33.9 C
Medan
Friday, May 10, 2024

PDIP Sumut Curiga Ada Money Politics hingga Rp100 M, Turunkan Tim Investigasi ke Samosir dan Karo

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumut menurunkan tim untuk melakukan investigasi ke Kabupaten Samosir dan Karo yang menggelar Pilkada Serentak 2020. Investigasi dilakukan terkait dugaan money politics di dua kabupaten tersebut. Bahkan, di Samosir diduga politik uang mencapai total hingga Rp100 miliar.

KETeRANGAN: Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat memberi keterangan kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
KETeRANGAN: Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat memberi keterangan kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat menyatakan, tim yang diturunkan juga termasuk dari Jakarta, yang berkoordinasi dengan Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat, untuk melakukan investigasi dugaan money politics secara masif. “Tim tersebut turun pada dua kabupaten yaitu Samosir dan Karo, karena menurut informasi dari masyarakat adanya dugaan melakukan praktik money politic secara masif dan luar biasa,” kata Djarot di kantor DPD PDIP Sumut Jalan Jamin Ginting, Medan, Kamis (10/12).

Djarot mengaku, dugaan money politics itu menurutnya hampir tidak masuk akal karena di Samosir hanya ada 9 kecamatan. Selain itu, jumlah pemilihnya sekitar 200 ribu orang. “Mengeluarkan uang sampai segitu niatnya apa? Bagaimana kita bisa membangun suatu daerah apabila pengeluaran biaya untuk itu mencapai nilai yang fantastis? Dugaan tersebut saya dapatkan ketika turun ke Samosir (beberapa waktu lalu),” ujarnya.

Ia menyebutkan, dugaan money politics sampai mengeluarkan hingga Rp100 miliar tentunya tersistematis dan diduga melibatkan penyelenggara Pemilu. “Kita tidak ini praktik kotor tersebut akan ditetap diteruskan,” ucap Djarot.

Dia mengatakan, selain di Samosir, dugaan politik kotor tersebut juga disinyalir terjadi di Karo.

“Kita sudah sampaikan di sana untuk stop money politic. Ada beberapa pihak yang bilang ke saya, enggak bisa menang tanpa money politic. Lantas, saya jawab tidak bisa dan kita harus betul-betul memutus mata rantai politik uang ini. Hal itu supaya calon kita yang menang tidak punya beban. Tidak tersandra dengan pengeluaran yang besar, sehingga benar-benar berkomitmen untuk membangun Kabupaten Karo,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Dicontohkan Djarot, ada 3 kecamatan misalnya di Karo dengan tingkat partisipasi pemilihnya sekitar 50 sekian persen. Namun, anehnya paslon yang meraih suara sampai sekitar 70 persen partisipasi pemilih. Artinya, jumlah suara yang diperoleh melebihi dari partisipasi pemilih. “Jadi dari data salinan C1-KWK yang masuk ke kami, di kecamatan cuma 50 persen partisipasi pemilihnya. Tetapi, setelah penghitungan suara ternyata perolehan suaranya mencapai 70 persen. Hal ini berarti ada dugaan penggelembungan suara,” ungkap dia.

Ia melanjutkan, hal ini tentunya pendidikan politik demokrasi yang tidak sehat. Maka dari itu, harus diakhiri supaya demokrasi di negeri ini semakin dewasa dan sehat. Dengan begitu, otomatis melahirkan pemimpin-pemimpin yang semakin baik dan melayani rakyat sepenuh hati. Bukan karena gengsi, ego, tapi karena tuntutan sebagai pelayan rakyat. “Pengeluaran atau biaya politik itu pasti. Akan tetapi, kalau bagi-bagi uang misalnya Rp200 ribu per orang maka jelas tidak sehat,” tegasnya.

Oleh sebab itu, sambung Djarot, pihaknya menurunkan tim guna mengumpulkan bukti-bukti. Kemudian, akan melakukan upaya hukum kepada KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) hingga Mahkamah Konstitusi. “Makanya, kita melakukan upaya-upaya hukum dengan menurunkan tim ke Samosir dan Karo untuk melakukan investigasi. Hasilnya seperti apa, kita masih menunggu dari tim tersebut,” pungkasnya. (ris/azw)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sumut menurunkan tim untuk melakukan investigasi ke Kabupaten Samosir dan Karo yang menggelar Pilkada Serentak 2020. Investigasi dilakukan terkait dugaan money politics di dua kabupaten tersebut. Bahkan, di Samosir diduga politik uang mencapai total hingga Rp100 miliar.

