TOBASA, SUMUTPOS.CO – Sekitar 200 hektare lahan persawahan di tiga desa, masing-masing Desa Sibuntuon, Marom dan Desa Dolok Saribu Janji Matogu terancam kekeringan. Penyebabnya, sejak Desember, salah satu tanggul penahan air di ruas Sungai Simarito, tepatnya di Lumban Siahaan, Desa Sibuntuon, Kecamatan Uluan jebol.
Kepala Desa Sibuntuon Maju Manurung, Senin (6/1) mengatakan, sejak Desember, tanggul tersebut sudah jebol, padahal para petani baru saja menanam padi. “Kini areal persawahan terancam kekeringan karena air tidak mengalir ke sawah. Padahal saat ini petani ingin melakukan pemupukan dasar. Saat ini mereka (petani) hanya bisa berharapa dan menunggu hujan turun agar padi mereka tidak rusak,” jelasnya.
Menurutnya, ada sekitar 200 hektare areal persawahan milik petani yang terletak di Pulo-Pulo, Lumban Sidopa, Lumban Siahaan, Lumban Toruan, Lumban Padang, Lumban Sidodol sampai lokasi persawahan Arung.
Masih Manurung, sejak bendungan Lumban Siahaan tersapu aliran Sungai Simarintop, para petani sangat kewalahan jika ingin melakukan pemupukan dasar. Sebab, hampir seluruh areal persawahan sudah mengalami kekeringan.
“Sebenarnya kita ingin melakukan gotong royong di lokasi bendungan ini. Namun, akibat ruas sungai terlalu lebar serta debit airnya besar, gotong royong bersama warga terpaksa kita urungkan dulu. Nantilah, kalau airnya sudah surut dan tak ada lagi perhatian dari pemkab memperbaikinya, warga akan kita ajak kembali bergotong royong membendung ruas sungai hingga air bisa masuk saluran,” ujarnya.
Sementara itu, Jonner Sinaga (37), warga setempat mengakui sebelum bendungan Lumban Siahaan jebol terbawa arus Sungai Simaritop, peranannya sangat besar untuk menyuplai air bagi ratusan hektare persawahan di daerah itu. Terbukti, begitu jebol bulan lalu dan tak ada niat pemerintah untuk mengatasinya, seluruh petani di daerah itu terlihat hanya bisa pasrah menunggu hujan turun.
“Mau kita bilang apalagi. Terpaksalah kami tunggu dulu hujan turun agar padi bisa dipupuk. Sejak bendungan ini jebol, semua petani di sini jadi kewalahan. Memang ada juga petani yang nekat memupuk, meski air tak ada,” paparnya. (jantro/mua)