25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Konsep Wisata Halal di Danau Toba Tuai Polemik, Disbudpar: Lebih kepada Amenitas

AKSI: Massa dari Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba (AMPDT) saat melakukan aksi di depan Kantor Gubsu, Senin (2/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konsep wisata halal yang akan digagas Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi di kawasan Danau Toba, menuai polemik di masyarakat. Sejumlah elemen masyarakat ramai-ramai menolak konsep wisata halal tersebut, mengingat wisata di kawasan Danau Toba berbasis budaya yang seharusnya dipertahankan sebagai ciri khas.

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pecinta Danau Toba (AMPDT) menggelar demo di dua lokasi, yakni di depan Kantor Badan Pengelola Otoritas Danau Toba (BPODT) dan di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Senin (2/9) siang. Mereka menolak konsep wisata halal yang disampaikan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, beberapa waktu lalu.

Lantunan seruling dan rampak Gondang Taganing khas Batak menandai aksi mereka. Para pendemo kompak menyanyikan lagu O Tano Batak. Dalam orasinya, mereka menyebutkan, wacana wisata halal ini rentan memicu konflik di tengah masyarakat.

“Kami mau klarifikasi, sebenarnya bagaimana komitmennya. Apa Pak Gubernur buta dengan kawasan Danau Toba dan kondisi sosial budayanya, sehingga mencanangkan wisata halal itu,” kata koordinator aksi, Rico Nainggolan.

Untuk itu, mereka mendesak Gubsu Edy Rahmayadi menemui mereka untuk berdialog tentang wisata halal ini. Sayangnya, Edy Rahmayadi tidak berada di kantornya. Edy dikabarkan sedang berada di Nias untuk persiapan even Internasional Sail Nias 2019.

Massa pun diterima perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut di dalam kantor Gubernur Sumut. Dalam pertemuan itu, Disbudpar Sumut menjelaskan maksud dari konsep wisata halal yang bakal diterapkan, berkaitan dengan sisi amenitas (fasilitas bagi wisatawan) sebagai syarat destinasi wisata.

Terlebih kepada pegadaan fasilitas seperti tempat ibadah bagi umat Muslim. “Wisata halal itu lebih kepada pengembangan amenitas tadi. Karena pariwisata ini memenuhi kebutuhan orang,” ucap Kabid Pemasaran Disbudpar Sumut, Muchlis.

Diungkapkan Muchlis, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan asing yang datang ke Sumatera Utara itu didominasi oleh warga Malaysia. Jumlahnya sekitar 53 persen. Dia pun kembali menegaskan, konsep wisata halal itu sama sekali tidak akan mengusik atau bahkan merusak adat budaya di kawasan Danau Toba. Karena adat dan budaya di Toba adalah potensi yang harus terus dikembangkan. “Kita harapkan wisatawan yang datang merasa puas. Multiplier effectnya, mereka bisa datang kembali,” ujarnya.

Disebutnya, pengembangan pariwisata Danau Toba memang harus terus dikebut. Presiden Joko widodo pun sudah menetapkannya sebagai destinasi superprioritas. Dana yang dikucurkan mencapai Rp3,5 triliun untuk membangun berbagai fasilitas.

Konsep amenitas ramah Muslim ini juga disebut Muchlis bakal mendongkrak angka kunjungan. Dia juga berharap, masyarakat sekitar tidak takut dengan hal tersebut. Karena tujuan dikembangkannya pariwisata adalah untuk kesejahteraan masyarakat. “Peran kita mengedukasi masyarakat. Supaya mereka paham kebutuhan wisatawan itu apa,” pungkas Muchlis.

Di akhir pertemuan, Muchlis mempersilakan mahasiswa untuk menjadwalkan kembali pertemuan guna membahas konsep wisata halal ini dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut.

Sebelumnya, Pemprov Sumut melalui Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut, M Fitriyus, dan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua menjelaskan soal rencana wisata halal tersebut kepada wartawan di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Sabtu (31/8).

