Saking selalu terciderai kecurangan, Jejen menyarankan Kemendikbud bekerja sama dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk terus menggaungkan kejujuran. ”Ini ritual tahunan yang enggak pernah sepi dari praktik kecurangan,” ungkap Jejen.
Kecurangan ini juga dikatakan Jejen bisa terjadi pada UN SMK yang tengah berlangsung. Terlebih, sistem ujiannya sudah berbasis komputer. Ini, kata Jejen, malah makin membuka peluang orang untuk bisa mencuri soal dengan mudah. Karena bersifat online dan disimpan di sistem komputasi awan, peluang untuk dijebolnya jadi lebih besar ketimbang soal yang berbasis kertas.
”Online itu lebih mudah. Lebih rawan karena bisa diakses oleh siapa saja. Saya pikir, Menteri perlu berpesan kepada hacker untuk jangan menggunakan kemampuannya untuk memperkaya diri. Teritama dengan membobol soal ujian,” terangnya.
Hal agak berbeda dilontarkan Mansur, pengurus Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Alih-alih mengkhawatirkan akan terjadi kecurangan, Mansur lebih menggarisbawahi kematangan persiapan. ”Dalam UNBK ini, yang harus diperhatikan betul adalah alatnya. Yakni komputer atau laptop, listrik, dan sambungan internet. Kalau semuanya aman, UN akan berjalan lancar,” tuturnya.
Mansur menambahkan, saat ini, tidak semua alat merupakan inventaris sekolah. Ada yang meminjam dari siswa, ada juga yang meminjam dari sekolah lain. Sehingga kondisinya akan berbeda. ”Bisa saja terjadi masalah teknis di tengah ujian. Itu yang harus diperhatikan,” katanya.
Terkait kebocoran soal, Mansur yakin dengan sistem berbasis komputer ini, kebocoran soal akan minim terjadi. Menurutnya, dengan sistem tersebut, soal baru bisa dibuka lima menit sebelum ujian dimulai. Dengan begitu, kebocoran akan sulit terjadi. ”Lagi pula, tiap siswa dengan komputernya masing-masing akan dapat soal yang berbeda. Kemungkinannya kecil sekali (untuk bocor),” terangnya. (and/jpg/ris/adz)