26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pengamat: Pemda dan BPN Lemah soal Pembebasan Lahan

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat transportasi Medis Sejahtera Surbakti menilai, masih menggantungnya proyek tol Medan-Binjai dan Medan-Tebingtinggi ini dikarenakan persiapan pemerintah daerah (Pemda) dan BPN tak maksimal.

“Saya pikir (peresmian) itu memang cenderung dipaksakan, supaya masyarakat juga bisa melihat bahwa pekerjaannya sudah selesai. Meski secara teknis saya merasa, sewaktu perencanaan dan pembangunan tidak ada masalah, hanya terkendala lahan saja,” ujarnya kepada Sumut Pos, Minggu (8/10).

Meski demikian, jika ditilik lebih jauh, menurut Medis, pada konteks pembangunan porsi pemerintah pusat sudah tepat. Sementara porsi pemerintah daerah pada
pembebasan lahan. “Saya pikir persiapan pemda dan BPN dalam hal ini lemah untuk kedua proyek jalan tol tersebut. Bukan masalah kontraktor ataupun konsultannya, sebab di atas kertas perencanaan sudah final,” ungkapnya.

Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara ini menyebutkan, sisi baik dari kehadiran presiden saat peresmian nanti adalah agar kendala-kendala yang terjadi selama ini dapat diselesaikan secepatnya.

“Yang kita tahu, persoalan tanah di Sumut memang kendala besar setiap ada pembangunan. Mulai dari kepemilikan yang
katanya punya Kesultanan Deli dan seterusnya, sampai sekarang kita tidak mengetahui hal tersebut,” katanya.

Ia menambahkan, komitmen pemerintah pusat dalam membangun infrastruktur di Sumut sudah jelas dan terukur. Namun dalam hal ini, kesiapan pemda yang patut
dipertanyakan dan mengecewakan. “Pemda yang saya pikir kurang cepat pergerakannya. Apalagi presiden terus memantau perkembangan infrastruktur, terlebih jaringan tol di seluruh Indonesia. Dia betul-betul punya energi yang besar untuk itu. Jadi saya pikir juga, ada hal positif dengan
kehadiran presiden nanti di mana bisa mengambil kebijakan tegas terhadap kendala yang dialami pemda,” pungkasnya.

Mengenai pembebasan lahan di Tanjung-mulia, ahli waris Sultan Deli X Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah selaku pemegang grant sultan, meminta Presiden Jokowi untuk memperhatikan hak-hak
mereka. “Kita harapkan Pak Jokowi memperhatikan hak pemilik lahan yang terkena pembangunan tol Medan-Bin-
jai,” ungkap Afrizon SH MH, selaku kuasa hukum alih waris Sultan Deli X Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah, kepada Sumut Pos, Minggu (8/10).

Afrizon juga berharap agar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, Tim Satuan Tugas Penyelesaian Ganti Rugi Pembangunan
Jalan Tol Medan-Binjai memperhatikan hak pemilik sah lahan tersebut. “Jangan mereka memperdulikan orang-orang yang tidak jelas dengan mengaku memiliki sertifikat ‘bodong’ yang hanya ingin meminta ganti rugi,”
tuturnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Pemukiman warga tampak dari atas di Jalan Tj Mulia Medan, Jumat (29/9/2017). Pemukiman tersebut rencananya akan dijadikan jalur layang Tol Medan- Binjai, namun masih terkendala pembebasan lahan.

Menyikapi tudingan adanya SHM bodong di kawasan Tanjungmulia Hilir untuk lahan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, Anggota DPRD Kota Medan Beston Sinaga mengatakan, hal itu bukan masalah.

“Pokoknya kembalikan saja ke UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Apabila tanah itu sudah dikuasai 20 tahun berturut-turut, maka dia berhak atas lahan tersebut. Pemerintah juga wajib
memberikan sertifikatnya. Kalaupun nggak dikuasai masyarakat, tempat itu juga menjadi hutan belantara,” katanya.

