25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Bekerja Hari Ini Hanya untuk Makan Sehari

Melihat Aktivitas ‘Buruh Pelor’ di Pelabuhan Belawan

Menjadi buruh liar atau sering disebut ‘buruh pelor’ merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak ada yang bisa diharapkan untuk hari esok. Bekerja hari ini hasilnya hanya untuk dimakan sehari.

Suasana di Pelabuhan Belawan tampak hiruk pikuk. Sejumlah buruh bongkar muat saling bergantian memikul dan menarik barang dari kapal yang akan dipindahkan ke truk pengangkut barang. Dengan bermandikan keringat, B Simatupang (40), seorang buruh liar di Pelabuhan Belawan, juga terlihat sibuk melakukan aktivitas bongkar muat barang di areal dermaga pelabuhan itu.

Meski bermandikan keringar, namun tak banyak bayaran yang diterima pria berkulit gelap ini dalam menjalankan pekerjaannya itu. “Kalaupun besok masih ada nafas, belum tentu juga bisa dapat uang. Bekerja sehari untuk dimakan sehari,” kata B Simatupang kepada wartawan Sumut Pos.

Menurut bapak tiga anak ini, sebelum melakukan pekerjaannya itu, biasanya dia melakukan kesepakatan dulu dengan buruh bongkar muat yang terdaftar di Koperasi TKBM Upaya Karya Pelabuhan Belawan. Pasalnya, yang boleh mengerjakan bongkar muat barang di pelabuhan itu adalah buruh yang terdaftar.

“Tadi, karena buruh yang terdaftar itu tak sempat mengerjakannya, maka pekerjaan ini diserahkan kepadaku, dengan kesepakatan, upah kerja dibagi dua,” ungkap warga Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan ini.

Menurutnya, resiko kecelakaan kerja sebagai buruh pelor sangat tinggi. Bahkan, kecelakaan kerja terhadap buruh ‘pelor’ di pelabuhan sudah pernah terjadi. Ketika itu seorang temannya terjatuh dari kapal hingga mengakibatkan nyawa melayang.
“Ya beginilah suasana kerja di pelabuhan, kalaupun ada terjadi kecelakaan kerja pada saat aku bekerja itu ditanggung sendiri. Lain kalau buruh yang terdaftar sebagai anggota koperasi, mereka pastinya sudah mengantongi Jamsostek,” ucapnya.

Dia juga mengungkapkan, aktivitas buruh bongkar muat di pelabuhan ini tak hanya berlangsung dari pagi hingga sore hari, tapi bisa juga hingga malam hari tergantung jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal.
“Kalau sandarnya malam, terpaksa kerjanya dari malam sampai pagi. Kalaupun ada razia dari petugas di pelabuhan, kami langsung bersembunyi,” terangnya.

Sementara Ketua Primer Koperasi (Primkop) TKBM ‘Upaya Karya’ Pelabuhan Belawan, Tombang Hutabarat kepada Sumut Pos mengatakan, pihak koperasi telah mengeluarkan larangan kepada anggota melalui surat keputusan (SK) yang juga ditembuskan ke Administrator Pelabuhan Utama Belawan.

“SK yang melarang buruh liar untuk melakukan kegiatan di pelabuhan sudah dibuat, dan diketahui oleh Adpel serta aparat penegak hukum di pelabuhan. Kalaulah sampai saat ini masih ada aktivitas buruh-buruh liar, itu kita serahkan ke aparat kepolisian untuk melakukan penertiban,” ungkapnya.

Tombang, juga menyebutkan beberapa waktu lalu anggota Komisi B DPRD Kota Medan juga pernah mempertanyakan persoalan tersebut, dan meminta pihak koperasi agar melegalkan para buruh-buruh liar dengan merekrutnya menjadi anggota.
“Kita menolak permintaan itu, karena jumlah buruh yang masih produktif dan teregistrasi di koperasi masih banyak, mencapai 2.800 orang dari jumlah keseluruhan 3.400 orang,” jelasnya.(*)

Melihat Aktivitas ‘Buruh Pelor’ di Pelabuhan Belawan

Menjadi buruh liar atau sering disebut ‘buruh pelor’ merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak ada yang bisa diharapkan untuk hari esok. Bekerja hari ini hasilnya hanya untuk dimakan sehari.

