28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Santri di Pesantren Darularafah Raya Tewas Diduga Alami Kekerasan

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Dunia pendidikan di Sumatera Utara (Sumut) tengah menjadi sorotan publik. Karena, terjadi penganiayaan terhadap seorang santri berinsial FW (14) yang tewas saat menimba ilmu di Pesantren Darularafah Raya, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, Sabtu (5/6) malam, sekitar pukul 22.00 WIB.

TEWAS: Seorang santri Pondok Pesantren Darularafah Raya tewas dan disemayamkan di rumah duka di Aceh Tamiang, Minggu (6/6).

Pelaku penganiayaan adalah senior korban, berinsial APH (17). FW tewas diduga setelah dipukul APH dibagian dada. Sehingga jatuh tersungkur dan dibawa ke klinik pesantren, lalu dinyatakan meninggal dunia. Peristiwa ini, menjadi catat buruk dunia pendidikan di tanah air ini.

Untuk pelaku, APH sudah diamankan petugas kepolisian dari Polsek Kutalimbaru. Sedangkan, korban yang merupakan warga Desa Benua Raja, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh dievakuasi dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Medan untuk menjalani otopsi.

Pimpinan Darul Arafah Raya, Ustadz Harun Lubis menjelaskan bahwa peristiwa penganiayaan tersebut, merupakan permasalahan pribadi antara korban dengan pelaku. ”Bukan perkelahian. Jadi sifatnya karena masalah pribadi senioritas. Dan itu satu orang pelakunya,” sebut Harun, Senin (7/6).

Harun menjelaskan insiden terjadi di luar asrama. Namun, masih dalam areal pesantren. Saat itu, sedang dilakukan absen terhadap santri pada malam hari.

“Selesai belajar malam, karena memang kita lagi memang sedang ujian semester. Jadi selesai belajar malam, itu ada waktu pengabsenan. Jadi anak-anak yang belajar malam baik di depan asrama, maupun yang di luar asrama, kita kumpulkan. Nah di situ mereka kejadiannya,” jelas Harun.

Sehingga, peristiwa berujung maut itu. Harun menilai permasalah personal antara pelaku dengan korban. Ia mengatakan menyerahkan keseluruhan proses hukum kepada pihak kepolisian dan siap untuk membantu proses penyeledikan.

“Iya, dalam arti kata memukul. Kalau informasi dari teman-temannya hanya sekali (memukul). Ini informasi sebelum kepolisian, kalau BAP, kami belum tahu,” tutur Harun.

Korban yang diduga dipukul dibagian dada tersungkur dan kemudian. Dibantu teman-teman FW membawanya ke klinik di pesantren tersebut. Harun mengatakan dokter bertugas di pesantren korban sudah meninggal dunia.”Yang kita hadapi, dokter yang menyatakan (korban) meninggal,” sebut Harun.

Harun mengatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang dan Kementerian Agama (Kemanag) Kabupaten Deliserdang untuk menyikapi permasalah ini.

“Terduga pelaku, kalau disesuaikan dengan disiplin, kita penganiayaan saja sudah termasuk pelanggaran berat. Pasti akan ada sanksi yang paling berat. Cuma kita akan berkoordinasi dengan pemerintahan setempat. Pihak kementerian agama, untuk menyikapi status anak kita ini. Supaya tidak menimbulkan masalah baru,” pungkas Harun.

Terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Deliserdang, Junaidi menilai kasus tewasnya, seorang santri di tangan kakak kelas di Pesantren Darularafah Raya, diduga ada kelalaian dalam pengawasan anak didik oleh pihak pengurus pesantren.

“Saya selaku Ketua LPA Deliserdang mengutuk keras peristiwa penganiayaan dilakukan kakak kelas terhadap santri pria yang berujung meninggal dunia,” sebut Ketua Deli Serdang, Junaidi dalam keterangan tertulis, kemarin.

