31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Petani Karo Menjerit

Harga ini jelas tak sebanding dengan modal yang dikeluarkan oleh petani. Jangankan untung, untuk membayar upah buruh tani yang memanen saja tak mencukupi. Alhasil, petani lebih memilih membiarkan begitu saja buah cabai mereka meski sudah memasuki masa panen. “Mau bagaimana lagi, dipanen pun rugi kami. Hasil penjualan nanti tak cukup membayar upah buruh tani. Dipanen malah nombok, jadi lebih baik biarkan saja cabai itu busuk di batangnya,” lirih seorang petani cabai asal Desa Buntu, Tati br Sembiring (40).

Tati jelas nombok, karena untuk memanen cabai 100 kilogram, minimal ia harus mempekerjakan 5 orang buruh tani dengan upah Rp70 ribu. Dihitung dengan harga saat ini, 100 kilogram cabai hanya menghasilkan uang Rp400 ribu, untuk upah pekerja saja mencapai Rp350 ribu. Pengeluaran ini ditambah lagi ongkos angkutan dari desa ke pekan. “Jangankan balik modal, dipanen malah makin rugi. Hancur kali petani di Karo ini sekarang,” keluhnya.

Harga tersebut jelas tak sebanding dengan modal perawatan yang dikeluarkan para petani. Seperti biaya pemeliharaan, membeli pupuk dan obat-obatan, yang harganya kian melambung tinggi. “Kalau harga ini tak segera distabilkan, hancur semua petani cabai di Karo. Bayangkan sajalah, harga di pengepul saat ini cuma Rp3 ribu per kilogram. Jangankan mendapatkan untung, modal saja pun tak balik itu,” kesal R Ginting (35), seorang petani cabai di Kecamatan Barusjahe.

Padahal, lanjut Ginting, untuk menanam cabai membutuhkan modal puluhan juta rupiah. “Modalnya sangat besar menanam cabai ini. Mulai saat ditanam hingga berbuah, kami harus melakukan pemupukan secara rutin. Selain itu, kami juga harus memberi pupuk organik dan melakukan penyemprotan secara berkala. Padahal harga pupuk dan obat-obatan tak pernah turun harga,” ungkapnya.

Karena itu, Ginting dan para petani lain berharap, pemkab segera menstabilkan harga. “Tak usahlah tembus harga Rp80 ribu sampai Rp100 ribu per kilogram seperti kemarin. Asal harga stabil di angka Rp20 ribu saja, saya rasa petani masih dapat untung, walau hanya sedikit. Ini harga cabai termurah sepanjang masa,” pungkasnya. (deo/saz)

Harga ini jelas tak sebanding dengan modal yang dikeluarkan oleh petani. Jangankan untung, untuk membayar upah buruh tani yang memanen saja tak mencukupi. Alhasil, petani lebih memilih membiarkan begitu saja buah cabai mereka meski sudah memasuki masa panen. “Mau bagaimana lagi, dipanen pun rugi kami. Hasil penjualan nanti tak cukup membayar upah buruh tani. Dipanen malah nombok, jadi lebih baik biarkan saja cabai itu busuk di batangnya,” lirih seorang petani cabai asal Desa Buntu, Tati br Sembiring (40).

Tati jelas nombok, karena untuk memanen cabai 100 kilogram, minimal ia harus mempekerjakan 5 orang buruh tani dengan upah Rp70 ribu. Dihitung dengan harga saat ini, 100 kilogram cabai hanya menghasilkan uang Rp400 ribu, untuk upah pekerja saja mencapai Rp350 ribu. Pengeluaran ini ditambah lagi ongkos angkutan dari desa ke pekan. “Jangankan balik modal, dipanen malah makin rugi. Hancur kali petani di Karo ini sekarang,” keluhnya.

Harga tersebut jelas tak sebanding dengan modal perawatan yang dikeluarkan para petani. Seperti biaya pemeliharaan, membeli pupuk dan obat-obatan, yang harganya kian melambung tinggi. “Kalau harga ini tak segera distabilkan, hancur semua petani cabai di Karo. Bayangkan sajalah, harga di pengepul saat ini cuma Rp3 ribu per kilogram. Jangankan mendapatkan untung, modal saja pun tak balik itu,” kesal R Ginting (35), seorang petani cabai di Kecamatan Barusjahe.

Padahal, lanjut Ginting, untuk menanam cabai membutuhkan modal puluhan juta rupiah. “Modalnya sangat besar menanam cabai ini. Mulai saat ditanam hingga berbuah, kami harus melakukan pemupukan secara rutin. Selain itu, kami juga harus memberi pupuk organik dan melakukan penyemprotan secara berkala. Padahal harga pupuk dan obat-obatan tak pernah turun harga,” ungkapnya.

Karena itu, Ginting dan para petani lain berharap, pemkab segera menstabilkan harga. “Tak usahlah tembus harga Rp80 ribu sampai Rp100 ribu per kilogram seperti kemarin. Asal harga stabil di angka Rp20 ribu saja, saya rasa petani masih dapat untung, walau hanya sedikit. Ini harga cabai termurah sepanjang masa,” pungkasnya. (deo/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/