Beston meminta, kisruh soal ganti rugi tanah pada proyek jalan tol Medan-Binjai, dapat disederhanakan berdasar alas hak yang dimiliki masyarakat. “Yang diganti rugi oleh
pemerintah itukan bidang (tanah), bukan surat. Harusnya tidak sulit,” ujarnya.

Politisi PKPI ini mengatakan, tim aprraisal yang sudah dibentuk pemerintah, selanjutnya tinggal mengganti rugi lahan milik masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku.

“Yang pasti sesuai porsinya. Berapa yang pantas diganti untuk penggarap, pemegang SHM ataupun Grant Sultan,” ujarnya.

Karenanya dia mengimbau masyarakat untuk menyadari dan memahami kemampuan anggaran pemerintah
dalam mengganti lahan miliknya, karena pembangunan tersebut jauh lebih penting dibanding hanya terus berpolemik. “Disesuaikan saja semuanya. Orang kan membeli tanah bukan surat. Disederhanakan sajalah. Karena untuk surat bikin jalan tol tidak bisa,” katanya.

Terpisah, Humas BPN Medan Ridwan Lubis mengaku, pihaknya tidak dilibatkan dalam hal ini, termasuk soal ganti rugi tanah masyarakat di Kelurahan Tanjungmulia Hilir.

“Silahkan tanya ke kanwil (BPN Sumut). Meski wilayahnya berada di Medan, tapi urusan dan wewenangnya di tingkat satu,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (5/10) pekan lalu.

Ia menjelaskan, masalah pengadaan tanah di sana juga diakomodir Kanwil BPN Provinsi Sumut. Pihaknya hanya ikut membantu dalam hal pengukuran di lapangan. “Kalau soal ganti ruginya kami gak ikut. BPN Sumut saya rasa juga gak ikut soal itu (ganti rugi), sebab ada tim appraisal,” katanya.

Dirinya pun mengaku tidak terlibat langsung atas permasalahan ini. Termasuk mengenai tudingan salah satu kelompok masyarakat di sana, yang menyebut sebanyak 16 SHM bodong. “Tidak tahu sama sekali. Saya tidak terlibat di situ,” pungkasnya. (prn/gus/adz)

Foto: Pran Hasibuan/Sumut Pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pengamat transportasi Medis Sejahtera Surbakti menilai, masih menggantungnya proyek tol Medan-Binjai dan Medan-Tebingtinggi ini dikarenakan persiapan pemerintah daerah (Pemda) dan BPN tak maksimal.

“Saya pikir (peresmian) itu memang cenderung dipaksakan, supaya masyarakat juga bisa melihat bahwa pekerjaannya sudah selesai. Meski secara teknis saya merasa, sewaktu perencanaan dan pembangunan tidak ada masalah, hanya terkendala lahan saja,” ujarnya kepada Sumut Pos, Minggu (8/10).

Meski demikian, jika ditilik lebih jauh, menurut Medis, pada konteks pembangunan porsi pemerintah pusat sudah tepat. Sementara porsi pemerintah daerah pada
pembebasan lahan. “Saya pikir persiapan pemda dan BPN dalam hal ini lemah untuk kedua proyek jalan tol tersebut. Bukan masalah kontraktor ataupun konsultannya, sebab di atas kertas perencanaan sudah final,” ungkapnya.

Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara ini menyebutkan, sisi baik dari kehadiran presiden saat peresmian nanti adalah agar kendala-kendala yang terjadi selama ini dapat diselesaikan secepatnya.

“Yang kita tahu, persoalan tanah di Sumut memang kendala besar setiap ada pembangunan. Mulai dari kepemilikan yang
katanya punya Kesultanan Deli dan seterusnya, sampai sekarang kita tidak mengetahui hal tersebut,” katanya.

Ia menambahkan, komitmen pemerintah pusat dalam membangun infrastruktur di Sumut sudah jelas dan terukur. Namun dalam hal ini, kesiapan pemda yang patut
dipertanyakan dan mengecewakan. “Pemda yang saya pikir kurang cepat pergerakannya. Apalagi presiden terus memantau perkembangan infrastruktur, terlebih jaringan tol di seluruh Indonesia. Dia betul-betul punya energi yang besar untuk itu. Jadi saya pikir juga, ada hal positif dengan
kehadiran presiden nanti di mana bisa mengambil kebijakan tegas terhadap kendala yang dialami pemda,” pungkasnya.

