MEDAN, SUMUTPOS.CO – Juru bicara tim kuasa hukum JR-Ance, Roy Suryo, mengatakan ada keanehan yang terjadi pada penetapan calon Gubernur Sumut yang tidak mengikutkan pasangan JR Saragih-Ance Selian.
Menurutnya, KPU Sumut tidak bisa melupakan sejarah, karena dengan ijazah yang sama digunakan JR Saragih masuk menjadi anggota militer dan bupati dua periode di Kabupaten Simalungun.
Kasus ini sudah pernah mencuat pada tahun 2015 saat JR Saragih mencalon dua periode. Tapi, sudah ada putusan Mahkamah Agung membenarkan bahwa ijazah JR Saragih benar apa adanya. Jadi artinya ada kekuatan hukum.
“Apakah KPU Sumut tidak membaca putusan Mahkamah Agung tersebut apakah ada hal yang lain,” ujarnya.
Kemudian, muncul surat klarifikasi muncul dua kali dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta tertanggal 22 Januari 2018 yang mengatakan mereka tidak pernah melegalisasi. Tapi, muncul juga surat tanggal 9 Februari 2018 yang mengatakan benar adanya surat tersebut.
“Kita hormati KPU Sumut yang menyatakan tidak ikut. Tapi, masih ada waktu tiga hari untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu,” katanya.
“Keanehannya kenapa surat yang tanggal 9 Februari 2018 tidak dipakai dan ditandatangani Kepala Dinas? Sedangkan surat yang tanggal 19 Januari 2018 hanya ditandatangani Sekretaris Dinas,” kesalnya. (osi)
MEDAN, SUMUTPOS.CO – Juru bicara tim kuasa hukum JR-Ance, Roy Suryo, mengatakan ada keanehan yang terjadi pada penetapan calon Gubernur Sumut yang tidak mengikutkan pasangan JR Saragih-Ance Selian.
Menurutnya, KPU Sumut tidak bisa melupakan sejarah, karena dengan ijazah yang sama digunakan JR Saragih masuk menjadi anggota militer dan bupati dua periode di Kabupaten Simalungun.
Kasus ini sudah pernah mencuat pada tahun 2015 saat JR Saragih mencalon dua periode. Tapi, sudah ada putusan Mahkamah Agung membenarkan bahwa ijazah JR Saragih benar apa adanya. Jadi artinya ada kekuatan hukum.
“Apakah KPU Sumut tidak membaca putusan Mahkamah Agung tersebut apakah ada hal yang lain,” ujarnya.
Kemudian, muncul surat klarifikasi muncul dua kali dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta tertanggal 22 Januari 2018 yang mengatakan mereka tidak pernah melegalisasi. Tapi, muncul juga surat tanggal 9 Februari 2018 yang mengatakan benar adanya surat tersebut.
“Kita hormati KPU Sumut yang menyatakan tidak ikut. Tapi, masih ada waktu tiga hari untuk mengajukan gugatan ke Bawaslu,” katanya.
“Keanehannya kenapa surat yang tanggal 9 Februari 2018 tidak dipakai dan ditandatangani Kepala Dinas? Sedangkan surat yang tanggal 19 Januari 2018 hanya ditandatangani Sekretaris Dinas,” kesalnya. (osi)