26 C
Medan
Tuesday, October 22, 2024
spot_img

Sudah Berusia 74 Tahun, Kabupaten Karo Masih Krisis Air

FOTO BERSAMA: Bupati Karo, Sekdaprovsu, Ketua DPRD Karo, Wakil Bupati Karo foto bersama dengan Legiun Veteran di depan tumpeng cimpa Hari Jadi ke-74 Tahun Kabupaten Karo.
FOTO BERSAMA: Bupati Karo, Sekdaprovsu, Ketua DPRD Karo, Wakil Bupati Karo foto bersama dengan Legiun Veteran di depan tumpeng cimpa Hari Jadi ke-74 Tahun Kabupaten Karo.

KARO, SUMUTPOS.CO – Tepat tanggal 8 Maret lalu, Kabupaten Karo genap berusia 74 tahun. Meski terbilang sudah ‘ujur’, namun segudang persoalan masih mendera Bumi Turang yang saat ini masih dipimpin Terkelin Brahmana, SH. Buruknya pelayanan publik, ketertinggalan sektor infrastruktur, pendidikan, pertanian dan pariwisata masih jadi PR Pemkab Karo yang tak kunjung selesai.

Bahkan yang paling miris, alih-alih melayani dan mensejahterakan rakyat, kebutuhan dasar seperti air saja pun tak terpenuhi. Ya, sampai detik ini, warga Kabupaten Karo, khususnya Kota Kabanjahe-Berastagi dan beberapa desa di sekitarnya masih kesulitan mendapatkan air.

Padahal, sebagai daerah pegunungan, air terbilang melimpah ruah di Kabupaten Karo. Namun pada kenyataannya, kabutuhan pokok itu jadi barang “mahal”.

Sebagai Putra daerah Karo, kondisi memalukan ini membuat Akademisi Sosial Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Drs Wara Sinuhaji Mhum, gusar.

“Bupati silih berganti, tapi masalah air saja tak kunjung terselesaikan. Padahal, banyak mata air dan sungai di Kabupaten Karo,” kesalnya pada kru koran ini.

Meski tak sepenuhnya menyalahkan Bupati Terkelin Brahmana, namun menurut Wara, persoalan ini tak bisa lepas dari kebijakannya memilih Direktur PDAM Tirta Malem. Menurut Wara, siapa saja yang diangkat jadi direktur tidak tepat dan kreatif. Seharusnya bupati mencari dan mengangkat direktur yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini.

“Bupati harus selektif memilih dan menempatkan orang yang tepat di sana. Memang tidak semua harus dibebankan ke bupati. Tapi sebagai pemimpin, warga pasti terus menyalahkannya. Jika serius dan kreatif, saya yakin masalah ini pasti terselesaikan,” tegas Wara.

Untuk itu, kedepan katanya, siapapun yang jadi Bupati Karo harus segera menyelesaikan masalah air ini. Karena putra daerah, Wara tahu betul banyak sumber air yang bisa dieksploitasi di Kabupaten Karo. Meski tak menampik APBD Karo terlalu kecil untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Bukan bararti hanya bisa berpangku tangan, sebagai pimpinan, Bupati Karo harus melakukan terobosan-terobosan baru. “Kedepan pimpinan tiap OPD harus harus memiliki kreatifitas,” harapnya.

Selain itu, Wara juga mendorong Bupati Karo Terkelin Brahmana memanfaatkan kedekatannya dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

“Anggaran di Sumut itu sangat besar. Jadi harus ada terobosan agar dana tersebut dialokasikan ke Karo. Karena saya lihat, Bupati Karo sangat dekat dengan Gubernur. Jadi manfaatkanlah kedekatan tersebut untuk kepentingan rakyat,” pintanya.

Selain menyoroti masalah air, kedepan siapapun yang jadi bupati, harus melakukan pembenahan secara menyeluruh.

“Saya lihat birokrasi di Karo tak ada yang bagus. Pelayanan publik juga harus diperbaiki. Satu lagi infrastruktur ke desa-desa juga harus ditingkatkan,” tandasnya.