Fitriyus mengatakan, masyarakat kemungkinan mendapatkan informasi yang kurang jelas sehingga memicu munculnya opini dan anggapan seolah-seolah Gubsu mau mengislamkan kawasan Danau Toba. Fitriyus memberikan klarifikasi, Pemprov Sumut tidak memaksudkan konsep wisata halal yang dalam persepsi mengislamkan kawasan Danau Toba. Namun lebih pada ketersediaan tempat-tempat halal bagi wisman Muslim tanpa menghilangkan adat dan budaya di kawasan Danau Toba.

Mengapa harus tersedia tempat-tempat berkonsep halal di kawasan Danau Toba? Ia menjelaskan, untuk mengakomodir kebutuhan bagi wiswan Muslim, apakah itu tempat makan ataupun untuk keperluan ibadah salat.

Sebab yang paling real saat ini untuk mendongkrak kunjungan wisman ke kawasan Danau Toba adalah masih dari negara tetangga yang kebanyakan wisman Muslim, semisal dari Malaysia dan Brunei Darussalam. Faktanya juga saat ini jumlah kunjungan wisman Muslim ke sana semakin banyak.

“Jadi maksud Pemerintah Provinsi Sumatra Utara sebenarnya bukan begitu (opini masyarakat yang berkembang mau menghilangkan adat dan budaya setempat dengan wisata halal), karena halal ini sebenarnya adalah untuk mendukung kepariwisataan itu sendiri. Kata-kata halal dimaksud sudah mendunia, kalau kita lihat pariwisata di Amerika, di Eropa, di Australia, jadi itu memang seperti itu gitu,” sebut Fitriyus.

Lebih lanjut dijelaskannya, pangsa pasar pariwisata adalah dari berbagai suku, berbagai agama, dan berbagai latar belakang. “Jadi bagaimana kita mau meningkatkan pariwisata kalau sarana prasarana yang ada itu untuk kebutuhan mereka datang tidak kita persiapkan?,” sebut Fitriyus.

Ditambahkannya, soal bagaimana infrastrukturnya, sarana prasarananya, sumber daya manusianya dan yang lainnya dalam industri pariwisata harus ditata. “Dari mancanegara misalnya yang sederhana dari Malaysia mau datang sedangkan makanan misalnya ah nggak ada, susah mereka mencari makan, bagaimana mereka suatu saat akan datang kembali, gitu loh,” tambahnya.

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua, menambahkan, Gubernur Edy Rahmayadi menjadikan pariwisata sebagai salah satu fokus program kepemimpinannya, termasuk untuk pengembangan pariwisata Danau Toba, sebagaimana yang sudah ditetapkan pemerintah pusat sebagai Kawasan Strategus Pariwisata Nasional (KSPN).

Dalam statusnya sebagai KSPN, Danau Toba harus dikembangkan, baik dari sisi atraksi, amenitas dan aksebilitas. Dari sisi attraksi, Danau Toba sudah memilikinya dan terus dikembangkan, termasuk kekayaan potensi adat dan budaya serta even-even lokal, nasional dan internasional.

Kemudian amenitas, yaitu prasarana pendukung, seperti perhotelan, restoran, tempat makan dan termasuk rumah ibadah, adalah yang ditata dan diadaptasikan dengan kebutuhan wisman, termasuk untuk wisman Muslim.

Misalnya untuk wisman Muslim yang semakin banyak berkunjung ke kawasan Danau Toba, perlu ketersediaan tempat-tempat halal bagi mereka, seperti rumah makan halal dan tempat bagi mereka menunaikan ibadah dalam kaitan idabah salat lima waktu. “Jadi, Pak Gubernur Edy hanya bicara konsep saja,” ujarnya.

Diketahui, sejumlah negara sudah menerapkan konsep wisata halal sebagai branding pariwisata mereka. Negara yang mulai menerapkannya antara lain, Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Singapura, India, dan lainnya. Konsep ini dilakukan menyusul pertumbuhan wisatawan Muslim yang terus meningkat.

Indonesia juga berhasil menduduki peringkat teratas dalam peringkat Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 bersama Malaysia. Indonesia berhasil mengungguli 130 destinasi secara global. Peringkat Indonesia terus membaik sejak tahun 2015 yang berada di peringkat 6. GMTI menganalisa pertumbuhan kesehatan dan pertumbuhan berbagai destinasi wisata ramah Muslim. Ada empat kriteria strategis yang mendukung wisata ramah Muslim. Mulai dari akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.

