30 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

24 Imigran Gelap Asal RRC Ditangkap

24 Imigran Gelap Asal RRC Ditangkap
24 Imigran Gelap Asal RRC Ditangkap

DIAMANKAN – Sebanyak dua puluh empat orang warga negara China diamankan di kantor Imigrasi Pematangsiantar. Mereka ditangkap dari Vihara Avalokiteswara Tebing Tinggi diduga penyalahgunaan pasport, Jumat (4/10).

SIANTAR – Kantor Imigrasi Kelas II Siantar menangkap 24 orang warga RRC, diduga imigran gelap yang masuk ke Kota Tebing Tinggi, Jumat (4/10) dini hari pukul 01.00 WIB. Warga RRC ditangkap itu usai pagelaran wayang di sebuah Vihara Avalokiteswara di Jalan Tenku Hasyim, Gang Saudara, Kota Tebing Tinggi.

Semua imigran gelap itu warga China dan lahir di Fujian, beragama Budha. Dokumen keimigrasian yang mereka pakai 211/singel. Alamat di Indonesia tinggal di Jalan Komodor Laut Yos Sudarso Km 16,5 nomor 19, Kota Medan.

Informasi dihimpun METRO, sebelum sampai ke Indonesia, mereka mendarat di Malaisya dan sempat menyelenggarakan pagelaran wayang orang di sana. Saat itu, Sugianto (50), warga Marelan, Kota Medan, selaku panitia ulang tahun Vihara Avalokiteswara yang mengetahui keberadaan mereka di Malasya langsung mengundang datang ke Indonesia.

Sugianto mengaku sebelumnya, tahun 2009, dia sempat melihat pagelaran wayang orang yang dilakoni ke 24 orang itu di Kota Palembang. Selanjutnya, tahun 2010 dia mengundang mereka hadir di Kota Medan.

Mengingat atraksi mereka dapat dinikmati warga Medan, untuk tahun 2013 dia kembali mengundang untuk main di beberapa Vihara, seperti di Belawan, Tanjung Ledong Asahan, Tebing Tinggi dan rencananya lanjut ke Marelan. ”Saya yang undang mereka sewaktu bermain di Malasya, Bang,” kata Sugianto.

Sayangnya, begitu main di Tebing Tinggi, salah seorang warga setempat merasa curiga melihat kedatangan warga asing di Vihara Avalokiteswara, memainkan pagelaran wayang orang saat acara ulang tahun Vihara yang ke-54. Kecurigaan itu terkuak ketika warga negara China tersebut tidak bisa bahasa Mandarin yang dipakai orang China di Indonesia.

Selanjutnya, hal tersebut dilaporkan ke kantor Imigrasi kelas II Siantar, untuk dicek siapa aslinya imigran yang menggelar pagelaran di Vihara tersebut. Oleh pihak Imigrasi, kemudian turun ke lapangan mengecek 24 orang dimasksud.

Kepala Imigrasi Siantar Fritz Todung Aritonang mengaku, saat penangkapan, pihak Vihara sempat meminta batas waktu sampai pagelaran selesain malam itu sekira pukul 23.30 WIB. Begitu pagelaran selesai, sedikitnya delapan orang tim dari Imigrasi Siantar memeriksa paspor yang dimiliki pemain wayang orang itu.

Hasilnya, ditemukan penyalahgunaan visa. Di mana, seharusnya visa yang dipakai mereka adalah jenis visa inpresariat khusus kegiatan keartisan, atau visa B 312 yang dalam paspor terdapat sponsor yang mempekerjakan mereka.

Sementara, visa yang dipakai ke 24 wayang orang tersebut adalah visa jenis P 211/ singel masa belaku 60 hari tujuan kunjungan. “Sebenarnya visa yang dipakai ke-24 imigran ini adalah visa kunjungan, tapi disalahgunakan untuk bisnis,” terang Fritz Todung.

Selanjutnya para imigran itu diamankan ke kantor Imigrasi Kelas II Siantar untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Pihak Imigrasi sempat kawalahan memeriksa para imigran, karena tidak dapat berbahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Demi proses lebih lanjut, pihak imigrasi menghadirkan Thin Choy (55), warga Jalan Tanah Jawa, Kelurahan  Melayu, Kecamatan Siantar Utara, sebagai penterjemah bahasa Mandarin yang diapakai para imigran.

