27.8 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Omongan Anggota DPRD Sumut Bikin Resah Korban Sinabung


JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyesalkan pernyataan aggota DPRD Sumut Yasyir Ridho Loebis terkait status lahan milik warga tiga desa di lereng Gunung Sinabung, yang akan direlokasi.

Pernyataan Yasyir yang menyebut lahan yang nantinya ditinggalkan oleh warga tiga desa itu telah diambil alih pemerintah sebagai tanah milik negara, berpotensi memicu keresahan warga dimaksud.

Pasalnya, menurut Sutopo, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan status tanah di Desa Suka Meriah Kecamatan Payung, serta Desa Bekerah dan Simacem di Kecamatan Naman Teran itu.

“Sebaiknya jangan mengeluarkan pernyataan jika belum paham masalahnya karena bisa memicu keresahan warga. Memang lahan relokasi itu statusnya pinjam pakai, tapi lahan yang ditinggalkan di tiga desa itu, sampai sekarang belum diputuskan,” ujar Sutopo kepada JPNN.

Diberitakan Sumut Pos, Senin (10/11), Yasyir Ridho mengatakan, mekanisme relokasi harus menggunakan prinsip berkeadilan. Dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumut itu, lahan lama telah diambil alih negara tapi lahan baru di tempat relokasi, sifanya hanya pinjam pakai.

Sutopo memastikan, penetapan status lahan di tiga desa itu nantinya akan dibahas dengan melibatkan warga, juga pemda, termasuk juga DPRD. “Terutama warga yang akan direlokasi, nanti juga akan diajak bicara,” kata Sutopo.

Dijelaskan pria bergelar doktor itu, pemerintah tidak akan gegabah dalam menetapkan status lahan dimaksud. Berdasarkan pengalaman relokasi warga di sejumlah daerah yang terkena bencana, memang masalah seperti ini tidak lah mudah.

“Biasanya, misalnya lahan akan dijadikan hutan lindung, masyarakat gak mau karena merasa masih punya keterikatan dengan tanah itu. Ini menyangkut masalah sosial dan psikologis,” ujarnya.

Masalah lain yang harus dibicarakan dengan baik, lanjutnya, jika ada warga yang merasa tanahnya di desa yang ditinggalkan, lebih luas dibandingkan tanah relokasi yang akan dia tempati.

“Di desa tanahnya dua hektar, di tempat baru hanya satu hektar misalnya, ini juga harus dibahas dengan warga. Jadi, relokasi itu bukan hanya masalah memindahkan tempat tinggal, tapi juga memindahkan mata pencaharian, memindahkan tempat bermain (bagi anak-anak, red), dan sebagainya,” ulas Sutopo.

Terakhir, dia katakan bahwa keberhasilan relokasi sangat tergantung dari peran serta pemda. Jika unsur pemda, termasuk DPRD-nya, bisa memberikan sosialisasi yang baik kepada warganya, maka relokasi bisa berjalan mulus. “Jangan malah membuat pernyataan yang memicu keresahan,” pungkas Sutopo. (sam/jpnn)


JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyesalkan pernyataan aggota DPRD Sumut Yasyir Ridho Loebis terkait status lahan milik warga tiga desa di lereng Gunung Sinabung, yang akan direlokasi.

Pernyataan Yasyir yang menyebut lahan yang nantinya ditinggalkan oleh warga tiga desa itu telah diambil alih pemerintah sebagai tanah milik negara, berpotensi memicu keresahan warga dimaksud.

Pasalnya, menurut Sutopo, hingga saat ini pemerintah belum memutuskan status tanah di Desa Suka Meriah Kecamatan Payung, serta Desa Bekerah dan Simacem di Kecamatan Naman Teran itu.

“Sebaiknya jangan mengeluarkan pernyataan jika belum paham masalahnya karena bisa memicu keresahan warga. Memang lahan relokasi itu statusnya pinjam pakai, tapi lahan yang ditinggalkan di tiga desa itu, sampai sekarang belum diputuskan,” ujar Sutopo kepada JPNN.

Diberitakan Sumut Pos, Senin (10/11), Yasyir Ridho mengatakan, mekanisme relokasi harus menggunakan prinsip berkeadilan. Dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Sumut itu, lahan lama telah diambil alih negara tapi lahan baru di tempat relokasi, sifanya hanya pinjam pakai.

Sutopo memastikan, penetapan status lahan di tiga desa itu nantinya akan dibahas dengan melibatkan warga, juga pemda, termasuk juga DPRD. “Terutama warga yang akan direlokasi, nanti juga akan diajak bicara,” kata Sutopo.

Dijelaskan pria bergelar doktor itu, pemerintah tidak akan gegabah dalam menetapkan status lahan dimaksud. Berdasarkan pengalaman relokasi warga di sejumlah daerah yang terkena bencana, memang masalah seperti ini tidak lah mudah.

“Biasanya, misalnya lahan akan dijadikan hutan lindung, masyarakat gak mau karena merasa masih punya keterikatan dengan tanah itu. Ini menyangkut masalah sosial dan psikologis,” ujarnya.

Masalah lain yang harus dibicarakan dengan baik, lanjutnya, jika ada warga yang merasa tanahnya di desa yang ditinggalkan, lebih luas dibandingkan tanah relokasi yang akan dia tempati.

“Di desa tanahnya dua hektar, di tempat baru hanya satu hektar misalnya, ini juga harus dibahas dengan warga. Jadi, relokasi itu bukan hanya masalah memindahkan tempat tinggal, tapi juga memindahkan mata pencaharian, memindahkan tempat bermain (bagi anak-anak, red), dan sebagainya,” ulas Sutopo.

Terakhir, dia katakan bahwa keberhasilan relokasi sangat tergantung dari peran serta pemda. Jika unsur pemda, termasuk DPRD-nya, bisa memberikan sosialisasi yang baik kepada warganya, maka relokasi bisa berjalan mulus. “Jangan malah membuat pernyataan yang memicu keresahan,” pungkas Sutopo. (sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/