Tidak Hilangkan Kearifan Lokal

Tokoh masyarakat Sumatera Utara yang juga Anggota DPD RI asal Sumut, Parlindungan Purba ikut angkat bicara soal konsep wisata halal di kawasan Danau Toba sebagaimana diwacanakan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Menurutnya, wisata halal tidak menghilangkan kearifan lokal. Oleh karena itu pula, Parlindungan Purba mengajak masyarakat di kawasan Danau Toba tidak perlu resah dan khawatir tentang adanya konsep wisata halal di Danau Toba.

Parlin mengatakan, konsep wisata halal yang akan diterapkan Pemprov Sumut adalah dengan menyiapkan fasilitas-fasilitas untuk wisatawan Muslim dan wisatawan beragama lainnya. “Jadi bahwa konsep wisata halal adalah dalam rangka memberikan kenyamanan bagi para turis yang datang ke Danau Toba, baik dari dalam dan luar negeri. Itu dilakukan dengan menyediakan tempat-tempat yang dibutuhkan,” sebutnya.

Dengan kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan itu, maka akan wisatawan akan semakin banyak berkunjung di kawasan Danau Toba. Wisatawan juga akan lebih lama lagi atau betah berada di kawasan wisata Danau Toba.

Semakin banyaknya wisatawan yang datang, tambah Parlindungan, akan memicu pergerakan sektor-sektor ekonomi masyarakat, seperti penginapan (homestay), rumah makan, jajanan atau kuliner, souvenir, jasa pemandu wisata, jasa transportasi dan hiburan budaya. Dengan begitu, akan terjadi dampak perputaran ekonomi (multiplier effect) yang menjadi pendorong kesejahteraan masyarakat kawasan Danau Toba umumnya.

Karena itu, seluruh upaya untuk memajukan pariwisata Danau Toba, semestinya didukung semua pihak, termasuk masyarakat. Sebab hal itu sejalan dengan program pemerintah pusat yang telah menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yang saat ini pengembangannya diprioritaskan pemerintah. (gus/mbc)

AKSI: Massa dari Aliansi Mahasiswa Peduli Danau Toba (AMPDT) saat melakukan aksi di depan Kantor Gubsu, Senin (2/9).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konsep wisata halal yang akan digagas Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi di kawasan Danau Toba, menuai polemik di masyarakat. Sejumlah elemen masyarakat ramai-ramai menolak konsep wisata halal tersebut, mengingat wisata di kawasan Danau Toba berbasis budaya yang seharusnya dipertahankan sebagai ciri khas.

Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pecinta Danau Toba (AMPDT) menggelar demo di dua lokasi, yakni di depan Kantor Badan Pengelola Otoritas Danau Toba (BPODT) dan di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Senin (2/9) siang. Mereka menolak konsep wisata halal yang disampaikan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi, beberapa waktu lalu.

Lantunan seruling dan rampak Gondang Taganing khas Batak menandai aksi mereka. Para pendemo kompak menyanyikan lagu O Tano Batak. Dalam orasinya, mereka menyebutkan, wacana wisata halal ini rentan memicu konflik di tengah masyarakat.

“Kami mau klarifikasi, sebenarnya bagaimana komitmennya. Apa Pak Gubernur buta dengan kawasan Danau Toba dan kondisi sosial budayanya, sehingga mencanangkan wisata halal itu,” kata koordinator aksi, Rico Nainggolan.

Untuk itu, mereka mendesak Gubsu Edy Rahmayadi menemui mereka untuk berdialog tentang wisata halal ini. Sayangnya, Edy Rahmayadi tidak berada di kantornya. Edy dikabarkan sedang berada di Nias untuk persiapan even Internasional Sail Nias 2019.

Massa pun diterima perwakilan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut di dalam kantor Gubernur Sumut. Dalam pertemuan itu, Disbudpar Sumut menjelaskan maksud dari konsep wisata halal yang bakal diterapkan, berkaitan dengan sisi amenitas (fasilitas bagi wisatawan) sebagai syarat destinasi wisata.

Terlebih kepada pegadaan fasilitas seperti tempat ibadah bagi umat Muslim. “Wisata halal itu lebih kepada pengembangan amenitas tadi. Karena pariwisata ini memenuhi kebutuhan orang,” ucap Kabid Pemasaran Disbudpar Sumut, Muchlis.

