28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Warga Kekurangan Air, Terpaksa Konsumsi Air Parit

Melintasi Jalan Menuju Desa Seipenggantungan, Labuhanbatu (2-Habis)

MOTTO; “Rakyat Tidak Sakit, Rakyat Tidak Bodoh, Rakyat Tidak Miskin,” tidaklah dirasakan di Desa Seipenggantungan, Kecamatan Panaihilir, Kabupaten Labuhanbatu itu. Desa yang memiliki delapan dusun, setelah pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ini kondisi infrastruktur dan fasilitas umumnya sangat memprihatinkan, seperti jalan utama menuju desa tersebut.

Joko Gunawan, Labuhanbatu

Selain warga mengeluhkan buruknya jalan utama, sekitar 2000-an kepala keluarga dari delapan dusun di Desa Seipenggantungan, juga mengaku kekurangan air bersih untuk digunakan setiap harinya dalam kegiatan mencuci, mandi, memasak dan minum. Jika hujan turun, warga terpaksa menampung dalam tempayan besar untuk dijadikan persediaan air, sampai menunggu turun hujan kembali.

Jika persediaan air habis dan hujan tak kunjung datang, warga di Desa Seipenggantung terpaksa menggunakan air parit yang ada tepat di depan rumah warga. Air parit itu digunakan untuk mencuci pakaian, mencuci piring, mandi dan mencuci sandang lainnya. Air parit itu berwarna kecokelatan bercampur dengan sampah serta tanaman air. Warga menganggap air itu aman untuk digunakan. ”Mau apa lagi, kami terpaksa menggunakan air parit dan hujan, mengharapkan air yang disediakan pemerintah tidak mencukupi,” kata warga setempat, Alwi.

Pengakuan warga, ada dua unit sumur bor dibangun oleh pemerintah setempat, salah satunya pada tahun 2011 lalu. Namun air yang dihasilkan dari sumur bor tidak mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan setiap harinya. Terpaksa, daerah yang sampai kini masih menghasilkan ratusan ton padi itu tetap mengandalkan air parit.

Selain buruknya jalan utama, ternyata jalan di antara permukiman warga tidak kalah hancurnya. Walau dibangun jalan setapak, namun belakangan mulai rusak dan bahkan nyaris sama dengan kondisi jalan utama yang selalu digenangi air serta bercampur lumpur dan lubang yang mengancam. Sehingga, hasil perkebunan yang ada di sana nyaris tidak memiliki harga yang sepantasnya.

Dari dahulu hingga kini, walau sudah mengalami penurunan hasil dikarenakan warga sudah beralih menanam kelapa sawit, desa tersebut masih tetap menghasilkan kopra, khususnya di Dusun I dan Dusun II. Karena buruknya fasilitas yang ada, harga kopra basah yang dijual warga dihargai sebesar Rp1600-1800 perkilonya.

Harga tandan buah segar sawit sangat tidak layak jika dibanding dengan biaya perawatan, namun karena pembeli hanya mampu mematok harga Rp500-Rp600 perkilonya, warga mau tidak mau merelakan harga kecil itu dari pada membusuk. Melihat hasil kebun dari Desa Seipenggantungan tersebut, sangat tidak layak permukiman di sana dengan kondisi saat ini.

Menurut warga, setiap kali memanen kelapa sayur yang diolah menjadi kopra basah, akan didapat berat sebanyak 20 ton, kelapa sawit setiap kali panennya diperkirakan mencapai 200 ton. Sementara padi setiap sekali panennya diperoleh ratusan ton. Alhasil itu tidak dapat dijadikan panduan untuk kehidupan yang lebih baik serta peningkatan perekonomian. Khusus untuk padi dan kopra basah. Warga terpaksa menjualnya kepada agen/pembeli yang berasal dari Tanjungbalai. Pasalnya, sarana pengangkutan lebih baik dengan menggunakan transportasi air.

Hasil bincang-bincang dengan warga, jalan menuju Desa Seipenggantungan selain dari lintas air via pelabuhan Tanjung Sarangelang, Kecamatan Panai Tengah juga dapat melalui lintas darat yang menembuskan dengan kota Negerilama, Kecamatan Panaihulu. Namun lagi-lagi, jalan sepanjang sekitar 15 kilometer tersebut sangat sulit dilalui jika musim hujan. Bila ingin melalui jalur air, kembali dihadang masalah karena tangkahan yang ada telah ambruk.
Hingga kini, tidak dapat dimintai keterangan dari pejabat yang berkompeten di jajaran Pemkab Labuhanbatu. Sementara Kabag Humas Abdurrahman Hasibuan mengatakan dalam waktu dekat akan dibangun sarana pengolahan air payau menjadi air tawar oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Permukiman Sumut.