Sementara itu, Mami salah seorang pengusaha kedai kopi di Tiga Baru Kabanjahe mengaku gerah dengan kondisi PDAM Tirtamalem.

“Seminggu paling hanya 2 kali kami kebagian air. Sementara iuran dikutip tiap bulan,” kesalnya. Sementara itu, data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, panjang jalan Kabupaten Karo 1.218,15 km, jalan provinsi 932,31 km. Jalan yang sudah diaspal hanya 932,31 km, sisanya jalan berbatu sepanjang 232,11 km. Persentasenya 11,4 persen dalam keadaan rusak dan 26,5 persen lagi dalam keadaan rusak parah Mirisnya lagi, masih ada juga jalan yang belum tersentuh pembangunan alias jalan tanah sepanjang 123,53 km.

Di sisi lain, Kabupaten Karo juga mendapat predikat zona merah atau belum patuh terhadap standar pelayanan publik yang diamanahkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Nilai Pemkab Karo hanya berada di kisaran 47,20, jauh tertinggal dari Pemkab Pakpak Bharat yang mendapat nilai 86,21.

Hal ini sesuai hasil servei yang dilakukan Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara melakukan 2019. Seperti diketahui, daerah yang masum zona merah menggambarkan pelayanan publik di Pemkab Karo sangat buruk. Survei ini tujuannya untuk melihat tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik. Cara melihat kepatuhannya dengan turun langsung ke unit-unit layanan publik yang ada di setiap kantor organisasi perangkat daerah (OPD).

“Kita lihat apakah mereka memampangkan (tangible) atributisasi standar pelayanan publik di ruang-ruang layanan. Setiap penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi atributisasi standar pelayanan publiknya. Ini adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan,” ucap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu.

Abyadi menilai, komitmen Pemkab Karo memberikan layanan terbaik kepada masyarakatnya masih buruk. Survei tersebut, kata dia adalah potret penyelenggaraan pelayanan publik di daerah itu sendiri. Kenyataan ini jelas memalukan. Apalagi Kabupaten Karo jauh tertinggal dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Padahal kabupaten yang beribukota Salak ini baru diresmikan pada tanggal 5 Februari 2003 silam. (deo/han)

FOTO BERSAMA: Bupati Karo, Sekdaprovsu, Ketua DPRD Karo, Wakil Bupati Karo foto bersama dengan Legiun Veteran di depan tumpeng cimpa Hari Jadi ke-74 Tahun Kabupaten Karo.
FOTO BERSAMA: Bupati Karo, Sekdaprovsu, Ketua DPRD Karo, Wakil Bupati Karo foto bersama dengan Legiun Veteran di depan tumpeng cimpa Hari Jadi ke-74 Tahun Kabupaten Karo.

KARO, SUMUTPOS.CO – Tepat tanggal 8 Maret lalu, Kabupaten Karo genap berusia 74 tahun. Meski terbilang sudah ‘ujur’, namun segudang persoalan masih mendera Bumi Turang yang saat ini masih dipimpin Terkelin Brahmana, SH. Buruknya pelayanan publik, ketertinggalan sektor infrastruktur, pendidikan, pertanian dan pariwisata masih jadi PR Pemkab Karo yang tak kunjung selesai.

Bahkan yang paling miris, alih-alih melayani dan mensejahterakan rakyat, kebutuhan dasar seperti air saja pun tak terpenuhi. Ya, sampai detik ini, warga Kabupaten Karo, khususnya Kota Kabanjahe-Berastagi dan beberapa desa di sekitarnya masih kesulitan mendapatkan air.

Padahal, sebagai daerah pegunungan, air terbilang melimpah ruah di Kabupaten Karo. Namun pada kenyataannya, kabutuhan pokok itu jadi barang “mahal”.

Sebagai Putra daerah Karo, kondisi memalukan ini membuat Akademisi Sosial Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Drs Wara Sinuhaji Mhum, gusar.

“Bupati silih berganti, tapi masalah air saja tak kunjung terselesaikan. Padahal, banyak mata air dan sungai di Kabupaten Karo,” kesalnya pada kru koran ini.

