28 C
Medan
Friday, May 17, 2024

224 Warga Sumut Dipasung

Hery juga mengungkapkan berbagai kendala dalam menangani orang agar tidak lagi dipasung. Kendalanya seperti kurangnya dokter spesialis kejiwaan, hanya berjumlah 47 tenaga medis yang mayoritas dari Medan.

Dari 34 rumah sakit umum daerah (RSUD) yang memberikan pelayanan jiwa, 12 dokternya dari Medan. Itupun datangnya hanya seminggu sekali. Selain itu, masih sedikitnya anggaran kabupaten/kota, bahkan masih ada belum memiliki anggaran untuk kesehatan jiwa.

“Penyebab kurangnya kesadaran masyarakat mengatasi masalah ini adalah, salah satunya masih banyak menganggap kasus ini terjadi akibat gangguan jiwa, sehingga keluarga lebih memilih membawa ke dukun ketimbang ke pelayanan kesehatan,” tambahnya.

Kendala lainnya, lanjut Hery, masih adanya stigma masyarakat terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang mayoritas tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan karena tidak tercantum di kartu keluarga.

Hery berharap masalah pasung ini harus diatasi dengan kerja sama lintas sektor dan daerah, Disdukcapil, Bappeda, DPRD serta pihak terkait lainnya. Selain itu harus ada anggaran lebih dari pemerintah untuk mengatasi masalah pasung ini. “Sebenarnya mengatasi ODGJ yang dipasung bukan hanya masalah kesehatan saja, melainkan adanya kerja sama lintas sektor,” ucapnya.

Dinkes menurut Hery, sudah menyediakan obat, melakukan bimbingan teknik serta meningkatkan kapasitas petugas dengan melakukan pelatihan bagi petugas Puskesmas mengatasi masalah pasung.

Terpisah, Dr dr Elmeida Effendy Mked KJ SpKJ (K) mengatakan, gangguan jiwa sebenarnya dapat disembuhkan. Jenis gangguan jiwa sangat beragam mulai dari yang ringan hingga berat. ” Untuk taraf ringan bisa sembuh sempurna, tapi yang berat itu tergantung penatalaksanaannya, ” ujar Elmeida.

Bagi pengidap gangguan jiwa berat, kata Elmeida, ada juga yang sembuh hanya saja selain obat terapi non-medikamentosa harus dilakukan, seperti terapi perilaku kognitif, psikoterapi, latihan relaksasi, dan terapi kelompok. “Yang penting adalah selalu mengevaluasi ulang kondisi kejiwaan seseorang pasien secara berkala. Misalnya, enam bulan sekali dengan check up untuk kondisi fisik,” tandasnya. (ain/azw)

Hery juga mengungkapkan berbagai kendala dalam menangani orang agar tidak lagi dipasung. Kendalanya seperti kurangnya dokter spesialis kejiwaan, hanya berjumlah 47 tenaga medis yang mayoritas dari Medan.

Dari 34 rumah sakit umum daerah (RSUD) yang memberikan pelayanan jiwa, 12 dokternya dari Medan. Itupun datangnya hanya seminggu sekali. Selain itu, masih sedikitnya anggaran kabupaten/kota, bahkan masih ada belum memiliki anggaran untuk kesehatan jiwa.

“Penyebab kurangnya kesadaran masyarakat mengatasi masalah ini adalah, salah satunya masih banyak menganggap kasus ini terjadi akibat gangguan jiwa, sehingga keluarga lebih memilih membawa ke dukun ketimbang ke pelayanan kesehatan,” tambahnya.

Kendala lainnya, lanjut Hery, masih adanya stigma masyarakat terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang mayoritas tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK), sehingga tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan karena tidak tercantum di kartu keluarga.

Hery berharap masalah pasung ini harus diatasi dengan kerja sama lintas sektor dan daerah, Disdukcapil, Bappeda, DPRD serta pihak terkait lainnya. Selain itu harus ada anggaran lebih dari pemerintah untuk mengatasi masalah pasung ini. “Sebenarnya mengatasi ODGJ yang dipasung bukan hanya masalah kesehatan saja, melainkan adanya kerja sama lintas sektor,” ucapnya.

Dinkes menurut Hery, sudah menyediakan obat, melakukan bimbingan teknik serta meningkatkan kapasitas petugas dengan melakukan pelatihan bagi petugas Puskesmas mengatasi masalah pasung.

Terpisah, Dr dr Elmeida Effendy Mked KJ SpKJ (K) mengatakan, gangguan jiwa sebenarnya dapat disembuhkan. Jenis gangguan jiwa sangat beragam mulai dari yang ringan hingga berat. ” Untuk taraf ringan bisa sembuh sempurna, tapi yang berat itu tergantung penatalaksanaannya, ” ujar Elmeida.

Bagi pengidap gangguan jiwa berat, kata Elmeida, ada juga yang sembuh hanya saja selain obat terapi non-medikamentosa harus dilakukan, seperti terapi perilaku kognitif, psikoterapi, latihan relaksasi, dan terapi kelompok. “Yang penting adalah selalu mengevaluasi ulang kondisi kejiwaan seseorang pasien secara berkala. Misalnya, enam bulan sekali dengan check up untuk kondisi fisik,” tandasnya. (ain/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/