30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Ubah Perda Kelebihan Tonase

MEDAN- Persoalan di 13 titik Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) se-Sumut tak bisa dituntaskan bila aturannya tak dilakukan perubahan. Pasalnya, persoalan muncul dikarenakan adanya penerapan denda terhadap sanksi yang diberikan kepada sopir karena kelebihan muatan.

Demikian disampaikan pengamat anggaran Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Rabu (5/2). Secara aturan kutipan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan karena adanya pemanfaatan tempat atau mengambil sumber daya alam (SDA). Bila dilihat dari UPPKB atau jembatan timbang, sebuah kesalahan yang dilakukan sopir yakni kelebihan muatan.

“Harusnya secara aturan di dalam perda, denda itu bukan malah memberikan peluang melakukan pungutan. Tapi sebaliknya, denda ya tetap denda tidak bisa digantikan dengan nilai rupiah,” sebutnya.

Mantan Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut itu menyebutkan, Perda No 14/2007 tentang kelebihan muatan layak untuk direvisi oleh DPRD Sumut, bila perlu DPRD melakukan hak inisiatifnya mengubah aturan yang ada, sehingga para pengusaha angkutan tidak dirugikan. Selanjutnya, kondisi jalan akan semakin membaik.

Terpisah, anggota Komisi D DPRD Sumut, Tunggul Siagian mengatakan, penuntasan persoalan dugaan pungli di jembatan timbang harus melibatkan beragam instansi, mulai penegak hukum hingga akademisi. “Pertama kali auditor dan aparat penegak hukum bekerja, selanjutnya DPRD bisa melakukan cara merevisi perda,” sebutnya.

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal berpendapat, persoalan di jembatan timbang milik Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut tak bisa tuntas dikarenakan tidak adanya kontrol yang dibangun di lokasi jembatan timbang. Khususnya untuk memonitoring berapa banyak truk yang melintas, serta berapa berat beban yang dibawa oleh kendaraan tersebut.

“Dengan cara adanya monitoring ini bisa diukur berapa kebocoran dan menguatkan adanya pungli tersebut. Selama inikan selalu lolos dari hukum ketika  adanya pungli,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, secara aturan perda yang ada perlu dikaji ulang saat ini. Karena tonase kendaraan semakin tinggi, kemudian sanksi yang diberikan juga semakin naik seiring naiknya jumlah target PAD. “Layaknya perda yang direvisi agar masalah di jembatan timbang bisa segera teratasi,” ucapnya. (rud/rbb)

MEDAN- Persoalan di 13 titik Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) se-Sumut tak bisa dituntaskan bila aturannya tak dilakukan perubahan. Pasalnya, persoalan muncul dikarenakan adanya penerapan denda terhadap sanksi yang diberikan kepada sopir karena kelebihan muatan.

Demikian disampaikan pengamat anggaran Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Rabu (5/2). Secara aturan kutipan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan karena adanya pemanfaatan tempat atau mengambil sumber daya alam (SDA). Bila dilihat dari UPPKB atau jembatan timbang, sebuah kesalahan yang dilakukan sopir yakni kelebihan muatan.

“Harusnya secara aturan di dalam perda, denda itu bukan malah memberikan peluang melakukan pungutan. Tapi sebaliknya, denda ya tetap denda tidak bisa digantikan dengan nilai rupiah,” sebutnya.

Mantan Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut itu menyebutkan, Perda No 14/2007 tentang kelebihan muatan layak untuk direvisi oleh DPRD Sumut, bila perlu DPRD melakukan hak inisiatifnya mengubah aturan yang ada, sehingga para pengusaha angkutan tidak dirugikan. Selanjutnya, kondisi jalan akan semakin membaik.

Terpisah, anggota Komisi D DPRD Sumut, Tunggul Siagian mengatakan, penuntasan persoalan dugaan pungli di jembatan timbang harus melibatkan beragam instansi, mulai penegak hukum hingga akademisi. “Pertama kali auditor dan aparat penegak hukum bekerja, selanjutnya DPRD bisa melakukan cara merevisi perda,” sebutnya.

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal berpendapat, persoalan di jembatan timbang milik Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut tak bisa tuntas dikarenakan tidak adanya kontrol yang dibangun di lokasi jembatan timbang. Khususnya untuk memonitoring berapa banyak truk yang melintas, serta berapa berat beban yang dibawa oleh kendaraan tersebut.

“Dengan cara adanya monitoring ini bisa diukur berapa kebocoran dan menguatkan adanya pungli tersebut. Selama inikan selalu lolos dari hukum ketika  adanya pungli,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan, secara aturan perda yang ada perlu dikaji ulang saat ini. Karena tonase kendaraan semakin tinggi, kemudian sanksi yang diberikan juga semakin naik seiring naiknya jumlah target PAD. “Layaknya perda yang direvisi agar masalah di jembatan timbang bisa segera teratasi,” ucapnya. (rud/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/