27.8 C
Medan
Saturday, May 11, 2024

Manajer PTPN 2 Tantang HKTI Menggugat

Terkait Konflik Lahan Eks HGU di Tanjung Jati

BINJAI-Konflik lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 Tanjung Jati, ternyata tak jauh berbeda dengan konflik lahan eks HGU PTPN 2 Sei Semayang. Pasalnya, dalam sengketa lahan ini, masyarakat kecil terus melarat, sementara oknum PTPN 2 terus meningkat ekonominya. Sebab, setiap lahan eks HGU PTPN 2, sudah dikelola oleh pihak ketiga dan perorangan.

Hal itu disampaikan langsung Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumatera Utara, Alimuddin, dalam pertemuan dengan PTPN 2, warga tani, serta unsur  Muspika, dan Muspida lainnya, di Balai Desa Tanjung Jati, Langkat, Senin (5/3), siang pukul 09.00 WIB.

Pertemuan yang membahas persoalan dalam sengketa lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Jati itu, dihadiri langsung oleh Manajer PTPN 2 Tanjung Jati T Tampubolon, Kapolsek Tadam AKP Zakaria, Kepala Desa (Kades) Ruslan, Sekretaris Camat (Sekcam) Binjai Aliandi, Ketua Himpunan Kelompok Tani Indoesia (HKTI) Tanjung Jati Was Irawan dan Ketua FRB Sumut Alimuddin.

Manajer PTPN 2 T Tampubolon, dalam pertemuan itu mengatakan, kalau lahan yang digarap HKTI adalah lahan HGU PTPN 2 dengan sertifikat nomor 3. “Lahan perkebunan di Tanjung Jati ini, memang ada HGU yang belum diperpanjang dengan luas lahan sekitar 27,75 Ha. Namun, yang digarap HKTI itu masih dalam HGU. Makanya, apapun alasannya saya akan tetap mempertahankan areal itu, karena masih dalam tanggung jawab saya selaku menejer,” kata T Tampubolon.

Selain itu, T Tampubolon juga mengatakan, sertifikat HGU yang dipegang PTPN 2 Tanjung Jati, berlaku sampai 9 Juni 2025 mendatang. “Nah, untuk itu saya sarankan, kalau memang HKTI merasa memiliki hak. Ajukan gugatan kepada yang berwajib, jagan main asal garap saja. Kalau gugatan itu menang, kami tidak akan menahan sejangkalpun tanah itu. Apalagi, dalam persoalan ini tidak ada untungnya untuk saya,” tegasnya seraya menambahkan, akibat aksi dari warga, PTPN 2 setiap tahunnya merugi Rp1 miliar.

Menyikapi hal itu, Ketua FRB Sumut Alimuddin dengan tegas mengatakan, kalau T Tampubolon tidak memahami pokok persoalan dalam sengketa lahan PTPN 2 tersebut. “Dari keterangan bapak, terlihat dengan jelas, kalau bapak sama sekali tidak memahami persoalan lahan ini. Kalau diurut dari sejarah, PTPN 2 telah merampas hak masyarakat tani yang hingga kini belum juga dikembalikan,” tegas Alimuddin.

Lebih jauh dijelaskan Alimuddin, selama pihaknya memperjuangkan hak rakyat, banyak ditemukan kenjanggalan yang dilakukan aparatur pemerintah. Mulai dari BPN, hingga tim B Plus yang ditugaskan untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan banyaknya kejanggalan itu, kata Alimuddin, pihaknya berencana mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menindak oknum PTPN 2 dan aparatur pemerintahan yang bermain dalam konflik lahan eks HGU PTPN 2 ini.

“Insya Allah, bulan ini kami akan membeberkan ke KPK sekaligus mencari tahu, berapa puluh ribu hektar tanah rakyat dirampas PTPN 2? Berapa puluh ribu yang dikelola PTPN di luar HGU? Sudah berapa banyak yang dialihkan kepada pihak Kepong? Dibenarkan atau tidak PTPN 2 menyewakan atau mengalihkan lahan itu kepada pihak ke tiga? Dan kemana uangnya? Inilah yang akan kita pertanyakan kepada KPK dalam seminar. Hal ini kita lakukan, untuk menyeret oknum yang telah memperkaya dirinya sendiri, sehingga membuat rakyat terus melarat,” ungkap Alimuddin.

