Foto: Dame/Sumut Pos Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).
Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, pemohon harus menyertakan bukti kepemilikan/ dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan.
Alat-alat bukti yang dimaksudkan tersebut dapat berupa:
Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27), yang telah dibubuhi cacatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah di daerah yang bersangkutan; atau
Surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya; atau
Sertifikat hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau
Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik; atau
Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atu Pemerintah Daerah; atau
Petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Foto: Dame/Sumut Pos Kabiro Hukum dan Humas pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang BPN Pusat, Dr Aslan Noor SH MH, CN, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan sengketa tanah seluas 3000 hektare di Desa Napa, Tapanuli Selatan, di PN Padangsidimpuan, Kamis (2/2/2017).
Berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, pemohon harus menyertakan bukti kepemilikan/ dokumen asli yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan.
Alat-alat bukti yang dimaksudkan tersebut dapat berupa:
Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27), yang telah dibubuhi cacatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonatie (S.1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah di daerah yang bersangkutan; atau
Surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya; atau
Sertifikat hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau
Akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik; atau
Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atu Pemerintah Daerah; atau
Petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.