Wawancara Lan Mei Fang dibantu Thin Choy sebagai penerjemah mengaku kedatangan mereka diundang oleh Chang Ciang selaku pengurus Yayasan Peguyupan Marga Sosial Tiong Hoa Indonesia (PMSTI) untuk mengisi acara ulang tahun Vihara di Indonesia. Kemudian PMSTI menginformasikan kepada Sugianto, selaku pantia acara atau penanggungjawab segala kebutuhan mereka di Indonesia.

Lan mengaku upah yang diterima mereka tidak dipatokkan, melainkan hasil sumbangan/ampau dari masyarakat China yang mengikuti acara pagelaran. Untuk tahun ini sendiri, katanya ampau yang mereka dapat dari setiap orang bernilai angka 88. Yang dimaksud dengan angka 88 adalah, ada masyarakat yang memberi Rp8.800, Rp88.000, Rp888.000 dan seterusnya.

“Kami tidak ada diberi upah dari yayasan yang mengudang Bang. Penghasilan kami dari pemberian suka rela masyarakat China yang mengikuti pagelaran. Kalau orang kaya kasinya lumayan,” terang Lan melalui terjemahan dari Thin Choy. Ditanya soal penyalahgunaan paspor, Lan mengaku sama sekali tidak mengetahui paspor yang seharusnya mereka pakai, karena mereka datang ke Indonsia atas undangan bukan kemauan sendiri.

Zhang Yifang, gadis kecil salah satu dari anggota 24 pemain wayang orang, mengaku pekerjaan ini dia lakoni karena hobi menari. Soal cita-cita sampai saat ini dia belum ada. Dia juga mengatakan, kedua orangtuanya yang tinggal di China, ayah Chang Hetong dan ibunya Chai Licin, memberikan izin untuk mengikuti pagelaran. Karena hasil pagelaran tersebut dapat membantu biaya hidup keluarga dan dua adiknya.

“Pekerjaan ayah saya tukang bangunan dan ibu pemain seruling di acara kematian. Jadi untuk bantu kehidupan keluarga, saya terpaksa main wayang orang sekaligus mengasah hobi,” kata Zhang anak pertama dari tiga bersaudara melalui terjemahan Thin Choy.

Penyelesaian masalah ini, Kepala Imigrasi mengaku setelah dilakukan pemeriksaan akan memulangkan 24 imigran yang terdiri dari 9 perempuan dan 15 pria itu ke negara asalnya. (end)

24 Imigran Gelap Asal RRC Ditangkap
24 Imigran Gelap Asal RRC Ditangkap

DIAMANKAN – Sebanyak dua puluh empat orang warga negara China diamankan di kantor Imigrasi Pematangsiantar. Mereka ditangkap dari Vihara Avalokiteswara Tebing Tinggi diduga penyalahgunaan pasport, Jumat (4/10).

SIANTAR – Kantor Imigrasi Kelas II Siantar menangkap 24 orang warga RRC, diduga imigran gelap yang masuk ke Kota Tebing Tinggi, Jumat (4/10) dini hari pukul 01.00 WIB. Warga RRC ditangkap itu usai pagelaran wayang di sebuah Vihara Avalokiteswara di Jalan Tenku Hasyim, Gang Saudara, Kota Tebing Tinggi.

Semua imigran gelap itu warga China dan lahir di Fujian, beragama Budha. Dokumen keimigrasian yang mereka pakai 211/singel. Alamat di Indonesia tinggal di Jalan Komodor Laut Yos Sudarso Km 16,5 nomor 19, Kota Medan.

Informasi dihimpun METRO, sebelum sampai ke Indonesia, mereka mendarat di Malaisya dan sempat menyelenggarakan pagelaran wayang orang di sana. Saat itu, Sugianto (50), warga Marelan, Kota Medan, selaku panitia ulang tahun Vihara Avalokiteswara yang mengetahui keberadaan mereka di Malasya langsung mengundang datang ke Indonesia.

Sugianto mengaku sebelumnya, tahun 2009, dia sempat melihat pagelaran wayang orang yang dilakoni ke 24 orang itu di Kota Palembang. Selanjutnya, tahun 2010 dia mengundang mereka hadir di Kota Medan.

Mengingat atraksi mereka dapat dinikmati warga Medan, untuk tahun 2013 dia kembali mengundang untuk main di beberapa Vihara, seperti di Belawan, Tanjung Ledong Asahan, Tebing Tinggi dan rencananya lanjut ke Marelan. ”Saya yang undang mereka sewaktu bermain di Malasya, Bang,” kata Sugianto.

