25.6 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Jampi Hutauruk, Seminggu Sebelum PSMS vs Arsenal

1983. PSMS yang saat itu begitu jaya, namanya sampai ke Kota London Inggris. Berkat penampilan gemilang di era kompetisi perserikatan dan sejumlah trofi yang dimenangkan, Arsenal mau diundang datang ke Stadion Teladan untuk ditantang Ayam Kinantan. Maaf, PSMS saat itu kalah 3-0.

BUKAN, bukan hasil itu yang mau dibahas. Ya begitulah, selain karena prestasi, saat itu PSMS juga disentuh orang-orang yang peduli dan mau menderita untuk mengangkat prestasi PSMS. Makanya tak heran di era Marah Halim menjadi Gubernur Sumut dia merestui Marah Halim Cup dan banyak klub luar negeri datang ke Medan khusus untuk meladeni PSMS. Lebih oke lagi, PSMS kerap tak canggung menyikat lawan di Teladan. Makanya sempat PSMS dijuluki The Killer sebab jago ‘membunuh’ klub asing.
Waktu melawan Arsenal, saya jujur saja bukan saksi mata. Beruntung, saya kenal beberapa orang yang terlibat atau nyaris terlibat di laga sejarah itu. Nanti saya cerita juga ketika akhirnya Arsenal takluk dari Niac Mitra di Surabaya. Sekarang saya mau cerita soal Jampi Hutauruk dahulu.

Ya Bang Jampi, begitu saya memanggilnya. Saat Bang Jampi menjadi pelatih kiper PSMS 2009-2010 yang pelatih kepalanya saat itu Suimin Diharja, saya kebetulan eksis meliput berita-berita PSMS. Bang Jampi itu piawai kalau menyampaikan sebuah cerita. Termasuk kisah perjuangannya ingin bertemu Pat Jennings, pemain legendaris Arsenal.

1983, Jampi muda berusia 26 tahun. Sebagai kiper muda Jampi sangat mengidolakan Pat Jennings. Saat itu dia bermain di Mercu Buana, sebuah klub lokal yang di masa itu cukup tenar.

Sebulan sebelum PSMS dijadwalkan jumpa Arsenal, sejumlah skuad Mercu Buana diundang untuk bergabung dengan skuad PSMS lainnya. Ya intinya saat itu PSMS memang disiapkan agar lebih garang. Selain punya skuad mentereng, ya perlu juga disisip dengan pemain bintang dengan klub lain. Kata Bang Jampi kalau tidak salah PSMS saat itu dilatih Nobon Kamayuddin atau Yuswardi. Dia kurang ingat karena memang sudah nyaris dua dekade.

Mengetahui PSMS bakal menantang Arsenal, Jampi sangat ingin bermain. Tapi jelas sebagai kiper muda Jampi kalah saing dengan kiper utama PSMS saat ini, Ponirin Meka. Ponirin yang juga legenda timnas itu memang akhirnya dipilih jadi kiper utama pada laga itu. Tapi menyisip kiper cadangan pun jelas Jampi mau. “Aku mau tukar kaos sama Pat Jennings. Tapi tak kesampaian,” kenang Jampi saat ngobrol-ngobral sama saya via telepon baru-baru ini.

Sebagai fans berat awalnya Jampi ingin bertemu langsung dengan Jennings. Mungkin saja Jampi juga ingin tandatangannya. Tapi sial, seminggu sebelum hari H di pertengahan bulan Juni 1983, kaki kiri Jampi patah. Saat berlatih keras sebab ingin main melawan Arsenal, Jampi cedera parah saat latihan. “Saat itu pelatih kami membuat metode latihan dengan unik. Aku semangat kali mau main lawan Arsenal supaya jumpa Jennings. Sayangnya alat latihannya ada yang berupa pengorekan langsung di lapangan. Pelatih menyuruh kami melompat-lompat di situ, rupanya kakiku masuk situ dan patah,” terang Jampi.

Nahas. Jampi tak jadi main. Bahkan menonton di Teladan pun tidak. Hanya bayangan Pat Jennings yang melekat di altar Rumah Sakit Herna, tempat dia dirawat. “Tapi habis main kawan-kawan pemain datang ke rumah sakit. Tapi Pat Jennings dan Arsenal sudah pulang,” lanjut Jampi. “Tapi tak masalah, yang penting kawan-kawan dan PSMS sudah mendapat pengalaman berharga dan sudah mencatat sejarah sebab pernah bermain melawan salah satu tim terbaik di dunia,” kata Jampi.

