Anggota Banggar dari Fraksi Demokrat, Muhri Fauzi Hafiz menyebutkan, pimpinan dewan sudah beberapa kali menyurati gubernur untuk mengingatkan perihal keterlambatan pengiriman dokumen P-APBD 2016.
“Kemendagri juga sudah disurati perihal keterlambatan ini,” akunya.
Oleh karena itu, Muhri mendukung rencana Kemendagri menyusun peraturan pemerintah (PP) untuk memberikan sanksi kepada pemerintah daerah baik eksekutif maupun legislatif perihal keterlambatan pengesahan APBD.
“Selama ini memang TAPD tidak konsisten dengan tahapan yang sudah dibuat oleh Kemendagri, makanya perlu ada PP yang mengatur sanksi,” ucapnya.
“Jika Sanksi itu menjadi pilihan terbaik dari pemerintah pusat, kita mau bilang apa? Walaupun menurut saya, sanksi pemotongan gaji tersebut tidak cerdas dan cenderung merugikan bagi kami di DPRD,” tambahnya.
Dia menyebutkan, yang perlu ditekankan oleh Kemendagri adalah soal konsistensi pemerintah daerah untuk mematuhi tahapan penyusunan dan pengesahan APBD. “TAPD Pemprovsu kan sudah didampingi tim supervisi dari KPK, jadi pihak Pemprovsu harusnya sudah bisa lebih nyaman dalam hal menyusun anggaran,” akunya.
Bahkan, kata dia, Pemprovsu sudah memiliki tim yang lengkap seperti adanya biro keuangan untuk urusan keuangan, serta bidang perencanaan ada Bappeda, untuk urusan asset ada biro perlengkapan dan asset, untuk urusan pendapatan ada dinas pendapatan, urusan BUMD ada biro perekmonomian. “Jadi kenapa harus terus terlambat?” katanya.
Sekdaprovsu, Hasban Ritonga selaku Ketua TAPD Sumut belum bisa dikonfirmasi perihal penolakan dokumen KUA-PPAS P-APBD 2016. Nomor ponselnya tidak dapat dihubungi, pesan singkat yang dilayangkan juga tidak berbalas.
Sebelumnya, Dirjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzard Moenek mengatakan, Pemda tidak bisa lagi berleha-leha dalam menetapkan rancangan APBD. Sebab, pemerintah pusat menyiapkan sanksi tegas bagi oknum eksekutif maupun legislatif daerah yang menghambat pengesahan.
Menurutnya, ketentuan tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Sebab pasal 321 ayat 2 UU Pemda mengharuskan sanksi bagi Pemda yang terlambat mengesahkan Perda APBD.
“PP sudah hampir rampung,” kata pria yang akrab disapa Doni tersebut.
Karena turunan dari UU Pemda, lanjutnya, sanksi yang akan diberikan juga akan disesuaikan dengan ketentuan yang ada di UU Pemda. Yakni sanksi administratif berupa tidak dibayarkannya gaji bagi kepala daerah dan anggota DPRD selama enam bulan lamanya.
Meski demikian, sanksi tersebut bisa jadi tidak dipukul secara merata antara eksekutif dan legislatif. DPRD bisa saja tidak dikenakan sanksi jika keterlambatan tersebut disebabkan oleh lambatnya kepala daerah dalam menyerahkan rancangan Perda APBD.
“Harus melalui mekanisme pemeriksaan terlebih dahulu, siapa yang mengalami keterlembatan. Tidak harus dipukul rata,” kata mantan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri tersebut.
Jika mengacu UU Pemda, rancangan APBD harus ditetapkan sebulan sebelum dimulainya tahun anggaran baru. Jika diimplementasikan saat ini, Peraturan Daerah (Perda) APBD tahun 2017 harus disahkan selambat-lambatnya 31 November 2016. (dik/adz)