SUMUTPOS.CO – PEMERINTAH Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) bakal menjajaki komunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mengatasi problem gaji guru honor SMA/SMK saat ini. Meskipun begitu, alokasi 15 persen dari dana BOS tiap sekolah dinilai dapat membantu memenuhi sebagian besar kebutuhan tenaga pengajar honorer.
Kepala Dinas Pendidikan Sumut Arsyad Lubis mengatakan saat ini alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SAMA/SMK Negeri sedang dalam proses pencairan menunggu penerimaan laporan Rencana Anggaran Sekolah (RAS) masing-masing sekolah. Di mana pada periode triwulan pertama 2017, alokasi sebesar Rp127 miliar. Sehingga diperkirakan dua hingga tiga pekan mendatang, dana tersebut akan disampaikan.
“Dengan alokasi anggaran per siswa Rp1,4 juta, maka jika jumlah siswanya banyak, alokasi 15 persen itu bisa memenuhi pembayaran gaji guru honor. Namun memang beberapa seperti Nias Selatan, jumlah siswanya lebih sedikit jika dibandingkan dengan ketersediaan tenaga pengajar. Berbeda dengan kota besar yang jumlah siswanya cenderung lebih besar,” ujar Arsyad kepada wartawan, Senin (8/5).
Menurutnya, kecenderungan ini yang membuat sebagian daerah mengalami kekurangan karena alokasi 15 persen dari dana BOS yang diterima masih kurang untuk memenuhi pembayaran gaji guru honor. Sedangkan di perkotaan seperti Kota Medan, lanjutnya, justru anggarannya dibayarkan melalui sumbangan komite sekolah masing-masing.
“Seperti Kabupaten Madina, walaupun sekarang SAMA/SMK itu sudah kewenangan provinsi, tetapi mereka tetap menganggarkan dana APBD nya untuk membayar gaji honorer dari DAK. Apalagi kan anggaran dari pusat itu tidak berkurang walaupun sudah dialihkan ke Pemprov,” sebutnya.
Pemprov Sumut dalam hal ini katanya, akan membangun komunikasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk menangani pembayaran gaji tersebut. Sehingga sebelum hal ini menjadi tanggung jawab Pemprov Sumut melalui APBD, ada langkah yang solutif agar kebutuhan tenaga pengajar nonASN itu terpenuhi.
“Alokasi dana BOS itu kan sebesar Rp1,4 juta per siswa. Sedangkan kebutuhan belajar mengajar itu dihitung sebesar Rp4juta. Sehingga selisihnya Rp2,6 juta lagi itu lah yang menjadi kerja komite. Tetapi namanya sumbangan, bukan iuran,” jelasnya.
Pihaknya juga menghitung bahwa kebutuhan tenaga pengajar honorer di Sumut berkisar 3.000 orang. Tetap pada kenyataannya jumlahnya mencapai 11 ribu orang. Karena kemungkinan ada beberapa jenis pengangkatan seperti SK Bupati, SK Komite, SK Kepala Sekolah bahkan SK “sendiri”.