30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pabrik Mie Berformalin Tumbuh Subur di Parluasan Siantar

Foto: Metro Siantar/SMG
Puluhan bal berisi mie berformalin disita petugas dari 6 toko distributor di Siantar, Rabu (2/8).

PEMATANGSIANTAR, SUMUTPOS.CO – Kota Pematangsiantar diduga menjadi produksi utama mie berformalin di Sumatera Utara. Hal itu terungkap dari keterangan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan, Julius Sacrmento Tarigan, setelah berhasil mengungkap dan mengamankan 1,2 ton mie tak layak dikonsumsi dari 6 toko distributor yang ada di daerah Parluasan, Kecamatan Siantar Utara, Rabu (2/8).

Sesuai dengan temu pers yang dilakukan di Wisma Gandaulana, Jalan Malanthin Siregar, mie berformalin hasil produksi dari Kota Pematangsiantar diedarkan kekeberapa Kabupaten di Sumatera Utara seperti Kabupaten Tobasa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara, daerah Sibolga dan beberapa daerah lainnya.

Hasil data di lapangan setidaknya ada sekitar 10 pabrik yang memproduksi mie bercampur berformalin dan boraks. Namun tidak menutup kemungkinan jumlah itu bertambah mengingat peralatan yang dipergunakan mudah didapatkan dan harganya terjangkau bahkan muda untuk pindah-pindahkan.

“Yang kita data sementara ada 10 pabrik, tetapi tidak menutup kemungkinan lebih banyak dari itu,” ucapnya.

Kepala Balai BPOM Medan ini dengan jelas mengatakan bahwa formalin dan boraks yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui mie memberikan dampak yang sangat buruk yaitu kanker.

“Kalau bahan berbahaya terus-menerus dikonsumsi masyarakat, walau dalam waktu dekat tidak terlihat dampaknya, namun 10-20 tahun kemudian bisa mengalami kanker. Mulai dari maag kronis dan mengganggu sistem saraf. Di samping risiko kesehatan, risiko ekonomi sudah pasti terjadi untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan, dan akan menurunkan produktifitas manusia,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, dr Ronald Saragih. Pabrik mie di Pematang Siantar masih banyak yang tidak terdaftar atau liar. Oleh karena itu ia meminta agar seluruh elemen masyarakat berperan aktif sehingga produksi mie berformalin dan boraks dapat ditekan. Menurutnya, tidak semua pabrik bisa dipantau.

“RT dan RW serta pihak kelurahan juga harus terlibat. Kalau ada dilihat kegiatan berproduksi mie atau makanan lainnya untuk diinformasikan. Kami kan terbatas. Sangat sulit mengungkap ini karena modus operasionalnya sangat rapi, bahkan untuk pengiriman barang. Kemudian, belum tentu juga mie ini berformalin dari pabrik. Bisa saja distributor karena mereka harus menjual lagi,” jelasnya.

Ronald menegaskan pengusaha mie di kota sejuk ini tumbuh subur atau tumbuh slih berganti. Di antara yang sudah tutup karena ditindak tegas akibat melanggar peraturan, seiring waktu diganti dengan pengusaha lainnya.

“Yang ilegal ini-nya kita susah mendeteksi. Alatnya tidak terlalu susah. Kita grebek disini (disalah satu tempat-red), bisa dengan cepat besoknya dibawah alatnya ketempat lain,” katanya. (jpg)

Foto: Metro Siantar/SMG
Puluhan bal berisi mie berformalin disita petugas dari 6 toko distributor di Siantar, Rabu (2/8).

PEMATANGSIANTAR, SUMUTPOS.CO – Kota Pematangsiantar diduga menjadi produksi utama mie berformalin di Sumatera Utara. Hal itu terungkap dari keterangan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan, Julius Sacrmento Tarigan, setelah berhasil mengungkap dan mengamankan 1,2 ton mie tak layak dikonsumsi dari 6 toko distributor yang ada di daerah Parluasan, Kecamatan Siantar Utara, Rabu (2/8).

Sesuai dengan temu pers yang dilakukan di Wisma Gandaulana, Jalan Malanthin Siregar, mie berformalin hasil produksi dari Kota Pematangsiantar diedarkan kekeberapa Kabupaten di Sumatera Utara seperti Kabupaten Tobasa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara, daerah Sibolga dan beberapa daerah lainnya.

Hasil data di lapangan setidaknya ada sekitar 10 pabrik yang memproduksi mie bercampur berformalin dan boraks. Namun tidak menutup kemungkinan jumlah itu bertambah mengingat peralatan yang dipergunakan mudah didapatkan dan harganya terjangkau bahkan muda untuk pindah-pindahkan.

“Yang kita data sementara ada 10 pabrik, tetapi tidak menutup kemungkinan lebih banyak dari itu,” ucapnya.

Kepala Balai BPOM Medan ini dengan jelas mengatakan bahwa formalin dan boraks yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui mie memberikan dampak yang sangat buruk yaitu kanker.

“Kalau bahan berbahaya terus-menerus dikonsumsi masyarakat, walau dalam waktu dekat tidak terlihat dampaknya, namun 10-20 tahun kemudian bisa mengalami kanker. Mulai dari maag kronis dan mengganggu sistem saraf. Di samping risiko kesehatan, risiko ekonomi sudah pasti terjadi untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan, dan akan menurunkan produktifitas manusia,” jelasnya.

Hal senada disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar, dr Ronald Saragih. Pabrik mie di Pematang Siantar masih banyak yang tidak terdaftar atau liar. Oleh karena itu ia meminta agar seluruh elemen masyarakat berperan aktif sehingga produksi mie berformalin dan boraks dapat ditekan. Menurutnya, tidak semua pabrik bisa dipantau.

“RT dan RW serta pihak kelurahan juga harus terlibat. Kalau ada dilihat kegiatan berproduksi mie atau makanan lainnya untuk diinformasikan. Kami kan terbatas. Sangat sulit mengungkap ini karena modus operasionalnya sangat rapi, bahkan untuk pengiriman barang. Kemudian, belum tentu juga mie ini berformalin dari pabrik. Bisa saja distributor karena mereka harus menjual lagi,” jelasnya.

Ronald menegaskan pengusaha mie di kota sejuk ini tumbuh subur atau tumbuh slih berganti. Di antara yang sudah tutup karena ditindak tegas akibat melanggar peraturan, seiring waktu diganti dengan pengusaha lainnya.

“Yang ilegal ini-nya kita susah mendeteksi. Alatnya tidak terlalu susah. Kita grebek disini (disalah satu tempat-red), bisa dengan cepat besoknya dibawah alatnya ketempat lain,” katanya. (jpg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/