Sayangnya, begitu main di Tebing Tinggi, salah seorang warga setempat merasa curiga melihat kedatangan warga asing di Vihara Avalokiteswara, memainkan pagelaran wayang orang saat acara ulang tahun Vihara yang ke-54. Kecurigaan itu terkuak ketika warga negara China tersebut tidak bisa bahasa Mandarin yang dipakai orang China di Indonesia.

Selanjutnya, hal tersebut dilaporkan ke kantor Imigrasi kelas II Siantar, untuk dicek siapa aslinya imigran yang menggelar pagelaran di Vihara tersebut. Oleh pihak Imigrasi, kemudian turun ke lapangan mengecek 24 orang dimasksud.

Kepala Imigrasi Siantar Fritz Todung Aritonang mengaku, saat penangkapan, pihak Vihara sempat meminta batas waktu sampai pagelaran selesain malam itu sekira pukul 23.30 WIB. Begitu pagelaran selesai, sedikitnya delapan orang tim dari Imigrasi Siantar memeriksa paspor yang dimiliki pemain wayang orang itu.

Hasilnya, ditemukan penyalahgunaan visa. Di mana, seharusnya visa yang dipakai mereka adalah jenis visa inpresariat khusus kegiatan keartisan, atau visa B 312 yang dalam paspor terdapat sponsor yang mempekerjakan mereka.

Sementara, visa yang dipakai ke 24 wayang orang tersebut adalah visa jenis P 211/ singel masa belaku 60 hari tujuan kunjungan. “Sebenarnya visa yang dipakai ke-24 imigran ini adalah visa kunjungan, tapi disalahgunakan untuk bisnis,” terang Fritz Todung.

Selanjutnya para imigran itu diamankan ke kantor Imigrasi Kelas II Siantar untuk dimintai keterangan lebih lanjut. Pihak Imigrasi sempat kawalahan memeriksa para imigran, karena tidak dapat berbahasa Inggris maupun bahasa Indonesia. Demi proses lebih lanjut, pihak imigrasi menghadirkan Thin Choy (55), warga Jalan Tanah Jawa, Kelurahan  Melayu, Kecamatan Siantar Utara, sebagai penterjemah bahasa Mandarin yang diapakai para imigran.

Wawancara Lan Mei Fang dibantu Thin Choy sebagai penerjemah mengaku kedatangan mereka diundang oleh Chang Ciang selaku pengurus Yayasan Peguyupan Marga Sosial Tiong Hoa Indonesia (PMSTI) untuk mengisi acara ulang tahun Vihara di Indonesia. Kemudian PMSTI menginformasikan kepada Sugianto, selaku pantia acara atau penanggungjawab segala kebutuhan mereka di Indonesia.

Lan mengaku upah yang diterima mereka tidak dipatokkan, melainkan hasil sumbangan/ampau dari masyarakat China yang mengikuti acara pagelaran. Untuk tahun ini sendiri, katanya ampau yang mereka dapat dari setiap orang bernilai angka 88. Yang dimaksud dengan angka 88 adalah, ada masyarakat yang memberi Rp8.800, Rp88.000, Rp888.000 dan seterusnya.

“Kami tidak ada diberi upah dari yayasan yang mengudang Bang. Penghasilan kami dari pemberian suka rela masyarakat China yang mengikuti pagelaran. Kalau orang kaya kasinya lumayan,” terang Lan melalui terjemahan dari Thin Choy. Ditanya soal penyalahgunaan paspor, Lan mengaku sama sekali tidak mengetahui paspor yang seharusnya mereka pakai, karena mereka datang ke Indonsia atas undangan bukan kemauan sendiri.

Zhang Yifang, gadis kecil salah satu dari anggota 24 pemain wayang orang, mengaku pekerjaan ini dia lakoni karena hobi menari. Soal cita-cita sampai saat ini dia belum ada. Dia juga mengatakan, kedua orangtuanya yang tinggal di China, ayah Chang Hetong dan ibunya Chai Licin, memberikan izin untuk mengikuti pagelaran. Karena hasil pagelaran tersebut dapat membantu biaya hidup keluarga dan dua adiknya.

“Pekerjaan ayah saya tukang bangunan dan ibu pemain seruling di acara kematian. Jadi untuk bantu kehidupan keluarga, saya terpaksa main wayang orang sekaligus mengasah hobi,” kata Zhang anak pertama dari tiga bersaudara melalui terjemahan Thin Choy.

Penyelesaian masalah ini, Kepala Imigrasi mengaku setelah dilakukan pemeriksaan akan memulangkan 24 imigran yang terdiri dari 9 perempuan dan 15 pria itu ke negara asalnya. (end)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/