Meski tak sepenuhnya menyalahkan Bupati Terkelin Brahmana, namun menurut Wara, persoalan ini tak bisa lepas dari kebijakannya memilih Direktur PDAM Tirta Malem. Menurut Wara, siapa saja yang diangkat jadi direktur tidak tepat dan kreatif. Seharusnya bupati mencari dan mengangkat direktur yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini.

“Bupati harus selektif memilih dan menempatkan orang yang tepat di sana. Memang tidak semua harus dibebankan ke bupati. Tapi sebagai pemimpin, warga pasti terus menyalahkannya. Jika serius dan kreatif, saya yakin masalah ini pasti terselesaikan,” tegas Wara.

Untuk itu, kedepan katanya, siapapun yang jadi Bupati Karo harus segera menyelesaikan masalah air ini. Karena putra daerah, Wara tahu betul banyak sumber air yang bisa dieksploitasi di Kabupaten Karo. Meski tak menampik APBD Karo terlalu kecil untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Bukan bararti hanya bisa berpangku tangan, sebagai pimpinan, Bupati Karo harus melakukan terobosan-terobosan baru. “Kedepan pimpinan tiap OPD harus harus memiliki kreatifitas,” harapnya.

Selain itu, Wara juga mendorong Bupati Karo Terkelin Brahmana memanfaatkan kedekatannya dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

“Anggaran di Sumut itu sangat besar. Jadi harus ada terobosan agar dana tersebut dialokasikan ke Karo. Karena saya lihat, Bupati Karo sangat dekat dengan Gubernur. Jadi manfaatkanlah kedekatan tersebut untuk kepentingan rakyat,” pintanya.

Selain menyoroti masalah air, kedepan siapapun yang jadi bupati, harus melakukan pembenahan secara menyeluruh.

“Saya lihat birokrasi di Karo tak ada yang bagus. Pelayanan publik juga harus diperbaiki. Satu lagi infrastruktur ke desa-desa juga harus ditingkatkan,” tandasnya.

Sementara itu, Mami salah seorang pengusaha kedai kopi di Tiga Baru Kabanjahe mengaku gerah dengan kondisi PDAM Tirtamalem.

“Seminggu paling hanya 2 kali kami kebagian air. Sementara iuran dikutip tiap bulan,” kesalnya. Sementara itu, data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, panjang jalan Kabupaten Karo 1.218,15 km, jalan provinsi 932,31 km. Jalan yang sudah diaspal hanya 932,31 km, sisanya jalan berbatu sepanjang 232,11 km. Persentasenya 11,4 persen dalam keadaan rusak dan 26,5 persen lagi dalam keadaan rusak parah Mirisnya lagi, masih ada juga jalan yang belum tersentuh pembangunan alias jalan tanah sepanjang 123,53 km.

Di sisi lain, Kabupaten Karo juga mendapat predikat zona merah atau belum patuh terhadap standar pelayanan publik yang diamanahkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Nilai Pemkab Karo hanya berada di kisaran 47,20, jauh tertinggal dari Pemkab Pakpak Bharat yang mendapat nilai 86,21.

Hal ini sesuai hasil servei yang dilakukan Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara melakukan 2019. Seperti diketahui, daerah yang masum zona merah menggambarkan pelayanan publik di Pemkab Karo sangat buruk. Survei ini tujuannya untuk melihat tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik. Cara melihat kepatuhannya dengan turun langsung ke unit-unit layanan publik yang ada di setiap kantor organisasi perangkat daerah (OPD).

“Kita lihat apakah mereka memampangkan (tangible) atributisasi standar pelayanan publik di ruang-ruang layanan. Setiap penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi atributisasi standar pelayanan publiknya. Ini adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan,” ucap Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu.

Abyadi menilai, komitmen Pemkab Karo memberikan layanan terbaik kepada masyarakatnya masih buruk. Survei tersebut, kata dia adalah potret penyelenggaraan pelayanan publik di daerah itu sendiri. Kenyataan ini jelas memalukan. Apalagi Kabupaten Karo jauh tertinggal dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Padahal kabupaten yang beribukota Salak ini baru diresmikan pada tanggal 5 Februari 2003 silam. (deo/han)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru