25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tim P2T Mulai Ukur Lahan Lagi

Soal Jalan Arteri Non Tol ke Bandara Kualanamu

LUBUKPAKAM-Menindak lanjut hasil pertemuan, forum pimpinan daerah yang digelar di kantor kepala Desa Telagasari Kecamatan Tanjung Morawa, Rabu (29/8) silam, Tim Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Provinsi mulai mengukur lahan. Bersama P2T Pemkab Deliserdang, BPN Deliserdang, dan PTPN II, P2T Provinsi melakukan pengukuran kembali di empat titik lokasi, Selasa (4/9) sekitar pukul 11.30 WIB.

Tim dikomandoni Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara, Zulkifli Taufik. Dari Pemkab Deliserdang diwakili oleh Kabag Tata Pemerintahan Sujono, sedangkan dari PTPN II diwakili staf bidang pertahanan Kamaludin, dan BPN Deliserdang diwakili para juru ukur. Tim melakukan pengukuran di empat titik lokasi yang bakal dibangun jalan arteri non tol Simpang Kayu Besar-Bandara Kualanamu. Di sana tim melakukan pengukuran titik kordinat lokasi yang rencananya akan disesuaikan dengan peta yang telah dimiliki oleh PTPN II dan P2T.

Sebelumnya telah ada pengukuran terhadap lokasi ini. Namun, kehadiran tim ke empat lokasi yang masih disengketakan warga itu, untuk mengukur titik kordinatnya, nanti hasilnya akan dilaporkan ke gubernur,” jelas Zulkifli Taufik.

Ketika dikejar lebih lanjut, kapan hasil pengukuran lahan itu diinformasikan serta apa solusi terhadap 30 kepala keluarga (KK) warga yang berasal dari tiga Desa di Kecamatan Tanjung Morawa, Desa Tegal Sari, Buntu Bedimbar dan Dalu X A. Zulkifli Taufik, menjelaskan hasil pengukuran dan pembayaran ganti rugi akan melalui rapat tim.

Pantau awak Sumut Pos, tim yang melakukan pengukuran selalu berkordinasi dengan staf pertahanan PTPN2 Kamaludin serta kepala Desa Tegal Sari dan juru ukur dari BPN Deliserdang. Terlihat sesekali tim menunjuk pekarangan rumah warga yang telah diganti rugi oleh tim P2T dan membandingkan pekarangan yang bersampingan dengan lahan yang belum diganti rugi.

Secara terpisah Ngadiran (59) dan Pandi (72) warga dusun V Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjungmorawa, tetap ngoto kalau lahan itu milik mereka. Ngadiran mengaku dirinya memperoleh lahan dengan luas 20 kali 20 meter itu dari mertuanya yang telah bermukim di perumahan perkebunan PTPN IX semenjak tahun 1962.

“Lahan ini saya ganti rugi dari mertua saya (Tukiem), kemudian dilegalisasi  Camat Hadisyam Hamzah SH pada tahun 2007 silam,” terangnya.
Kakek yang memiliki 7 orang cucu itu menegaskan lahan tersebut telah bersertifikat. Bahkan pabrik pipa wavin yang tepat berdiri di belakang rumahnya telah memiliki sertifikat dari BPN. “Sebenarnya panjang lahan saya 20 kali 50 meter, tetapi sekitar 30 meter diserobot pabrik pipa wavin, tetapi kini pabrik itu telah memiliki sertifikat dari BPN Delisedang,” ucapnya lantang.

Sementara Pandi, yang merupakan mantan buruh perkebunan PTPN IX menyatakan bahwa dirinya memang menempati perumahan karyawan perkebunan. Tetapi setelah pensiun tetap bercokol di sana, kemudian mengusur surat keterangan bermukim dengan surat keputusan camat.
“Dulunya saya buruh kebun, sebelum ada PTPN II saya telah buruh di sini, tetapi kini apa yang diberikan perkebunan kepada kami. Jasa kami tidak ada diingat. Sampai saat ini saya bermukim di sini, karena tidak diberi tempat tinggal oleh perkebunan,” katanya.

