GUNUNGSITOLI, SUMUTPOS.CO – Meskipun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2011 telah mengatur kewajiban pemberi kerja atau pengusaha untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan maupun ketenagakerjaan, namun kenyataannya masih banyak pengusaha yang membandel.
Padahal ketentuanya sudah jelas pada pasal 15 ayat 1 berbunyi “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS (kesehatan maupun ketenagakerjaan) sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti”.
Dengan berbagai alasan para pengusaha itu tak kunjung mendaftarkan karyawan, mulai dari status pekerja tidak tetap, kemampuan membayar gaji yang jauh dibawah standar upah minimum dan lain sebagainya.
Dari data BPJS Kesehatan Cabang Gunungsitoli, seratusan pengusaha dengan total pekerja sebanyak 365 orang hingga saat ini belum terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Hal itu terungkap saat Kejaksaan Negeri Gunungsitoli melakukan mediasi antara pemberi kerja dengan BPJS di aula kantor Kejari Gunungsitoli, Jalan Soekarno kelurahan pasar Gunungsitoli, Jumat (4/6).
Kasi Datun Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, Arpan Pandiangan mengatakan mediasi itu dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadi masalah hukum kedepan mengingat kewajiban pemberi kerja untuk mendaftarkan tenaga kerjanya pada BPJS Kesehatan.
“Dengan kita laksanakan mediasi ini, maka kami berharap para pengusaha atau pemberi kerja nanti bisa konsultasi dengan kami satu persatu untuk menyampaikan apa saja kesulitannya selama ini untuk dicari solusi, makanya juga kita undang BPJS di acara ini, “ jelas Arpan.
Sementara Kepala Bidang Perluasan, Pemasaran dan Pemeriksaan Peserta BPJS Kesehatan Cabang Gunungsitoli, Buara Pranata Ginting mengatakan pihaknya telah menerbitkan Surat Kuasa Khusus (SKK) ke Kejaksaan Negeri Gunungsitoli untuk melakukan tindakan terkait pemberi kerja yang tidak patuh mendaftarkan pekerjanya.
“Kita sudah melakukan kunjungan, edukasi ke lapangan, Dinas Perizinan juga sudah memberikan surat, namun tidak diindahkan oleh pemberi kerja. Sehingga BPJS Kesehatan selaku penyelenggara melimpahkan ke Kejaksaan Negeri Gunungsitoli,” terangnya.
“Kalau kita sudah terbitkan SKK itu, BPJS menyerahkan sepenuhnya ke Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, mau dituntut secara hukum atau mau digugat. Ternyata pihak Kejaksaan memilih untuk mediasi dulu,” sambungnya.
Buara mengungkapkan, sebagian besar pekerja yang ada di Kepulauan Nias khususnya di Kota Gunungsitoli merupakan pekerja tidak tetap, bahkan upah yang diterima pekerja jauh dari standar. Diketahui Upah Minimum Kota (UMK) Kota Gunungsitoli tahun 2021 sebesar Rp 2,6 juta per bulan, sementara para pekerja ada yang digaji hanya Rp 800 ribu.
“Memang benar, temuan kita dilapangan pemberi kerja tidak sanggup memberi upah sesuai UMK namun bukan berarti mereka itu tidak boleh mendapatkan haknya. Kalau pun upahnya tidak memenuhi standar UMK, tetap bisa didaftarkan ke BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Dikatakan Buara, kepersertaan BPJS Kesehatan sangat membantu, sebab anggota keluarga pekerja sudah tercover didalamnya. “Jika upahnya saja tidak memenuhi standar minimum, paling tidak pemberi kerja itu yang memakai jasa mereka harusnya mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS kesehatan,”harapnya.
Menurut Buara pelaksanaan mediasi itu cukup berjalan lancar, dari 22 pemilik badan usaha yang hadir saat itu menyanggupi dan akan mendaftarkan karyawannya dalam waktu dekat. Sementara pengusaha lainnya yang belum diundang, akan dilakukan secara bertahap
“Sebagian sudah menyanggupi, dan sebagian tadi yang datang hanya perwakilan, jadi belum bisa mengambil keputusan. Selanjutnya akan kita awasi, kami akan turun kelapangan. Kalau ada pengusaha yang tidak mematuhi komitmennya, maka pihak Kejaksaan akan memanggil kembali,” pungkasnya. (adl/ram)