Alimuddin juga menilai, negara juga telah melakukan pembiaran terhadap sengekta tanah yang ada di Sumut. Sehingga, mafia tanah bebas masuk. “Jangan salahkan kami, kalau nantinya masyarakat akan mengambil lahan itu dengan caranya sendiri,” tegas Alimuddin.

Karena Alimuddin membangkitkan semangat warga tani untuk tetap memasuki lahan. Membuat menejer PTPN 2 Tanjung Jati T Tampubolon berang. Sehingga, ia mencoba mengklarifikasinya. Alahasil, keduanya saling ‘serang’.  Namun beruntung, adu argument keduanya dapat dihentikan oleh Kades Tanjung Jati, dengan meminta T Tampubolon mengakhiri penjelasannya, mengingat waktu yang tidak cukup.

Usai pertemuan, ketua HKTI, Was Irawan, kepada Sumut Pos mengungkapkan, kalau lahan PTPN 2 Tanjung Jati, telah disewakan kepada pihak ketiga. Bahkan, menejer PTPN 2 Tanjung Jati itu, juga mendapat saham dari lahan tersebut. “Masyarakat Tanjung Jati hanya sebagai pekerja. Sementara yang memiliki lahan orang luar. Dalam sewa menyewa itu, untuk 1 Ha lahan dihargai Rp2,5 juta,” kata ketua HKTI Was Irawan.

Namun hal ini dibantah oleh menejer PTPN 2 Tanjung Jati, T Tampubolon, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya. “Kami memang ada kerja sama dengan pihak ketiga yang diberi nama Kerja Sama Operasional (KSO). Tapi semua itu diatur oleh Direksi PTPN 2 Tanjungmorawa. Yang jelas, PTPN 2 menerima 10 persen dari hasil sewa lahan itu, 90 persen untuk KSO. Uang itu langsung ke rekening PTPN 2, bukan kepada saya. Soal sewa menyewa lahan Rp 2,5 juta per Ha itu antara pihak ketiga dengan yang lain. Kami tidak tahu menahu soal itu,” bantahnya saat berada di kantornya. (dan)

Terkait Konflik Lahan Eks HGU di Tanjung Jati

BINJAI-Konflik lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 Tanjung Jati, ternyata tak jauh berbeda dengan konflik lahan eks HGU PTPN 2 Sei Semayang. Pasalnya, dalam sengketa lahan ini, masyarakat kecil terus melarat, sementara oknum PTPN 2 terus meningkat ekonominya. Sebab, setiap lahan eks HGU PTPN 2, sudah dikelola oleh pihak ketiga dan perorangan.

Hal itu disampaikan langsung Ketua Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumatera Utara, Alimuddin, dalam pertemuan dengan PTPN 2, warga tani, serta unsur  Muspika, dan Muspida lainnya, di Balai Desa Tanjung Jati, Langkat, Senin (5/3), siang pukul 09.00 WIB.

Pertemuan yang membahas persoalan dalam sengketa lahan eks HGU PTPN 2 Tanjung Jati itu, dihadiri langsung oleh Manajer PTPN 2 Tanjung Jati T Tampubolon, Kapolsek Tadam AKP Zakaria, Kepala Desa (Kades) Ruslan, Sekretaris Camat (Sekcam) Binjai Aliandi, Ketua Himpunan Kelompok Tani Indoesia (HKTI) Tanjung Jati Was Irawan dan Ketua FRB Sumut Alimuddin.

Manajer PTPN 2 T Tampubolon, dalam pertemuan itu mengatakan, kalau lahan yang digarap HKTI adalah lahan HGU PTPN 2 dengan sertifikat nomor 3. “Lahan perkebunan di Tanjung Jati ini, memang ada HGU yang belum diperpanjang dengan luas lahan sekitar 27,75 Ha. Namun, yang digarap HKTI itu masih dalam HGU. Makanya, apapun alasannya saya akan tetap mempertahankan areal itu, karena masih dalam tanggung jawab saya selaku menejer,” kata T Tampubolon.

