30.7 C
Medan
Saturday, June 15, 2024

Standar Tinggi PTAR Menjaga Lingkungan, Risiko Asam Batu Buangan Dikendalikan Secara Alami

SUMUTPOS.CO – Di Tambang Emas Martabe, pembangunan tanggul Tailing Storage Facility (TSF) dan fasilitas tailing kedua bertujuan untuk menampung hampir semua batu buangan yang dihasilkan selama umur tambang.

ANGKUT: Lalu lintas truk pengangkut buangan (dump truk) yang memuat biji (ore) dari Plt Purnama menuju pabrik pengolahaan.

“Dengan demikian, tidak seperti kebanyakan wilayah operasi tambang lain, Perusahaan tidak perlu menempatkan batu buangan di tempat penimbunan batu buangan yang besar,” kata Presiden Direktur PT Agincourt Resources (PTAR), Muliady Sutio, seperti dikutip dari Annual Report 2020 PT Agincourt Resources, kemarin.

Seperti tipikal tambang logam, sebagian batuan sisa hasil penambangan di Martabe mengandung mineral sulfide, yang jika terpapar ke atmosfer akan menghasilkan asam. Jika tidak terkontrol, ini dapat menghasilkan lindi asam tinggi logam setelah hujan. Proses ini menghasilkan air asam tambang.

“Di Tambang Emas Martabe, risiko air asam tambang berhasil dikelola dengan pencegahan bahan yang berpotensi membentuk asam di dalam tanggul TSF melalui lapisan batuan yang dipadatkan untuk meminimalkan masuknya oksigen,” jelas Muliady.

Metode pengendalian ini mencerminkan praktik kerja unggulan Perusahaan. Pengukuran yang dilakukan Perusahaan pada tahun 2020 memverifikasi keefektifan metode ini.

Selain itu, semua limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan di Tambang Emas Martabe dikirim ke fasilitas pengolahan limbah yang telah memiliki izin. Pada tahun 2020, 419 ton limbah dikelola sesuai dengan peraturan dan tanpa adanya insiden.

Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Muliady juga menjelaskan, bahwa Tambang Emas Martabe terletak di perbatasan Hutan Batangtoru, memiliki ekosistem dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi. Lokasi ini merupakan habitat dari sejumlah spesies yang terancam punah termasuk Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) dan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).

“Secara umum, jejak luas Tambang Emas Martabe tidak signifikan jika dibandingkan dengan total luas ekosistem ini. Namun demikian, dampak terhadap keanekaragaman hayati akibat pembukaan hutan dan kegiatan tambang lainnya, diakui oleh Perusahaan sebagai aspek lingkungan yang signifikan dari operasi tambang, yang memerlukan pengelolaan yang cermat.

Untuk itu, PTAR membuat kode etik Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dengan mengatur kewajiban operasional perlindungan keanekaragaman hayati. Seperti minimalisasi pembukaan lahan yang tidak perlu, dan pemulihan habitat hutan sebagai bagian dari penutupan tambang.

Adapun hasil kegiatan dukungan perusahaan terhadap keanekaragaman hayati di tahun 2020 adalah antara lain tidak adanya pembukaan lahan tanpa izin di lapangan .

Kemudian, PTAR berhasil melakukan rehabilitasi area yang rusak seluas 3,8 hektar di tahun 2020 dan menjadikan total area rehabilitasi di site menjadi seluas 23,8 hektar.

Selanjutnya pelaksanaan kegiatan rehabilitasi melalui penanaman 3.640 bibit pohon. Juga ada Pembaruan Kode Praktik – Manajemen Keanekaragaman Hayati, yang mendukung kontrol yang lebih ketat, terutama dalam tahap perencanaan proyek baru.

Selanjutnya, survei keanekaragaman hayati dilakukan secara detail di area fasilitas tailing kedua yang sedang direncanakan, termasuk partisipasi tiga universitas di Indonesia dengan keahlian di bidang ekologi hutan.

PTAR juga member dukungan berkelanjutan untuk Scorpion Foundation, sebuah organisasi non-pemerintah berbasis di Medan yang menargetkan penangkapan ilegal dan perdagangan spesies yang terancam.

