29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ikan Bilih, si Kecil Pembersih Air Danau

PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Danau Toba pernah memiliki ikan endemik pora-pora (Puntius binotatus). Sejak tahun 90-an, ikan pora-pora makin jarang terlihat.

Kemudian tahun 2004 silam, ada ikan kecil mirip pora-pora yang merajalela di Danau Toba, yakni sejak bibitnya ditaburkan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namanya ikan bilih, ikan pemakan detritus (sampah organik) yang diintroduksi dari Danau Singkarak. Karena mirip, warga sekitar Danau Toba tetap menyebutnya ikan pora-pora.

Ikan bilih, menurut Friska Saragih, Manajer Lingkungan Regal Spring Indonesia (RSI), dikenal sebagai ikan pembersih danau. Ia memakan segalanya. Sisa pakan ikan, kotoran ikan, plankton, bahkan batu pun bisa ditemukan di perutnya.

“Ikan ini cocok dibudidayakan di Danau Toba, menjadi predator alami sampah organik,” cetusnya.

Sayangnya, masyarakat nelayan melakukan overfishing. Masyarakat menangkap ikan bilih di muara sungai yang airnya relatif agak hangat, tempat induk-induk ikan suka bergerombol hendak bertelur. Jaring yang digunakan juga jaring rapat, sehingga selain induknya, ikan bilih yang kecil-kecil pun ikut terjaring.

“Dalam 1 bagan, nelayan dapat menangkap ikan bilih hingga 400 kg per malam dengan menggunakan lampu. Ikan-ikan itu kemudian dikeringkan, dan dijual ke Padang sebagai ikan pora-pora. Dampaknya, populasi ikan-ikan ini menurun di tahun 2014 dan makin jarang tahun 2016,” kata Friska.

Padahal, lanjutnya, Danau Toba sangat cocok untuk populasi ikan bilih. Buktinya, pernah ditemukan ikan bilih berukuran 17 cm, lebih besar dari ukuran di populasi aslinya di Danau Singkarak.

Saat ini, sulit menemukan ikan bilih di perairan Danau Toba. Selain karena overfishing, ikan kaca-kaca juga memakan anak-anak ikan bilih. Udang lobster air tawar — yang belakangan merajalela di Danau Toba— juga diduga menjadi predator ikan bilih.

Regal Spring Indonesia sudah pernah mencoba membawa bibit ikan bilih dari Danau Singkarak ke Danau Toba. Sayang, ada masalah teknis yang menyebabkan ikan mati di perjalanan. “Ikan bilih sangat rentan. Lecet sedikit saja bisa mati,” katanya.

Meski demikian, ia berharap RSI dapat mengembalikan ikan bilih ke danau Toba, berkoordinasi dengan Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, M.S, ahli perikanan dan ilmu kelautan, sekaligus peneliti ikan bilih dari Universitas Bung Hatta. (mea)

PARAPAT, SUMUTPOS.CO – Danau Toba pernah memiliki ikan endemik pora-pora (Puntius binotatus). Sejak tahun 90-an, ikan pora-pora makin jarang terlihat.

Kemudian tahun 2004 silam, ada ikan kecil mirip pora-pora yang merajalela di Danau Toba, yakni sejak bibitnya ditaburkan Presiden Megawati Soekarnoputri. Namanya ikan bilih, ikan pemakan detritus (sampah organik) yang diintroduksi dari Danau Singkarak. Karena mirip, warga sekitar Danau Toba tetap menyebutnya ikan pora-pora.

Ikan bilih, menurut Friska Saragih, Manajer Lingkungan Regal Spring Indonesia (RSI), dikenal sebagai ikan pembersih danau. Ia memakan segalanya. Sisa pakan ikan, kotoran ikan, plankton, bahkan batu pun bisa ditemukan di perutnya.

“Ikan ini cocok dibudidayakan di Danau Toba, menjadi predator alami sampah organik,” cetusnya.

Sayangnya, masyarakat nelayan melakukan overfishing. Masyarakat menangkap ikan bilih di muara sungai yang airnya relatif agak hangat, tempat induk-induk ikan suka bergerombol hendak bertelur. Jaring yang digunakan juga jaring rapat, sehingga selain induknya, ikan bilih yang kecil-kecil pun ikut terjaring.

“Dalam 1 bagan, nelayan dapat menangkap ikan bilih hingga 400 kg per malam dengan menggunakan lampu. Ikan-ikan itu kemudian dikeringkan, dan dijual ke Padang sebagai ikan pora-pora. Dampaknya, populasi ikan-ikan ini menurun di tahun 2014 dan makin jarang tahun 2016,” kata Friska.

Padahal, lanjutnya, Danau Toba sangat cocok untuk populasi ikan bilih. Buktinya, pernah ditemukan ikan bilih berukuran 17 cm, lebih besar dari ukuran di populasi aslinya di Danau Singkarak.

Saat ini, sulit menemukan ikan bilih di perairan Danau Toba. Selain karena overfishing, ikan kaca-kaca juga memakan anak-anak ikan bilih. Udang lobster air tawar — yang belakangan merajalela di Danau Toba— juga diduga menjadi predator ikan bilih.

Regal Spring Indonesia sudah pernah mencoba membawa bibit ikan bilih dari Danau Singkarak ke Danau Toba. Sayang, ada masalah teknis yang menyebabkan ikan mati di perjalanan. “Ikan bilih sangat rentan. Lecet sedikit saja bisa mati,” katanya.

Meski demikian, ia berharap RSI dapat mengembalikan ikan bilih ke danau Toba, berkoordinasi dengan Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, M.S, ahli perikanan dan ilmu kelautan, sekaligus peneliti ikan bilih dari Universitas Bung Hatta. (mea)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/