Untuk itu, Junaidi minta Kementerian PPPA segera cabut status pesantren tersebut, ramah anak pada pesantren Darul Arafah. Ia mengungkapkan rasa ironis melihat pengawasan lemah dilakukan pengurus pesantren tersebut pada malam hari. Karena, seharusnya, sudah bisa dilakukan pencegahan. Bila pengawasan benar-benar dilakukan dengan baik. Jika ada permasalahan antara santri.

“Diberikannya status pesantren ramah anak di Darul Arafah Raya. Agar setiap santri baik pria dan wanita mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Begitu juga dengan hak-hak anak dalam proses pembelajaran di sana. Tetapi, hal tersebut berbanding terbalik dengan fakta sebenarnya,” tutur Junaidi.

Junaidi menganalisis terlalu mahal nyawa seorang santri tewas dalam menimba ilmu. Karena, diduga lemahnya pengawasan sehingga menimbulkan kekerasan dalam lingkungan pesantren tersebut.

“Kejadian tersebut masih berada di ruang lingkup pesantren. Lantas, bagaimana pengawasan pengajar serta pimpinan Pesantren Darul Arafah Raya sehingga bisa terjadi penganiayaan sampai menghilangkan nyawa santri pria,” ujar Junaidi

Atas kejadian ini, Junaidi juga meminta pimpinan Pesantren Darul Arafah Raya, H Harun Lubis bertanggungjawab. Baik secara moral maupun peraturan perundang-undangan.

“Para orangtua menitipkan anak-anaknya ke pesantren agar menimba ilmu agama dan karakter religius. Namun, harapan wali santri pasti menuai kekecewaan yang mendalam,” jelas Junaidi.

Junaidi menambahkan peristiwa ini, menjadi catatan khusus bagi pengurus pesantren tersebut, untuk melakukan pembenahan manajemen pendidikan hingga pengawasan aktivitas santri pada malam hari.

“Di mana, bisa terjadi penganiayaan sampai menghilangkan nyawa peserta didik tak diketahui oleh pihak Darul Arafah Raya. Oleh karenanya, kepala yayasan H Harun Lubis jangan berdiam diri dan bertanggung jawab,” pungkas Junaidi. (gus/ris/azw)

DELISERDANG, SUMUTPOS.CO – Dunia pendidikan di Sumatera Utara (Sumut) tengah menjadi sorotan publik. Karena, terjadi penganiayaan terhadap seorang santri berinsial FW (14) yang tewas saat menimba ilmu di Pesantren Darularafah Raya, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang, Sabtu (5/6) malam, sekitar pukul 22.00 WIB.

TEWAS: Seorang santri Pondok Pesantren Darularafah Raya tewas dan disemayamkan di rumah duka di Aceh Tamiang, Minggu (6/6).

Pelaku penganiayaan adalah senior korban, berinsial APH (17). FW tewas diduga setelah dipukul APH dibagian dada. Sehingga jatuh tersungkur dan dibawa ke klinik pesantren, lalu dinyatakan meninggal dunia. Peristiwa ini, menjadi catat buruk dunia pendidikan di tanah air ini.

Untuk pelaku, APH sudah diamankan petugas kepolisian dari Polsek Kutalimbaru. Sedangkan, korban yang merupakan warga Desa Benua Raja, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh dievakuasi dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Medan untuk menjalani otopsi.

Pimpinan Darul Arafah Raya, Ustadz Harun Lubis menjelaskan bahwa peristiwa penganiayaan tersebut, merupakan permasalahan pribadi antara korban dengan pelaku. ”Bukan perkelahian. Jadi sifatnya karena masalah pribadi senioritas. Dan itu satu orang pelakunya,” sebut Harun, Senin (7/6).

Harun menjelaskan insiden terjadi di luar asrama. Namun, masih dalam areal pesantren. Saat itu, sedang dilakukan absen terhadap santri pada malam hari.

“Selesai belajar malam, karena memang kita lagi memang sedang ujian semester. Jadi selesai belajar malam, itu ada waktu pengabsenan. Jadi anak-anak yang belajar malam baik di depan asrama, maupun yang di luar asrama, kita kumpulkan. Nah di situ mereka kejadiannya,” jelas Harun.

