SAMOSIR, SUMUTPOS.CO – Pulau Samosir Toba, Provinsi Sumatera Utara terkenal dengan kain tenun Ulos khas Sumatera Utara, yang dibuat secara tradisional. Kegiatan produksi tenun ulos yang menampilkan kearifan lokal juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para turis domestik dan mancanegara.
Salah satu Desa yang terkenal sebagai pusat tenun Ulos adalah Kampung Huta Raja, Desa Lumban Suhi-Suhi Toruan, Kecamatan Pangaruran, Kabupaten Samosir.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, dalam kunjungannya ke Pulau Samosir baru-baru ini, meninjau desa yang selama ini dikenal sebagai desa wisata yang kerap disambangi wisatawan. Selain sebagai pusat tenun, di kawasan Huta Raja masih terdapat Rumah Adat Batak Samosir atau Rumah Gorga.
Dalam kunjungannya, Menteri Basuki berbincang dengan warga Huta Raja untuk mengetahui harapan mereka terkait rencana pengembangan kampung tersebut sebagai salah satu destinasi wisata di Samosir.
Dikatakan Menteri Basuki, ada sejumlah rumah gorga yang akan diperbaiki karena kondisinya yang sudah tua dan kurang layak. Selain itu, ada beberapa rumah yang bentuknya telah beralih menjadi rumah modern.
“Selain sebagai pusat tenun dengan beberapa Rumah Gorga yang cukup tua, menjadikan Huta Raja sebagai kawasan wisata atau pusaka. Ada beberapa rumah, sekitar 40 unit akan kita coba rehabilitasi, supaya pelatihan tenun dan keahliannya terus berlanjut,” kata Menteri Basuki.
Dikatakan Menteri Basuki, bila Kampung Tenun Ulos Huta Raja dapat ditata dengan lebih baik serta dilengkapi dengan berbagai infrastruktur dasar seperti sanitasi, maka dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung.
Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Danis H.Sumadilaga mengatakan, pemugaran Rumah Gorga yang merupakan cagar budaya akan melibatkan tukang-tukang lokal setempat, sehingga sekaligus akan menjadi workshop/media latihan bagi masyarakat setempat untuk memelihara keberlanjutan tradisi dan keahlian yang unik ini.
“Ada beberapa rumah yang bentuknya telah beralih menjadi rumah modern, sehingga nantinya akan direlokasi dan dibuat sepenuhnya menjadi rumah gorga. Kita akan melibatkan masyarakat setempat karena butuh keahlian khusus untuk membangunnya, sehingga menjadi kombinasi pekerjaan konstruksi modern dan kearifan lokal,” ujar Danis.
Untuk mendukung pergerakan ekonomi di kawasan tersebut, Danis menyatakan setelah direvitalisasi, rumah-rumah gorga tersebut dapat menjadi homestay bagi para wisatawan. “Untuk biaya akan direncanakan dulu secara matang, perkiraannya mungkin sekitar Rp 15-20 miliar,” ujarnya.
Salah seorang warga, Lasmauli Simarmata (67) mengatakan sangat bersyukur dengan rencana revitalisasi tersebut. Menurutnya, rumah gorga yang ada di wilayah tersebut merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang telah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu. Sehingga, keberadaan rumah-rumah tersebut memiliki nilai sejarah yang panjang bagi warga.
“Kami berharap rumah-rumah adat ini bisa diperbaiki. Kalau bisa ada tambahan toilet di luarnya, agar para turis tidak minta tolong ke rumah warga kalau mau buang air kecil. Harapannya tempat ini menjadi kawasan wisata internasional,” tuturnya. (rel)