Sedangkan Camat Panai Hilir Gunawan menjelaskan warga sudah menghibahkan tanahnya untuk dibangun sarana pengolahan air tersebut. Dalam waktu dekat, kata kedua aparat Pemkab Labuhanbatu itu, warga akan dapat menikmati air bersih untuk keperluan sehari-harinya. (habis)

 

Melintasi Jalan Menuju Desa Seipenggantungan, Labuhanbatu (2-Habis)

MOTTO; “Rakyat Tidak Sakit, Rakyat Tidak Bodoh, Rakyat Tidak Miskin,” tidaklah dirasakan di Desa Seipenggantungan, Kecamatan Panaihilir, Kabupaten Labuhanbatu itu. Desa yang memiliki delapan dusun, setelah pemekaran Kabupaten Labuhanbatu ini kondisi infrastruktur dan fasilitas umumnya sangat memprihatinkan, seperti jalan utama menuju desa tersebut.

Joko Gunawan, Labuhanbatu

Selain warga mengeluhkan buruknya jalan utama, sekitar 2000-an kepala keluarga dari delapan dusun di Desa Seipenggantungan, juga mengaku kekurangan air bersih untuk digunakan setiap harinya dalam kegiatan mencuci, mandi, memasak dan minum. Jika hujan turun, warga terpaksa menampung dalam tempayan besar untuk dijadikan persediaan air, sampai menunggu turun hujan kembali.

Jika persediaan air habis dan hujan tak kunjung datang, warga di Desa Seipenggantung terpaksa menggunakan air parit yang ada tepat di depan rumah warga. Air parit itu digunakan untuk mencuci pakaian, mencuci piring, mandi dan mencuci sandang lainnya. Air parit itu berwarna kecokelatan bercampur dengan sampah serta tanaman air. Warga menganggap air itu aman untuk digunakan. ”Mau apa lagi, kami terpaksa menggunakan air parit dan hujan, mengharapkan air yang disediakan pemerintah tidak mencukupi,” kata warga setempat, Alwi.

Pengakuan warga, ada dua unit sumur bor dibangun oleh pemerintah setempat, salah satunya pada tahun 2011 lalu. Namun air yang dihasilkan dari sumur bor tidak mencukupi jika dibandingkan dengan kebutuhan setiap harinya. Terpaksa, daerah yang sampai kini masih menghasilkan ratusan ton padi itu tetap mengandalkan air parit.

Selain buruknya jalan utama, ternyata jalan di antara permukiman warga tidak kalah hancurnya. Walau dibangun jalan setapak, namun belakangan mulai rusak dan bahkan nyaris sama dengan kondisi jalan utama yang selalu digenangi air serta bercampur lumpur dan lubang yang mengancam. Sehingga, hasil perkebunan yang ada di sana nyaris tidak memiliki harga yang sepantasnya.

Dari dahulu hingga kini, walau sudah mengalami penurunan hasil dikarenakan warga sudah beralih menanam kelapa sawit, desa tersebut masih tetap menghasilkan kopra, khususnya di Dusun I dan Dusun II. Karena buruknya fasilitas yang ada, harga kopra basah yang dijual warga dihargai sebesar Rp1600-1800 perkilonya.

Harga tandan buah segar sawit sangat tidak layak jika dibanding dengan biaya perawatan, namun karena pembeli hanya mampu mematok harga Rp500-Rp600 perkilonya, warga mau tidak mau merelakan harga kecil itu dari pada membusuk. Melihat hasil kebun dari Desa Seipenggantungan tersebut, sangat tidak layak permukiman di sana dengan kondisi saat ini.

Menurut warga, setiap kali memanen kelapa sayur yang diolah menjadi kopra basah, akan didapat berat sebanyak 20 ton, kelapa sawit setiap kali panennya diperkirakan mencapai 200 ton. Sementara padi setiap sekali panennya diperoleh ratusan ton. Alhasil itu tidak dapat dijadikan panduan untuk kehidupan yang lebih baik serta peningkatan perekonomian. Khusus untuk padi dan kopra basah. Warga terpaksa menjualnya kepada agen/pembeli yang berasal dari Tanjungbalai. Pasalnya, sarana pengangkutan lebih baik dengan menggunakan transportasi air.

Hasil bincang-bincang dengan warga, jalan menuju Desa Seipenggantungan selain dari lintas air via pelabuhan Tanjung Sarangelang, Kecamatan Panai Tengah juga dapat melalui lintas darat yang menembuskan dengan kota Negerilama, Kecamatan Panaihulu. Namun lagi-lagi, jalan sepanjang sekitar 15 kilometer tersebut sangat sulit dilalui jika musim hujan. Bila ingin melalui jalur air, kembali dihadang masalah karena tangkahan yang ada telah ambruk.
Hingga kini, tidak dapat dimintai keterangan dari pejabat yang berkompeten di jajaran Pemkab Labuhanbatu. Sementara Kabag Humas Abdurrahman Hasibuan mengatakan dalam waktu dekat akan dibangun sarana pengolahan air payau menjadi air tawar oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Permukiman Sumut.

Sedangkan Camat Panai Hilir Gunawan menjelaskan warga sudah menghibahkan tanahnya untuk dibangun sarana pengolahan air tersebut. Dalam waktu dekat, kata kedua aparat Pemkab Labuhanbatu itu, warga akan dapat menikmati air bersih untuk keperluan sehari-harinya. (habis)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/