Tak lama usai laga itu, Arsenal yang sebenarnya ke Indonesia untuk berlibur ke Bali singgah ke Surabaya. Niac Mitra siap jadi lawan apalagi mereka juara bertahan Galatama. Niac Mitra dihuni skuad mumpuni mulai Fandi Ahmad, Joko Malis hingga Rudi William Keltjes. Nama terakhir kebetulan juga saya kenal dengan baik. Penghujung musim 2008-2009 saat PSMS main di ISL untuk kali perdana di musim perdana pula, manajemen PSMS menunjuk Rudi Keltjes sebagai arsitek.

Sama seperti Bang Jampi, Bang Rudi Keltjes juga asyik jika diajak bercerita. Orangnya terbuka dan punya banyak pengalaman. Saya senang mendengar cerita-ceritanya. Rudi main dari awal sampai 90 menit saat melawan Arsenal dan menang 2-0 di Stadion 10 November Surabaya.

“Kami tahu cara mengatasi Arsenal dan kami tahu kami bisa mengalahkan mereka. Dan kami membuktikannya,” kata Rudi Keltjes saat itu.

Setelah menang 3-0 lawan PSMS, Arsenal juga pesta gol 5-0 melawan PSSI Selection. Setelah rangkaian uji coba di Indonesia, Arsenal pun bersenang-senang di Bali.

Begitulah pembaca, kisah ini dituliskan sebab sebentar lagi PSMS akan kembali merumput. PSMS yang dibesut Suimin Diharja akan mentas di kompetisi Divisi Utama PT Liga Indonesia pada 9 Februari mendatang. Sedangkan PSMS asuhan Abdul Rahman Gurning memilih bermain di bawah Liga yang dikelola PT LPIS dibawah PSSI.

PSMS terkena dampak dualisme yang sedang tren di negeri kita. Biarlah. Satu yang pasti, di manapun PSMS berada, siapapun lawannya, bukankah PSMS tetap kita bela? (*)

@fazadesyafa

1983. PSMS yang saat itu begitu jaya, namanya sampai ke Kota London Inggris. Berkat penampilan gemilang di era kompetisi perserikatan dan sejumlah trofi yang dimenangkan, Arsenal mau diundang datang ke Stadion Teladan untuk ditantang Ayam Kinantan. Maaf, PSMS saat itu kalah 3-0.

BUKAN, bukan hasil itu yang mau dibahas. Ya begitulah, selain karena prestasi, saat itu PSMS juga disentuh orang-orang yang peduli dan mau menderita untuk mengangkat prestasi PSMS. Makanya tak heran di era Marah Halim menjadi Gubernur Sumut dia merestui Marah Halim Cup dan banyak klub luar negeri datang ke Medan khusus untuk meladeni PSMS. Lebih oke lagi, PSMS kerap tak canggung menyikat lawan di Teladan. Makanya sempat PSMS dijuluki The Killer sebab jago ‘membunuh’ klub asing.
Waktu melawan Arsenal, saya jujur saja bukan saksi mata. Beruntung, saya kenal beberapa orang yang terlibat atau nyaris terlibat di laga sejarah itu. Nanti saya cerita juga ketika akhirnya Arsenal takluk dari Niac Mitra di Surabaya. Sekarang saya mau cerita soal Jampi Hutauruk dahulu.

Ya Bang Jampi, begitu saya memanggilnya. Saat Bang Jampi menjadi pelatih kiper PSMS 2009-2010 yang pelatih kepalanya saat itu Suimin Diharja, saya kebetulan eksis meliput berita-berita PSMS. Bang Jampi itu piawai kalau menyampaikan sebuah cerita. Termasuk kisah perjuangannya ingin bertemu Pat Jennings, pemain legendaris Arsenal.

1983, Jampi muda berusia 26 tahun. Sebagai kiper muda Jampi sangat mengidolakan Pat Jennings. Saat itu dia bermain di Mercu Buana, sebuah klub lokal yang di masa itu cukup tenar.