“Kemudian dukungan terhadap program yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pelepasan Harimau Sumatera ke Taman Nasional Gunung Leuser,” tutupnya. (mea)

SUMUTPOS.CO – Di Tambang Emas Martabe, pembangunan tanggul Tailing Storage Facility (TSF) dan fasilitas tailing kedua bertujuan untuk menampung hampir semua batu buangan yang dihasilkan selama umur tambang.

ANGKUT: Lalu lintas truk pengangkut buangan (dump truk) yang memuat biji (ore) dari Plt Purnama menuju pabrik pengolahaan.

“Dengan demikian, tidak seperti kebanyakan wilayah operasi tambang lain, Perusahaan tidak perlu menempatkan batu buangan di tempat penimbunan batu buangan yang besar,” kata Presiden Direktur PT Agincourt Resources (PTAR), Muliady Sutio, seperti dikutip dari Annual Report 2020 PT Agincourt Resources, kemarin.

Seperti tipikal tambang logam, sebagian batuan sisa hasil penambangan di Martabe mengandung mineral sulfide, yang jika terpapar ke atmosfer akan menghasilkan asam. Jika tidak terkontrol, ini dapat menghasilkan lindi asam tinggi logam setelah hujan. Proses ini menghasilkan air asam tambang.

“Di Tambang Emas Martabe, risiko air asam tambang berhasil dikelola dengan pencegahan bahan yang berpotensi membentuk asam di dalam tanggul TSF melalui lapisan batuan yang dipadatkan untuk meminimalkan masuknya oksigen,” jelas Muliady.

Metode pengendalian ini mencerminkan praktik kerja unggulan Perusahaan. Pengukuran yang dilakukan Perusahaan pada tahun 2020 memverifikasi keefektifan metode ini.

Selain itu, semua limbah industri Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan di Tambang Emas Martabe dikirim ke fasilitas pengolahan limbah yang telah memiliki izin. Pada tahun 2020, 419 ton limbah dikelola sesuai dengan peraturan dan tanpa adanya insiden.

Perlindungan Keanekaragaman Hayati

Muliady juga menjelaskan, bahwa Tambang Emas Martabe terletak di perbatasan Hutan Batangtoru, memiliki ekosistem dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi. Lokasi ini merupakan habitat dari sejumlah spesies yang terancam punah termasuk Orangutan Tapanuli (Pongo Tapanuliensis) dan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae).

“Secara umum, jejak luas Tambang Emas Martabe tidak signifikan jika dibandingkan dengan total luas ekosistem ini. Namun demikian, dampak terhadap keanekaragaman hayati akibat pembukaan hutan dan kegiatan tambang lainnya, diakui oleh Perusahaan sebagai aspek lingkungan yang signifikan dari operasi tambang, yang memerlukan pengelolaan yang cermat.

Untuk itu, PTAR membuat kode etik Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dengan mengatur kewajiban operasional perlindungan keanekaragaman hayati. Seperti minimalisasi pembukaan lahan yang tidak perlu, dan pemulihan habitat hutan sebagai bagian dari penutupan tambang.

Adapun hasil kegiatan dukungan perusahaan terhadap keanekaragaman hayati di tahun 2020 adalah antara lain tidak adanya pembukaan lahan tanpa izin di lapangan .

Kemudian, PTAR berhasil melakukan rehabilitasi area yang rusak seluas 3,8 hektar di tahun 2020 dan menjadikan total area rehabilitasi di site menjadi seluas 23,8 hektar.

Selanjutnya pelaksanaan kegiatan rehabilitasi melalui penanaman 3.640 bibit pohon. Juga ada Pembaruan Kode Praktik – Manajemen Keanekaragaman Hayati, yang mendukung kontrol yang lebih ketat, terutama dalam tahap perencanaan proyek baru.

Selanjutnya, survei keanekaragaman hayati dilakukan secara detail di area fasilitas tailing kedua yang sedang direncanakan, termasuk partisipasi tiga universitas di Indonesia dengan keahlian di bidang ekologi hutan.

PTAR juga member dukungan berkelanjutan untuk Scorpion Foundation, sebuah organisasi non-pemerintah berbasis di Medan yang menargetkan penangkapan ilegal dan perdagangan spesies yang terancam.

“Kemudian dukungan terhadap program yang dipimpin oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk pelepasan Harimau Sumatera ke Taman Nasional Gunung Leuser,” tutupnya. (mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/