KETeRANGAN: Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat memberi keterangan kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
KETeRANGAN: Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat memberi keterangan kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Ketua DPD PDIP Sumut Djarot Saiful Hidayat menyatakan, tim yang diturunkan juga termasuk dari Jakarta, yang berkoordinasi dengan Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat, untuk melakukan investigasi dugaan money politics secara masif. “Tim tersebut turun pada dua kabupaten yaitu Samosir dan Karo, karena menurut informasi dari masyarakat adanya dugaan melakukan praktik money politic secara masif dan luar biasa,” kata Djarot di kantor DPD PDIP Sumut Jalan Jamin Ginting, Medan, Kamis (10/12).

Djarot mengaku, dugaan money politics itu menurutnya hampir tidak masuk akal karena di Samosir hanya ada 9 kecamatan. Selain itu, jumlah pemilihnya sekitar 200 ribu orang. “Mengeluarkan uang sampai segitu niatnya apa? Bagaimana kita bisa membangun suatu daerah apabila pengeluaran biaya untuk itu mencapai nilai yang fantastis? Dugaan tersebut saya dapatkan ketika turun ke Samosir (beberapa waktu lalu),” ujarnya.

Ia menyebutkan, dugaan money politics sampai mengeluarkan hingga Rp100 miliar tentunya tersistematis dan diduga melibatkan penyelenggara Pemilu. “Kita tidak ini praktik kotor tersebut akan ditetap diteruskan,” ucap Djarot.

Dia mengatakan, selain di Samosir, dugaan politik kotor tersebut juga disinyalir terjadi di Karo.

“Kita sudah sampaikan di sana untuk stop money politic. Ada beberapa pihak yang bilang ke saya, enggak bisa menang tanpa money politic. Lantas, saya jawab tidak bisa dan kita harus betul-betul memutus mata rantai politik uang ini. Hal itu supaya calon kita yang menang tidak punya beban. Tidak tersandra dengan pengeluaran yang besar, sehingga benar-benar berkomitmen untuk membangun Kabupaten Karo,” ucap mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Dicontohkan Djarot, ada 3 kecamatan misalnya di Karo dengan tingkat partisipasi pemilihnya sekitar 50 sekian persen. Namun, anehnya paslon yang meraih suara sampai sekitar 70 persen partisipasi pemilih. Artinya, jumlah suara yang diperoleh melebihi dari partisipasi pemilih. “Jadi dari data salinan C1-KWK yang masuk ke kami, di kecamatan cuma 50 persen partisipasi pemilihnya. Tetapi, setelah penghitungan suara ternyata perolehan suaranya mencapai 70 persen. Hal ini berarti ada dugaan penggelembungan suara,” ungkap dia.

Ia melanjutkan, hal ini tentunya pendidikan politik demokrasi yang tidak sehat. Maka dari itu, harus diakhiri supaya demokrasi di negeri ini semakin dewasa dan sehat. Dengan begitu, otomatis melahirkan pemimpin-pemimpin yang semakin baik dan melayani rakyat sepenuh hati. Bukan karena gengsi, ego, tapi karena tuntutan sebagai pelayan rakyat. “Pengeluaran atau biaya politik itu pasti. Akan tetapi, kalau bagi-bagi uang misalnya Rp200 ribu per orang maka jelas tidak sehat,” tegasnya.

Oleh sebab itu, sambung Djarot, pihaknya menurunkan tim guna mengumpulkan bukti-bukti. Kemudian, akan melakukan upaya hukum kepada KPU, Bawaslu, DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) hingga Mahkamah Konstitusi. “Makanya, kita melakukan upaya-upaya hukum dengan menurunkan tim ke Samosir dan Karo untuk melakukan investigasi. Hasilnya seperti apa, kita masih menunggu dari tim tersebut,” pungkasnya. (ris/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/