BINJAI, SUMUTPOS.CO – Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Binjai terus memberikan hak kepada wargabinaan pemasyarakatan (WBP) yang memang cukup persyaratan. Hak WBP dimaksud yakni asimilasi.
Sebanyak 22 WBP dari Lapas Binjai mendapat program asimilasi. Mereka pun diserahkan kepada Balai Pemasyarakatan Kelas I Medan, beberapa waktu lalu. WBP yang mendapat asimilasi ini ada kriterianya. Tidak semua WBP bisa dapat asimilasi,” ujar Kalapas Binjai, Maju Amintas Siburian ketika dikonfirmasi, Minggu (13/3).
Dia menambahkan, program asimilasi sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Nomor 43 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor Nomor 24 tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana Dan Anak, dalam rangka pencegahan serta penanggulangan penyebaran Covid-19.
“Meski WBP dapat program asimilasi, tapi mereka tetap mendapat pengawasan,” sambung mantan Kepala Rutan Tanjunggusta ini.
Berdasarkan Permenkumham No 24/2021, WBP yang tidak dapat program asimilasi adalah mereka yang tersandung perkara narkotika, prekursor narkotika dan psikotropika; terorisme; korupsi; kejahatan terhadap keamanan negara; kejahatan hak asasi manusia yang berat serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya.
Untuk WBP yang dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah dalam perkara narkotika hanya berlaku bagi mereka yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun. Artinya, WBP yang dijatuhi hukuman di atas lima tahun dalam perkara narkotika, prekursor narkotika dan psikotropika, tidak boleh dapat program asimilasi.
Begitu juga dengan WBP yang tersandung tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 339 dan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, mereka tidak dapat program asimilasi. Juga dengan WBP yang tersandung pencurian dengan kekerasan sebagaimana dimaksud Pasal 365 KUHP, lalu perkara kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 290 KUHP atau kesusilaan terhadap anak sebagai korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dan
Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Terakhir program asimilasi ini tidak dapat diberikan kepada WBP yang melakukan pengulangan suatu tindak pidana, serta tindak pidana yang dilakukan sebelumnya telah dijatuhi pidana dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (ted/azw)