Diungkapkan Muchlis, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), wisatawan asing yang datang ke Sumatera Utara itu didominasi oleh warga Malaysia. Jumlahnya sekitar 53 persen. Dia pun kembali menegaskan, konsep wisata halal itu sama sekali tidak akan mengusik atau bahkan merusak adat budaya di kawasan Danau Toba. Karena adat dan budaya di Toba adalah potensi yang harus terus dikembangkan. “Kita harapkan wisatawan yang datang merasa puas. Multiplier effectnya, mereka bisa datang kembali,” ujarnya.

Disebutnya, pengembangan pariwisata Danau Toba memang harus terus dikebut. Presiden Joko widodo pun sudah menetapkannya sebagai destinasi superprioritas. Dana yang dikucurkan mencapai Rp3,5 triliun untuk membangun berbagai fasilitas.

Konsep amenitas ramah Muslim ini juga disebut Muchlis bakal mendongkrak angka kunjungan. Dia juga berharap, masyarakat sekitar tidak takut dengan hal tersebut. Karena tujuan dikembangkannya pariwisata adalah untuk kesejahteraan masyarakat. “Peran kita mengedukasi masyarakat. Supaya mereka paham kebutuhan wisatawan itu apa,” pungkas Muchlis.

Di akhir pertemuan, Muchlis mempersilakan mahasiswa untuk menjadwalkan kembali pertemuan guna membahas konsep wisata halal ini dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut.

Sebelumnya, Pemprov Sumut melalui Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut, M Fitriyus, dan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua menjelaskan soal rencana wisata halal tersebut kepada wartawan di Kantor Gubsu, Jalan Diponegoro Medan, Sabtu (31/8).

Fitriyus mengatakan, masyarakat kemungkinan mendapatkan informasi yang kurang jelas sehingga memicu munculnya opini dan anggapan seolah-seolah Gubsu mau mengislamkan kawasan Danau Toba. Fitriyus memberikan klarifikasi, Pemprov Sumut tidak memaksudkan konsep wisata halal yang dalam persepsi mengislamkan kawasan Danau Toba. Namun lebih pada ketersediaan tempat-tempat halal bagi wisman Muslim tanpa menghilangkan adat dan budaya di kawasan Danau Toba.

Mengapa harus tersedia tempat-tempat berkonsep halal di kawasan Danau Toba? Ia menjelaskan, untuk mengakomodir kebutuhan bagi wiswan Muslim, apakah itu tempat makan ataupun untuk keperluan ibadah salat.

Sebab yang paling real saat ini untuk mendongkrak kunjungan wisman ke kawasan Danau Toba adalah masih dari negara tetangga yang kebanyakan wisman Muslim, semisal dari Malaysia dan Brunei Darussalam. Faktanya juga saat ini jumlah kunjungan wisman Muslim ke sana semakin banyak.

“Jadi maksud Pemerintah Provinsi Sumatra Utara sebenarnya bukan begitu (opini masyarakat yang berkembang mau menghilangkan adat dan budaya setempat dengan wisata halal), karena halal ini sebenarnya adalah untuk mendukung kepariwisataan itu sendiri. Kata-kata halal dimaksud sudah mendunia, kalau kita lihat pariwisata di Amerika, di Eropa, di Australia, jadi itu memang seperti itu gitu,” sebut Fitriyus.

Lebih lanjut dijelaskannya, pangsa pasar pariwisata adalah dari berbagai suku, berbagai agama, dan berbagai latar belakang. “Jadi bagaimana kita mau meningkatkan pariwisata kalau sarana prasarana yang ada itu untuk kebutuhan mereka datang tidak kita persiapkan?,” sebut Fitriyus.

Ditambahkannya, soal bagaimana infrastrukturnya, sarana prasarananya, sumber daya manusianya dan yang lainnya dalam industri pariwisata harus ditata. “Dari mancanegara misalnya yang sederhana dari Malaysia mau datang sedangkan makanan misalnya ah nggak ada, susah mereka mencari makan, bagaimana mereka suatu saat akan datang kembali, gitu loh,” tambahnya.

Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Ria Telaumbanua, menambahkan, Gubernur Edy Rahmayadi menjadikan pariwisata sebagai salah satu fokus program kepemimpinannya, termasuk untuk pengembangan pariwisata Danau Toba, sebagaimana yang sudah ditetapkan pemerintah pusat sebagai Kawasan Strategus Pariwisata Nasional (KSPN).

Dalam statusnya sebagai KSPN, Danau Toba harus dikembangkan, baik dari sisi atraksi, amenitas dan aksebilitas. Dari sisi attraksi, Danau Toba sudah memilikinya dan terus dikembangkan, termasuk kekayaan potensi adat dan budaya serta even-even lokal, nasional dan internasional.

Kemudian amenitas, yaitu prasarana pendukung, seperti perhotelan, restoran, tempat makan dan termasuk rumah ibadah, adalah yang ditata dan diadaptasikan dengan kebutuhan wisman, termasuk untuk wisman Muslim.

Misalnya untuk wisman Muslim yang semakin banyak berkunjung ke kawasan Danau Toba, perlu ketersediaan tempat-tempat halal bagi mereka, seperti rumah makan halal dan tempat bagi mereka menunaikan ibadah dalam kaitan idabah salat lima waktu. “Jadi, Pak Gubernur Edy hanya bicara konsep saja,” ujarnya.

Diketahui, sejumlah negara sudah menerapkan konsep wisata halal sebagai branding pariwisata mereka. Negara yang mulai menerapkannya antara lain, Korea Selatan, Tiongkok, Thailand, Singapura, India, dan lainnya. Konsep ini dilakukan menyusul pertumbuhan wisatawan Muslim yang terus meningkat.

Indonesia juga berhasil menduduki peringkat teratas dalam peringkat Global Muslim Travel Index (GMTI) 2019 bersama Malaysia. Indonesia berhasil mengungguli 130 destinasi secara global. Peringkat Indonesia terus membaik sejak tahun 2015 yang berada di peringkat 6. GMTI menganalisa pertumbuhan kesehatan dan pertumbuhan berbagai destinasi wisata ramah Muslim. Ada empat kriteria strategis yang mendukung wisata ramah Muslim. Mulai dari akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan.

Tidak Hilangkan Kearifan Lokal

Tokoh masyarakat Sumatera Utara yang juga Anggota DPD RI asal Sumut, Parlindungan Purba ikut angkat bicara soal konsep wisata halal di kawasan Danau Toba sebagaimana diwacanakan Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi. Menurutnya, wisata halal tidak menghilangkan kearifan lokal. Oleh karena itu pula, Parlindungan Purba mengajak masyarakat di kawasan Danau Toba tidak perlu resah dan khawatir tentang adanya konsep wisata halal di Danau Toba.

Parlin mengatakan, konsep wisata halal yang akan diterapkan Pemprov Sumut adalah dengan menyiapkan fasilitas-fasilitas untuk wisatawan Muslim dan wisatawan beragama lainnya. “Jadi bahwa konsep wisata halal adalah dalam rangka memberikan kenyamanan bagi para turis yang datang ke Danau Toba, baik dari dalam dan luar negeri. Itu dilakukan dengan menyediakan tempat-tempat yang dibutuhkan,” sebutnya.

Dengan kelengkapan fasilitas yang dibutuhkan itu, maka akan wisatawan akan semakin banyak berkunjung di kawasan Danau Toba. Wisatawan juga akan lebih lama lagi atau betah berada di kawasan wisata Danau Toba.

Semakin banyaknya wisatawan yang datang, tambah Parlindungan, akan memicu pergerakan sektor-sektor ekonomi masyarakat, seperti penginapan (homestay), rumah makan, jajanan atau kuliner, souvenir, jasa pemandu wisata, jasa transportasi dan hiburan budaya. Dengan begitu, akan terjadi dampak perputaran ekonomi (multiplier effect) yang menjadi pendorong kesejahteraan masyarakat kawasan Danau Toba umumnya.

Karena itu, seluruh upaya untuk memajukan pariwisata Danau Toba, semestinya didukung semua pihak, termasuk masyarakat. Sebab hal itu sejalan dengan program pemerintah pusat yang telah menetapkan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yang saat ini pengembangannya diprioritaskan pemerintah. (gus/mbc)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/