian DPR sekarang, ditambah fasilitas dan aksebilitas yang dimiliki calon petahana, tidak ada istilah mereka buntung.

“Namun bagi calon baru tentu membutuhkan biaya sensasional untuk merebut hati rakyat. Perkiraan saya setidaknya mereka habis miliaran untuk biaya kampanye dan menemui masyarakat sebelum duduk. Jika berhasil duduk, mereka akan mendapat minimal Rp4 miliar. Untungnya… jika mereka ingin main kembali periode selanjutnya, cost mereka akan lebih kecil,” paparnya.

Pun demikian, kata dia, setiap calon baru yang ingin maju menuju Senayan tentu sudah menghitung secara matang. Baik dari sisi jaringan yang mereka miliki, pengalaman, kemampuan pribadi dan juga financial, sehingga mampu dengan baik menyosialisasikan diri kepada masyarakat.

“Pembuktian ini akan kita lihat bersama pada hasil Pileg mendatang. Dan kembali kepada masyarakat kita yang kian cerdas memilih wakil rakyatnya,” pungkasnya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/