KISARAN, SUMUTPOS.CO – Sekolah tutup selama pandemi Covid-19. Belajar dilakukan via daring (dalam jaringan) atau jarak jauh. Kegiatan ekstrakurikuler –biasa disingkat eskul–, pun ikut meredup. Apakah kreativitas dan bakat-bakat siswa di luar kegiatan akademik mesti ikut padam oleh Covid-19?
Menyadari eskul yang membutuhkan pertemuan tatap muka –seperti pramuka, drumband, Patroli Keamanan Sekolah (PKS), olahraga, dll– belum memungkinkan selama pandemi, guru pembina ekstrakurikuler di SMP Negeri 3 Kisaran, Sumatera Utara, Isnaini, menyiasati kegiatan pengembangan bakat dan kemampuan anak, lewat eskul yang bisa tetap tersalur lewat sistem daring.
Isnaini pun merancang eskul bidang Aku Cinta Bahasa Indonesia (ACBI): yakni pidato, cipta-baca puisi, pantun, dan mendongeng,
“Tujuan eskul ini, agar kreativitas peserta didik tetap tergali di tengah pandemi. Pidato, puisi, pantun, dan mendongeng tetap bisa digelar via daring. Kami sebut: eskul jarak jauh,” kata Isnaini, guru mapel Bahasa Indonesia yang juga salahsatu fasilitator daerah komunikasi Asahan Program Pintar Tanoto Foundation, Jumat (9/10/2020).
Langkah pertama, ia dan para guru lainnya mendata nama dan nomor hape peserta didik yang berminat mengikuti kegiatan eskul ACBI.
Awal pendataan, murid yang mendaftar masih sedikit. Karena masih sedikit, awalnya semua peserta digabung dalam satu kelompok. Jadwal latihan ditentukan setiap Senin sore.
Selanjutnya ia membuat jadwal bimbingan. Materi bimbingan antara lain materi dasar-dasar berpidato, cipta dan baca puisi, pantun, serta mendongeng. Materi dikirim melalui aplikasi WhatsApp, sedangkan konferens lewat Google Meet.
“Mengapa pakai WhatsApp dan Google Meet? Pemilihan aplikasi ini sesuai kesepakatan peserta eskul. Saya sih senang-senang saja dengan pilihan para murid. Apalagi aplikasi itu cocok untuk kebutuhan kami,” jelasnya.
Langkah selanjutnya, peserta didik diberi jadwal untuk menampilkan kegiatan eskul mereka dengan cara mengirim video berpidato, baca puisi, dan mendongeng, secara bergiliran.
Kegiatan perdananya membaca puisi. Pertama, Isnaini menyuruh anak-anak membacakan puisi karangan Sapardi Djoko Damono. Murid satu per satu disuruh membaca satu bait. Tujuannya, untuk melihat kemampuan dasar mereka membaca puisi.
“Awalnya, mereka malu-malu dan grogi. Saya tanya, apa bedanya baca puisi via daring dengan tatap muka? Jawab mereka: ‘Terasa beda saja, Bu’. Hehehe… saya sih paham. Wong, saya gurunya pun awalnya terasa gimana gitu ngajar via daring,” kekehnya.
Meski awalnya malu-malu, anak-anak tetap semangat mengikuti eskul via daring. Apalagi jika ada komentar positif dari temannya. “Yang saya amati, peserta didik makin antusias mengirim video mereka tengah berpidato, berpuisi, atau mendongeng. Saat berikutnya saya tanya bagaimana perasaan mereka, alhamdulliah, rata-rata mengaku sudah lebih santai dan lebih enjoy. Sesuatu yang membuat saya bernapas lega. Kecintaan berbahasa Indonesia meningkat, dan semangat mereka tidak padam oleh pandemi,” jelasnya antusias.
Tahap selanjutnya, jumlah peserta eskul semakin banyak. Pelajaran selanjutnya, Isnaini memberi materi mencipta pantun. Ia berharap, lewat menulis pantun, ketrampilan anak-anak mencipta semakin meningkat. “Pertama sih, saya spontan saya menyuruh mereka menulis pantun tentang corona. Alhamdullilah, ada beberapa peserta mampu menulis pantun sesuai dengan syarat-syarat pantun, meski sebagian lainnya belum memenuhi. Tapi tidak apa-apa. Masih pemula,” ungkapnya.
Setelah diberi beberapa masukan, anak-anak semakin mahir memperbaiki pantun mereka sesuai syarat-syarat pantun. Inilah salahsatu pantun ciptaan anak-anak.
Jalan-jalan ke kota pelajar
Jangan lupa membeli patung
Bagaimanakah caramu belajar?
Walaupun pandemi Corona berlangsung?
Padang pasir tandus dan kering
Koboi berlari membawa karung
Saya belajar secara daring
Selama pandemi Corona berlangsung
“Di akhir kegiatan, mereka menulis pantun berbalasan dengan temannya. Temanya berbeda-beda. Mulai dari corona, tetap semangat BDR, tetap mengikuti protokol kesehatan, dan seterusnya. Pemilihan tema ini agar mereka tetap ingat masih dalam suasana pandemi,” lanjutnya.
Tahap yang mengembirakan Isnaini, jumlah anak diri yang mendaftar ikut eskul ACBI semakin banyak. Ia pun membuat grup wa sesuai bidang yang diminati anak-anak didik. “Saya berusaha mengotimalkan eskul via daring ini, agar generasi milineal ini tidak mati kreativitasnya,” sebutnya.
Ia senang, karena orang tua murid mendukung kegiatan eskul tersebut.
Mengapa Isnaini tetap keukeuh melanjutkan kegiatan eskul di tengah pandemi? Kata dia, tak ingin kreativitas anak-anak didiknya mandeg gara-gara pandemi. Ia juga rindu menyaksikan anak-anak asah bakat-bakat terpendamnya. “Jika sebelum pandemi, anak-anak punya kesempatan meneriakkan pusinya dengan lantang di halaman sekolah setiap hari Selasa dan Rabu, setelah pandemi, teriakan itu hilang. Saya ingin, suara lantang itu terdengar lagi. Wajah malu-malu ketika mereka berpidato itu terlihat lagi,” cetusnya penuh semangat. (rel/mea)