Sebulan sebelum PSMS dijadwalkan jumpa Arsenal, sejumlah skuad Mercu Buana diundang untuk bergabung dengan skuad PSMS lainnya. Ya intinya saat itu PSMS memang disiapkan agar lebih garang. Selain punya skuad mentereng, ya perlu juga disisip dengan pemain bintang dengan klub lain. Kata Bang Jampi kalau tidak salah PSMS saat itu dilatih Nobon Kamayuddin atau Yuswardi. Dia kurang ingat karena memang sudah nyaris dua dekade.

Mengetahui PSMS bakal menantang Arsenal, Jampi sangat ingin bermain. Tapi jelas sebagai kiper muda Jampi kalah saing dengan kiper utama PSMS saat ini, Ponirin Meka. Ponirin yang juga legenda timnas itu memang akhirnya dipilih jadi kiper utama pada laga itu. Tapi menyisip kiper cadangan pun jelas Jampi mau. “Aku mau tukar kaos sama Pat Jennings. Tapi tak kesampaian,” kenang Jampi saat ngobrol-ngobral sama saya via telepon baru-baru ini.

Sebagai fans berat awalnya Jampi ingin bertemu langsung dengan Jennings. Mungkin saja Jampi juga ingin tandatangannya. Tapi sial, seminggu sebelum hari H di pertengahan bulan Juni 1983, kaki kiri Jampi patah. Saat berlatih keras sebab ingin main melawan Arsenal, Jampi cedera parah saat latihan. “Saat itu pelatih kami membuat metode latihan dengan unik. Aku semangat kali mau main lawan Arsenal supaya jumpa Jennings. Sayangnya alat latihannya ada yang berupa pengorekan langsung di lapangan. Pelatih menyuruh kami melompat-lompat di situ, rupanya kakiku masuk situ dan patah,” terang Jampi.

Nahas. Jampi tak jadi main. Bahkan menonton di Teladan pun tidak. Hanya bayangan Pat Jennings yang melekat di altar Rumah Sakit Herna, tempat dia dirawat. “Tapi habis main kawan-kawan pemain datang ke rumah sakit. Tapi Pat Jennings dan Arsenal sudah pulang,” lanjut Jampi. “Tapi tak masalah, yang penting kawan-kawan dan PSMS sudah mendapat pengalaman berharga dan sudah mencatat sejarah sebab pernah bermain melawan salah satu tim terbaik di dunia,” kata Jampi.

Tak lama usai laga itu, Arsenal yang sebenarnya ke Indonesia untuk berlibur ke Bali singgah ke Surabaya. Niac Mitra siap jadi lawan apalagi mereka juara bertahan Galatama. Niac Mitra dihuni skuad mumpuni mulai Fandi Ahmad, Joko Malis hingga Rudi William Keltjes. Nama terakhir kebetulan juga saya kenal dengan baik. Penghujung musim 2008-2009 saat PSMS main di ISL untuk kali perdana di musim perdana pula, manajemen PSMS menunjuk Rudi Keltjes sebagai arsitek.

Sama seperti Bang Jampi, Bang Rudi Keltjes juga asyik jika diajak bercerita. Orangnya terbuka dan punya banyak pengalaman. Saya senang mendengar cerita-ceritanya. Rudi main dari awal sampai 90 menit saat melawan Arsenal dan menang 2-0 di Stadion 10 November Surabaya.

“Kami tahu cara mengatasi Arsenal dan kami tahu kami bisa mengalahkan mereka. Dan kami membuktikannya,” kata Rudi Keltjes saat itu.

Setelah menang 3-0 lawan PSMS, Arsenal juga pesta gol 5-0 melawan PSSI Selection. Setelah rangkaian uji coba di Indonesia, Arsenal pun bersenang-senang di Bali.

Begitulah pembaca, kisah ini dituliskan sebab sebentar lagi PSMS akan kembali merumput. PSMS yang dibesut Suimin Diharja akan mentas di kompetisi Divisi Utama PT Liga Indonesia pada 9 Februari mendatang. Sedangkan PSMS asuhan Abdul Rahman Gurning memilih bermain di bawah Liga yang dikelola PT LPIS dibawah PSSI.

PSMS terkena dampak dualisme yang sedang tren di negeri kita. Biarlah. Satu yang pasti, di manapun PSMS berada, siapapun lawannya, bukankah PSMS tetap kita bela? (*)

@fazadesyafa

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/