MEDAN, SUMUTPOS.CO – Setiap tahun, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kerap terjadi di kawasan Danau Toba. Terbaru, Karhutla di pebukitan Samosir, tepatnya sekitar Desa Partungko Naginjang perbatasan di Desa Hariarapintu, Kecamatan Harian, dan pebukitan Pusuk Buhit, Tele, dan Hariarapintu. Bahkan, berdasarkan catatan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut, Karhutla di pebukitan Danau Toba baru-baru ini, mencapai 506 hektare.
Kondisi ini membuat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi geram. Pasalnya, sudah berulang kali masyarakat di sana diingatkan untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar. Karenanya, Edy menegaskan, Pemprovsu bersama Poldasu akan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku pembakar hutan. “Setiap tahun di situ dibakar, setiap tahun diingatkan. Kemarin saya sudah rapat dengan Kapolda Sumut untuk memberikan tindakan tegas. Karena ini dapat membahayakan kelestarian alam di kawasan Danau Toba,” kata Edy Rahmayadi kepada wartawan di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Kamis (11/8).
Menurut Edy, pembakaran hutan untuk membuka lahan seakan sudah menjadi kebiasaan buruk bagi masyarakat di sana. “Ada pemahaman yang beda. Sejak nenek moyang saya pak, kalau dibakar itu, ketika turun hujan airnya jernih dan bagus, tanah subur. Ini yang akan kita berikan pemahaman itu, sampai sekarang belum mengerti,” jelas Edy.
Karenanya Edy ingin mengubah kebiasaan itu untuk mencegah perusakan hutan terulang kembali. “Kebiasaan buruk ini yang harus kita luruskan. Nanti ada langkah-langkah berikutnya. Mungkin tindakan tegas agar tidak melakukan hal tersebut,” tegasnya.
Edy pun meminta kepada media massa untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Kabupaten Samosir agar tidak membakar hutan untuk membuka lahan pertanian. Karena, memberikan dampak buruk dengan kelestarian lingkungan alam Danau Toba. Karenanya, Edy mengajak masyarakat Samosir untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan di kawasan Danau Toba, agar tidak terulang kembali terjadi Kebakaran hutan dan lahan. “Apa lagi, di situ (Kabupaten Samosir) sudah menjadi destinasi pariwisata super perioritas. Wisatawan tidak akan datang kalau melihat tempat itu terbakar. Jangankan orang, belalang saja tidak mau datang karena takut sama api. Apalagi, kita semua,” sebutnya.
Untuk itu, lanjut mantan Pangkostrad ini, Pemprov Sumut melalui Dinas Kehutanan Sumut dan BPBD Sumut akan melakukan tindakan preventif terlebih dulu dengan melakukan sosialisasi dan pencegahan Karhutla kepada masyarakat. “Inilah nanti kita harus memberikan pengertian, kepada rakyat-rakyat yang masih mengikuti kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang tidak mudah,” jelasnya.
Edy juga mengungkapkan, selama empat tahun dia menjabat Gubernur Sumatera Utara, persoalan Karhutla di pebukitan kawasan Danau Toba tak tuntas-tuntas. Sebaliknya malah kerap terjadi. Sehingga langkah ke depannya, Pemprov Sumut dan Polda Sumut akan melakukan upaya tindakan tegas terhadap oknum masyarakat melakukan pembakaran dengan sengaja. “Mungkin dengan ketegasan, kita memberikan reward dan punismen, mudah-mudahan mereka berhenti,” ujar mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan ini.
Menurutnya, penanganan kebakaran hutan ini masih tanggungjawab dari Pemerintah Kabupaten Samosir. Namun, tetap di-back up dan dibantu oleh Pemprov Sumut untuk upaya pemadaman. “Aturan dalam undang-undang, kalau (kebakaran) itu udah mencakup dua kabupaten. Kemudian, sudah masuk darurat tingkat provinsi. Kalau masih satu kabupaten masih (tanggungjawab) bupati yang menangani. Saya sudah kontak sama Bupati Samosir,” ungkap Edy.
Disinggung soal peralatan pemadam api kebakaran hutan milik Pemprov Sumut yang belum memadai, Edy mengatakan, peralatan yang ada saat ini sudah canggih. Tapi, harus diikuti dengan masyarakatnya yang peduli dan tahu risiko besar dampak besar dari kebakaran hutan tersebut. “Sekarang bukan persoalan terbakar, ini persoalannya adalah dibakar. Dengan peralatan seyogyanya seperti di negara-negara luar, kita sudah siap dan alatnya canggih. Tetapi ini, juga harus kita sikapi sama-sama,” sebutnya.
Edy juga mengungkapkan, penanganan Karhutla, bukan saja soal peralatan yang canggih untuk menjinakkan si jago merah. Tapi, bagaimana masyarakat bersama-sama menjaga kawasan tersebut, tidak terulang kembali terbakar seperti itu. “Jadi mau secanggih apapun ini. Kalau manusianya tak canggih tak terkejar juga alat-alat (pemadam api). Pertama pemahaman pada rakyat kita, kedua infrastrukturnya kita siapkan,” tandasnya.
Berdasarkan data diperoleh dari Dishut Provinsi Sumut, 506 hektar hutan yang terbakar itu tersebar di 15 lokasi di Kabupaten Samosir, yakni Turpuk Sihotang, Taman PPK Hutan Pinus, Sorsor Dolok Harian, Sipitu Dai, Simullop Huta Ginjang. Kemudian, Simpang Gonting, Simarsasar, Samping SMK Negeri 1 Harian, Pertungkoan Salaon Dolok, Menara Pandang Tele, Garoga Simanindo, Buntu Mauli Sitio 2, Tele, Jungak, dan Arsam Sekolah Sianjur. Namun, seluruh lokasi terbakar tersebut, kini sudah berhasil dipadamkan tim gabungan.
Sebelumnya, Ketua Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Fauzan mengkritik kinerja Pemprovsu yang dinilainya tidak optimal melakukan pencegahan dan pemadaman kebakaran di Kabupaten Samosir secara cepat. Karena tidak memiliki alat memadai. “Makanya sering saya bilang, kita niatnya itu mau menyelamatkan hutan atau bagaimana? Saya melihat Pemprov Sumut tidak serius untuk menyelamatkan alam Danau Toba dari kebakaran,” sebut Fauzan.
Dikatakannya, setiap tahun Dishut Sumut hanya mengajukan anggaran untuk membeli drone saja. Tapi, seharusnya Pemprov Sumut membeli helikopter khusus untuk melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Sumut ini. “ Kalau memang serius jaga hutan, masak setiap tahun hanya beli drone saja, tapi tidak beli helikopter. Hari ini kebakaran, apa fasilitas dinas kehutanan untuk memadamkan api? tidak ada,” tegas Ketua DPD PAN Sumut ini.
Harusnya, kata Fauzan, Pemprov Sumut atau Dishut Sumut memiliki alat pemadam kebakaran yang layak. Kalau pemadaman kebakaran hutan dan lahan menggunakan alat seadanya, kebakaran semakin luas dan sulit dipadamkan dengan cepat. “Kemudian, misalnya pesawat capung yang untuk menyiram, kalau ada kebakaran juga gak ada, helikopter kita gak ada. Artinya kitakan cuman main main, gak serius mau menjaga hutan. Makanya, saya berkali kali bilang kalau betul mau serius ayok,” jelas Fauzan. (gus/adz)