Selain itu, T Tampubolon juga mengatakan, sertifikat HGU yang dipegang PTPN 2 Tanjung Jati, berlaku sampai 9 Juni 2025 mendatang. “Nah, untuk itu saya sarankan, kalau memang HKTI merasa memiliki hak. Ajukan gugatan kepada yang berwajib, jagan main asal garap saja. Kalau gugatan itu menang, kami tidak akan menahan sejangkalpun tanah itu. Apalagi, dalam persoalan ini tidak ada untungnya untuk saya,” tegasnya seraya menambahkan, akibat aksi dari warga, PTPN 2 setiap tahunnya merugi Rp1 miliar.

Menyikapi hal itu, Ketua FRB Sumut Alimuddin dengan tegas mengatakan, kalau T Tampubolon tidak memahami pokok persoalan dalam sengketa lahan PTPN 2 tersebut. “Dari keterangan bapak, terlihat dengan jelas, kalau bapak sama sekali tidak memahami persoalan lahan ini. Kalau diurut dari sejarah, PTPN 2 telah merampas hak masyarakat tani yang hingga kini belum juga dikembalikan,” tegas Alimuddin.

Lebih jauh dijelaskan Alimuddin, selama pihaknya memperjuangkan hak rakyat, banyak ditemukan kenjanggalan yang dilakukan aparatur pemerintah. Mulai dari BPN, hingga tim B Plus yang ditugaskan untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan banyaknya kejanggalan itu, kata Alimuddin, pihaknya berencana mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menindak oknum PTPN 2 dan aparatur pemerintahan yang bermain dalam konflik lahan eks HGU PTPN 2 ini.

“Insya Allah, bulan ini kami akan membeberkan ke KPK sekaligus mencari tahu, berapa puluh ribu hektar tanah rakyat dirampas PTPN 2? Berapa puluh ribu yang dikelola PTPN di luar HGU? Sudah berapa banyak yang dialihkan kepada pihak Kepong? Dibenarkan atau tidak PTPN 2 menyewakan atau mengalihkan lahan itu kepada pihak ke tiga? Dan kemana uangnya? Inilah yang akan kita pertanyakan kepada KPK dalam seminar. Hal ini kita lakukan, untuk menyeret oknum yang telah memperkaya dirinya sendiri, sehingga membuat rakyat terus melarat,” ungkap Alimuddin.

Alimuddin juga menilai, negara juga telah melakukan pembiaran terhadap sengekta tanah yang ada di Sumut. Sehingga, mafia tanah bebas masuk. “Jangan salahkan kami, kalau nantinya masyarakat akan mengambil lahan itu dengan caranya sendiri,” tegas Alimuddin.

Karena Alimuddin membangkitkan semangat warga tani untuk tetap memasuki lahan. Membuat menejer PTPN 2 Tanjung Jati T Tampubolon berang. Sehingga, ia mencoba mengklarifikasinya. Alahasil, keduanya saling ‘serang’.  Namun beruntung, adu argument keduanya dapat dihentikan oleh Kades Tanjung Jati, dengan meminta T Tampubolon mengakhiri penjelasannya, mengingat waktu yang tidak cukup.

Usai pertemuan, ketua HKTI, Was Irawan, kepada Sumut Pos mengungkapkan, kalau lahan PTPN 2 Tanjung Jati, telah disewakan kepada pihak ketiga. Bahkan, menejer PTPN 2 Tanjung Jati itu, juga mendapat saham dari lahan tersebut. “Masyarakat Tanjung Jati hanya sebagai pekerja. Sementara yang memiliki lahan orang luar. Dalam sewa menyewa itu, untuk 1 Ha lahan dihargai Rp2,5 juta,” kata ketua HKTI Was Irawan.

Namun hal ini dibantah oleh menejer PTPN 2 Tanjung Jati, T Tampubolon, saat dikonfirmasi di ruang kerjanya. “Kami memang ada kerja sama dengan pihak ketiga yang diberi nama Kerja Sama Operasional (KSO). Tapi semua itu diatur oleh Direksi PTPN 2 Tanjungmorawa. Yang jelas, PTPN 2 menerima 10 persen dari hasil sewa lahan itu, 90 persen untuk KSO. Uang itu langsung ke rekening PTPN 2, bukan kepada saya. Soal sewa menyewa lahan Rp 2,5 juta per Ha itu antara pihak ketiga dengan yang lain. Kami tidak tahu menahu soal itu,” bantahnya saat berada di kantornya. (dan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/