Mengenai pembebasan lahan di Tanjung-mulia, ahli waris Sultan Deli X Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah selaku pemegang grant sultan, meminta Presiden Jokowi untuk memperhatikan hak-hak
mereka. “Kita harapkan Pak Jokowi memperhatikan hak pemilik lahan yang terkena pembangunan tol Medan-Bin-
jai,” ungkap Afrizon SH MH, selaku kuasa hukum alih waris Sultan Deli X Sultan Amaludin Sani Perkasa Alamsyah, kepada Sumut Pos, Minggu (8/10).

Afrizon juga berharap agar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, Tim Satuan Tugas Penyelesaian Ganti Rugi Pembangunan
Jalan Tol Medan-Binjai memperhatikan hak pemilik sah lahan tersebut. “Jangan mereka memperdulikan orang-orang yang tidak jelas dengan mengaku memiliki sertifikat ‘bodong’ yang hanya ingin meminta ganti rugi,”
tuturnya.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Pemukiman warga tampak dari atas di Jalan Tj Mulia Medan, Jumat (29/9/2017). Pemukiman tersebut rencananya akan dijadikan jalur layang Tol Medan- Binjai, namun masih terkendala pembebasan lahan.

Menyikapi tudingan adanya SHM bodong di kawasan Tanjungmulia Hilir untuk lahan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, Anggota DPRD Kota Medan Beston Sinaga mengatakan, hal itu bukan masalah.

“Pokoknya kembalikan saja ke UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Apabila tanah itu sudah dikuasai 20 tahun berturut-turut, maka dia berhak atas lahan tersebut. Pemerintah juga wajib
memberikan sertifikatnya. Kalaupun nggak dikuasai masyarakat, tempat itu juga menjadi hutan belantara,” katanya.

Beston meminta, kisruh soal ganti rugi tanah pada proyek jalan tol Medan-Binjai, dapat disederhanakan berdasar alas hak yang dimiliki masyarakat. “Yang diganti rugi oleh
pemerintah itukan bidang (tanah), bukan surat. Harusnya tidak sulit,” ujarnya.

Politisi PKPI ini mengatakan, tim aprraisal yang sudah dibentuk pemerintah, selanjutnya tinggal mengganti rugi lahan milik masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku.

“Yang pasti sesuai porsinya. Berapa yang pantas diganti untuk penggarap, pemegang SHM ataupun Grant Sultan,” ujarnya.

Karenanya dia mengimbau masyarakat untuk menyadari dan memahami kemampuan anggaran pemerintah
dalam mengganti lahan miliknya, karena pembangunan tersebut jauh lebih penting dibanding hanya terus berpolemik. “Disesuaikan saja semuanya. Orang kan membeli tanah bukan surat. Disederhanakan sajalah. Karena untuk surat bikin jalan tol tidak bisa,” katanya.

Terpisah, Humas BPN Medan Ridwan Lubis mengaku, pihaknya tidak dilibatkan dalam hal ini, termasuk soal ganti rugi tanah masyarakat di Kelurahan Tanjungmulia Hilir.

“Silahkan tanya ke kanwil (BPN Sumut). Meski wilayahnya berada di Medan, tapi urusan dan wewenangnya di tingkat satu,” ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (5/10) pekan lalu.

Ia menjelaskan, masalah pengadaan tanah di sana juga diakomodir Kanwil BPN Provinsi Sumut. Pihaknya hanya ikut membantu dalam hal pengukuran di lapangan. “Kalau soal ganti ruginya kami gak ikut. BPN Sumut saya rasa juga gak ikut soal itu (ganti rugi), sebab ada tim appraisal,” katanya.

Dirinya pun mengaku tidak terlibat langsung atas permasalahan ini. Termasuk mengenai tudingan salah satu kelompok masyarakat di sana, yang menyebut sebanyak 16 SHM bodong. “Tidak tahu sama sekali. Saya tidak terlibat di situ,” pungkasnya. (prn/gus/adz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/