Suasana di Pelabuhan Belawan tampak hiruk pikuk. Sejumlah buruh bongkar muat saling bergantian memikul dan menarik barang dari kapal yang akan dipindahkan ke truk pengangkut barang. Dengan bermandikan keringat, B Simatupang (40), seorang buruh liar di Pelabuhan Belawan, juga terlihat sibuk melakukan aktivitas bongkar muat barang di areal dermaga pelabuhan itu.

Meski bermandikan keringar, namun tak banyak bayaran yang diterima pria berkulit gelap ini dalam menjalankan pekerjaannya itu. “Kalaupun besok masih ada nafas, belum tentu juga bisa dapat uang. Bekerja sehari untuk dimakan sehari,” kata B Simatupang kepada wartawan Sumut Pos.

Menurut bapak tiga anak ini, sebelum melakukan pekerjaannya itu, biasanya dia melakukan kesepakatan dulu dengan buruh bongkar muat yang terdaftar di Koperasi TKBM Upaya Karya Pelabuhan Belawan. Pasalnya, yang boleh mengerjakan bongkar muat barang di pelabuhan itu adalah buruh yang terdaftar.

“Tadi, karena buruh yang terdaftar itu tak sempat mengerjakannya, maka pekerjaan ini diserahkan kepadaku, dengan kesepakatan, upah kerja dibagi dua,” ungkap warga Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan ini.

Menurutnya, resiko kecelakaan kerja sebagai buruh pelor sangat tinggi. Bahkan, kecelakaan kerja terhadap buruh ‘pelor’ di pelabuhan sudah pernah terjadi. Ketika itu seorang temannya terjatuh dari kapal hingga mengakibatkan nyawa melayang.
“Ya beginilah suasana kerja di pelabuhan, kalaupun ada terjadi kecelakaan kerja pada saat aku bekerja itu ditanggung sendiri. Lain kalau buruh yang terdaftar sebagai anggota koperasi, mereka pastinya sudah mengantongi Jamsostek,” ucapnya.

Dia juga mengungkapkan, aktivitas buruh bongkar muat di pelabuhan ini tak hanya berlangsung dari pagi hingga sore hari, tapi bisa juga hingga malam hari tergantung jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal.
“Kalau sandarnya malam, terpaksa kerjanya dari malam sampai pagi. Kalaupun ada razia dari petugas di pelabuhan, kami langsung bersembunyi,” terangnya.

Sementara Ketua Primer Koperasi (Primkop) TKBM ‘Upaya Karya’ Pelabuhan Belawan, Tombang Hutabarat kepada Sumut Pos mengatakan, pihak koperasi telah mengeluarkan larangan kepada anggota melalui surat keputusan (SK) yang juga ditembuskan ke Administrator Pelabuhan Utama Belawan.

“SK yang melarang buruh liar untuk melakukan kegiatan di pelabuhan sudah dibuat, dan diketahui oleh Adpel serta aparat penegak hukum di pelabuhan. Kalaulah sampai saat ini masih ada aktivitas buruh-buruh liar, itu kita serahkan ke aparat kepolisian untuk melakukan penertiban,” ungkapnya.

Tombang, juga menyebutkan beberapa waktu lalu anggota Komisi B DPRD Kota Medan juga pernah mempertanyakan persoalan tersebut, dan meminta pihak koperasi agar melegalkan para buruh-buruh liar dengan merekrutnya menjadi anggota.
“Kita menolak permintaan itu, karena jumlah buruh yang masih produktif dan teregistrasi di koperasi masih banyak, mencapai 2.800 orang dari jumlah keseluruhan 3.400 orang,” jelasnya.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/