HUMBAHAS, SUMUTPOS.CO – Gagalnya DPRD Humbang Hasundutan (Humbahas) mensahkan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Laporan Pertanggungjawaban APBD 2019, ternyata dilatarbelakangi mosi tak percaya 11 anggota dewan terhadap Ramses Lumbangaol selaku Ketua DPRD Humbahas.
Hal itu disampaikan perwakilan dari 11 anggota dewan tersebut diantaranya, Bresman Sianturi dari Partai Demokrat, Marsono Simamora dari Partai Nasdem, Marolop Situmorang dari Partai Golkar, Togu Purba dari Partai Gerindra, Guntur Simamora dari Perindo, dan Sanggul Rosdiana Manalu dari Hanura kepada wartawan di Doloksanggul, Jumat (3/7).
Dikatakan Bresman, mosi tak percaya ini dilakukan mereka karena selama rapat paripurna kepemimpinan Ketua DPRD Ramses Lumbangaol tidak demokratis atau otoriter. Menurut mereka, Ketua DPRD memanfaatkan kekuasaannya untuk mengintervensi dan memasung hak berbicara anggota dewan.
Hingga akibatnya, pembahasan Ranperda Pertanggungjawaban APBD 2019 gagal, dan pemerintah akhirnya menjadikan Pertanggungjawaban APBD 2019 ini melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
“Itulah salah satu buktinya bahwa Ketua DPRD otoriter atau suka-suka tidak mau mendengarkan anggota. Kami dari Badan Anggaran sudah menyurati sebelumnya ke Ketua DPRD bahwa undangan rapat itu tidak sah dengan alasan rapat Banggar dan gabungan komisi tidak kuorum tapi tetap dilanjutkan ke paripurna. Itu sudah tidak sesuai aturan lagi, harusnya pimpinan DPRD merekomendasikan Banmus untuk menjadwal ulang mulai dari Banggar, gabungan komiisi sampai pengambilan keputusan dan bila itu disetujui yakin rapat paripurna Ranperda akan kuorum,” ungkap Bresman.
Sementara menurut Marsono, Ketua DPRD tidak pernah mencari solusi untuk menyelesaikan, malah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang justru berdampak disharmonis antara dewan dan Pemkab. ” Bayangkan saja seorang Ketua DPRD berbicara ke anggota, bukan kalian yang mengatur saya. Kemudian, saya (Bresman) malah disuruh oleh Ketua (Ramses) untuk Bimtek tentang aturan dan saya jawab, ” saya tak perlu Bimtek” dan saya sampaikan “kita buktikan siapa yang benar, Ketua (Ramses) atau saya (Bresman) tentang aturan ini”. Jadi inilah yang membuat sehingga terjadi disharmonis antara dewan dan pemerintah,” timpal Bresman.
“Ketua juga terlalu memaksakan rapat paripurna ini dengan sebenarnya masih ada waktu. Pertama, dikembalikan kepada Banmus untuk menjadwal, ini malah Ketua DPRD mengambil suara dan pahadalnya masih ada waktu sampai 10 Juli mendatang,” sambung Guntur.
Sementara, Togu menambahkan, rapat paripurna dianggap cacat hukum dengan alasannya tidak sesuai aturan. Disebutkannya, dengan dua kali rapat-rapat tidak kuorum semisal di pada rapat Badan Anggaran dan rapat gabungan komisi.
Kemudian, lanjut Politisi Partai Gerindra ini, usulan pada rapat paripurna ini tidak diakomodir oleh Badan Musyawarah untuk pembentukan pansus mengenai Pertanggungjawaban APBD 2019, dan malahaan Banmus mengembalikan agar di Badan Anggaran dibahas.
Padahal, lanjut dia, pansus itu sangatlah penting untuk membahas lebih detail lagi tentang Pertanggungjawaban APBD 2019. Diman, dia menyebutkan, pada Ranperda APBD 2019 tidak sesuai isi dari hasil kesepakatan bersama antara dewan dan Pemerintah. Diantaranya, tentang penghapusan pengadaan mobil dinas Bupati dan Sekda dengan meraub anggaran mencapai Rp 2,2 miliar.
“Jadi terkait ketidakkehadiran kami sebenarnya telah komplit, Ketua DPRD suka-suka buat rapat, padahal semua ada aturanya. Dan semua sudah diatur, baik itu di alat kelengkapan dewan (AKD),” pungkas Sekretaris Partai Gerindra ini.
Karena itu , 11 anggota dewan tersebut menyatakan mosi tak percaya kepada Ketua DPRD Ramses Lumbangaol, dengan tidak hadir pada rapat paripurna untuk pengesahan Ranperda Pertanggungjawaban APBD 2019 menjadi Perda.
“Jadi untuk itu, masyarakat Humbang Hasundutan agar paham dan tidak menuduh bahwa kami ini tidak pro rakyat, tidak pro pembangunan. Tetapi kami punya moral, kami murni menjalankan tugas yang telah diamanahkan oleh rakyat dengan menjalankan sesuai aturan yang ada dilembaga ini. Kami tidak mau dibilang ada neko-neko, dengan telah mendapatkan jatah proyek atau apapun itu, tapi ini murni,” ungkap Bresman.
Mereka juga mengancam, akan menyurati Ketua DPRD Ramses Lumbangaol untuk melayangkan surat mosi tak percaya, jika kedepannya aturan tidak dijalankan oleh Ramses. “Ke depannya kita akan layangkan surat mosi tak percaya. Tapi dengan ketidakkehadiran kami ini, juga sudah mosi tidak percaya kepadanya (Ramses),” pungkas Ramses.
Disinggung, bahwa kejadian ini akan dibawa ke kode etik dewan, Bresman malah dengan senang hati menjawab.
“Dengan senang hati saya siap, apalagi kawan-kawan. Tapi coba tanyakan ke Ketua DPRD kode etik sudah disahkan atau belum,” ujar Bresman.
Bresman juga menilai, dalam tata tertib dewan yang dikutip dari PP 12 tahun 2019, menjadi pertanyaan. Dimana disebutkannya, tatib mereka sampai saat ini belum diparipurnakan atau belum dinomorkan, padahal fungsi dewan sudah berjalan 9 bulan sejak peraturan pemerintah itu dikeluarkan.
” Tatib saja belum ada nomornya, jadi ketua jangan bawa-bawa tatib,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Humbang Hasundutan, Ramses Lumbagaol menilai, mosi tak percaya yang dilakukan ke 11 dewan ini merupakan pengalihan isu saja. Menurut dia, selama rapat-rapat paripurna dirinya tidak pernah melakukan hak kekuasaanya, melainkan menjalankan sesuai aturan. ” Tatib mana yang kulanggar dan otoriter apa yang saya lakukan, ini hanya pengalihan isu,” katanya via telepon. (des/ram)