Keduanya pun kembali menegaskan siap pindah jika diberikan ganti rugi yang layak. “Kami mohon Rp1 juta  per meter,” terang keduanya. (btr)

Soal Jalan Arteri Non Tol ke Bandara Kualanamu

LUBUKPAKAM-Menindak lanjut hasil pertemuan, forum pimpinan daerah yang digelar di kantor kepala Desa Telagasari Kecamatan Tanjung Morawa, Rabu (29/8) silam, Tim Panitia Pembebasan Tanah (P2T) Provinsi mulai mengukur lahan. Bersama P2T Pemkab Deliserdang, BPN Deliserdang, dan PTPN II, P2T Provinsi melakukan pengukuran kembali di empat titik lokasi, Selasa (4/9) sekitar pukul 11.30 WIB.

Tim dikomandoni Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara, Zulkifli Taufik. Dari Pemkab Deliserdang diwakili oleh Kabag Tata Pemerintahan Sujono, sedangkan dari PTPN II diwakili staf bidang pertahanan Kamaludin, dan BPN Deliserdang diwakili para juru ukur. Tim melakukan pengukuran di empat titik lokasi yang bakal dibangun jalan arteri non tol Simpang Kayu Besar-Bandara Kualanamu. Di sana tim melakukan pengukuran titik kordinat lokasi yang rencananya akan disesuaikan dengan peta yang telah dimiliki oleh PTPN II dan P2T.

Sebelumnya telah ada pengukuran terhadap lokasi ini. Namun, kehadiran tim ke empat lokasi yang masih disengketakan warga itu, untuk mengukur titik kordinatnya, nanti hasilnya akan dilaporkan ke gubernur,” jelas Zulkifli Taufik.

Ketika dikejar lebih lanjut, kapan hasil pengukuran lahan itu diinformasikan serta apa solusi terhadap 30 kepala keluarga (KK) warga yang berasal dari tiga Desa di Kecamatan Tanjung Morawa, Desa Tegal Sari, Buntu Bedimbar dan Dalu X A. Zulkifli Taufik, menjelaskan hasil pengukuran dan pembayaran ganti rugi akan melalui rapat tim.

Pantau awak Sumut Pos, tim yang melakukan pengukuran selalu berkordinasi dengan staf pertahanan PTPN2 Kamaludin serta kepala Desa Tegal Sari dan juru ukur dari BPN Deliserdang. Terlihat sesekali tim menunjuk pekarangan rumah warga yang telah diganti rugi oleh tim P2T dan membandingkan pekarangan yang bersampingan dengan lahan yang belum diganti rugi.

Secara terpisah Ngadiran (59) dan Pandi (72) warga dusun V Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjungmorawa, tetap ngoto kalau lahan itu milik mereka. Ngadiran mengaku dirinya memperoleh lahan dengan luas 20 kali 20 meter itu dari mertuanya yang telah bermukim di perumahan perkebunan PTPN IX semenjak tahun 1962.

“Lahan ini saya ganti rugi dari mertua saya (Tukiem), kemudian dilegalisasi  Camat Hadisyam Hamzah SH pada tahun 2007 silam,” terangnya.
Kakek yang memiliki 7 orang cucu itu menegaskan lahan tersebut telah bersertifikat. Bahkan pabrik pipa wavin yang tepat berdiri di belakang rumahnya telah memiliki sertifikat dari BPN. “Sebenarnya panjang lahan saya 20 kali 50 meter, tetapi sekitar 30 meter diserobot pabrik pipa wavin, tetapi kini pabrik itu telah memiliki sertifikat dari BPN Delisedang,” ucapnya lantang.

Sementara Pandi, yang merupakan mantan buruh perkebunan PTPN IX menyatakan bahwa dirinya memang menempati perumahan karyawan perkebunan. Tetapi setelah pensiun tetap bercokol di sana, kemudian mengusur surat keterangan bermukim dengan surat keputusan camat.
“Dulunya saya buruh kebun, sebelum ada PTPN II saya telah buruh di sini, tetapi kini apa yang diberikan perkebunan kepada kami. Jasa kami tidak ada diingat. Sampai saat ini saya bermukim di sini, karena tidak diberi tempat tinggal oleh perkebunan,” katanya.

Keduanya pun kembali menegaskan siap pindah jika diberikan ganti rugi yang layak. “Kami mohon Rp1 juta  per meter,” terang keduanya. (btr)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/