Sehingga, peristiwa berujung maut itu. Harun menilai permasalah personal antara pelaku dengan korban. Ia mengatakan menyerahkan keseluruhan proses hukum kepada pihak kepolisian dan siap untuk membantu proses penyeledikan.

“Iya, dalam arti kata memukul. Kalau informasi dari teman-temannya hanya sekali (memukul). Ini informasi sebelum kepolisian, kalau BAP, kami belum tahu,” tutur Harun.

Korban yang diduga dipukul dibagian dada tersungkur dan kemudian. Dibantu teman-teman FW membawanya ke klinik di pesantren tersebut. Harun mengatakan dokter bertugas di pesantren korban sudah meninggal dunia.”Yang kita hadapi, dokter yang menyatakan (korban) meninggal,” sebut Harun.

Harun mengatakan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang dan Kementerian Agama (Kemanag) Kabupaten Deliserdang untuk menyikapi permasalah ini.

“Terduga pelaku, kalau disesuaikan dengan disiplin, kita penganiayaan saja sudah termasuk pelanggaran berat. Pasti akan ada sanksi yang paling berat. Cuma kita akan berkoordinasi dengan pemerintahan setempat. Pihak kementerian agama, untuk menyikapi status anak kita ini. Supaya tidak menimbulkan masalah baru,” pungkas Harun.

Terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Deliserdang, Junaidi menilai kasus tewasnya, seorang santri di tangan kakak kelas di Pesantren Darularafah Raya, diduga ada kelalaian dalam pengawasan anak didik oleh pihak pengurus pesantren.

“Saya selaku Ketua LPA Deliserdang mengutuk keras peristiwa penganiayaan dilakukan kakak kelas terhadap santri pria yang berujung meninggal dunia,” sebut Ketua Deli Serdang, Junaidi dalam keterangan tertulis, kemarin.

Untuk itu, Junaidi minta Kementerian PPPA segera cabut status pesantren tersebut, ramah anak pada pesantren Darul Arafah. Ia mengungkapkan rasa ironis melihat pengawasan lemah dilakukan pengurus pesantren tersebut pada malam hari. Karena, seharusnya, sudah bisa dilakukan pencegahan. Bila pengawasan benar-benar dilakukan dengan baik. Jika ada permasalahan antara santri.

“Diberikannya status pesantren ramah anak di Darul Arafah Raya. Agar setiap santri baik pria dan wanita mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Begitu juga dengan hak-hak anak dalam proses pembelajaran di sana. Tetapi, hal tersebut berbanding terbalik dengan fakta sebenarnya,” tutur Junaidi.

Junaidi menganalisis terlalu mahal nyawa seorang santri tewas dalam menimba ilmu. Karena, diduga lemahnya pengawasan sehingga menimbulkan kekerasan dalam lingkungan pesantren tersebut.

“Kejadian tersebut masih berada di ruang lingkup pesantren. Lantas, bagaimana pengawasan pengajar serta pimpinan Pesantren Darul Arafah Raya sehingga bisa terjadi penganiayaan sampai menghilangkan nyawa santri pria,” ujar Junaidi

Atas kejadian ini, Junaidi juga meminta pimpinan Pesantren Darul Arafah Raya, H Harun Lubis bertanggungjawab. Baik secara moral maupun peraturan perundang-undangan.

“Para orangtua menitipkan anak-anaknya ke pesantren agar menimba ilmu agama dan karakter religius. Namun, harapan wali santri pasti menuai kekecewaan yang mendalam,” jelas Junaidi.

Junaidi menambahkan peristiwa ini, menjadi catatan khusus bagi pengurus pesantren tersebut, untuk melakukan pembenahan manajemen pendidikan hingga pengawasan aktivitas santri pada malam hari.

“Di mana, bisa terjadi penganiayaan sampai menghilangkan nyawa peserta didik tak diketahui oleh pihak Darul Arafah Raya. Oleh karenanya, kepala yayasan H Harun Lubis jangan berdiam diri dan bertanggung jawab,” pungkas Junaidi. (gus/ris/azw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/