26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Suami Siksa & Pasung Istri hingga Cacat

Kekerasan-Ilustrasi
Kekerasan-Ilustrasi

STABAT, SUMUTPOS.CO – Malang nian nasib Dani Mulya (32). Sudahlah disiksa suami sampai cacat, laporan warga Sumur Bor, Kec. Padang Tualang, Kab. Langkat ini juga ditolak mentah-mentah oleh polisi.

Selasa (12/8) sekitar pukul 15.00 WIB, Dani datang ke Polres Langkat ditemani orangtuanya, Tukiman (55) dan Sugiah (50) untuk mengadukan suaminya, Sopian Suherman (38) warga Tandem Pasar VI, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deliserdang. Dia mengaku kerap mendapat penyiksaan dari suami.

Bentuk penyiksaan fisik yang dialami korban cukup sadis. Dicucuk kayu tepat di atas lubang duburnya sebanyak 2 kali hingga berlubang. Tangan kanan dipelintir hingga patah, dan kedua kaki dipasung hingga korban tak bisa berjalan sempurna lagi. Kondisi korban cukup memprihatinkan karena dia sangat sulit untuk berjalan dan diajak berkomunikasi.

Sedihnya lagi, saat hendak mencari keadilan atas nasib yang menimpanya, polisi malah menolak laporan pengaduan korban dengan dalih kasus ini terjadi di wilayah lain bukan wilayah hukum Polres Langkat. Tak hanya itu, polisi juga berdalih kalau korban tak punya saksi yang bisa menguatkan laporan pengaduannya. Jelas itu membuat Dani dan kedua orangtuanya hanya bisa mengelus dada.

Mereka akhirnya curhat ke Kantor P2TP2A Langkat. Ketua P2TP2A Drs Ernis Safrin Aldin beserta staf lain menerima kedatangan mereka. Di kantor ini, korban menceritakan kronologis kejadian. Katanya, semua berawal dari perjodohan dirinya dengan Sopian, seorang pria berstatus duda.

Orangtua korban yang mengetahui kabar perjodohan ini menyuruh korban untuk melihat laki-laki tersebut. Namun sejak itu korban tak pulang ke rumah. Baru satu bulan kemudian, Dani kembali pulang ke rumah. Tapi dia tak sendiri melainkan berdua dengan Sopian.

Tak mau jadi bahan omongan orang-orang kampung, Dani yang juga telah berstatus janda, akhirnya dinikahkan secara siri dengan Sopian. Setelah menikah, oleh Sopian, istrinya inipun diboyong ke Kalimantan. Setelah delapan bulan di rantau orang, Sopian menelpon orangtua Dani, memberi kabar kalau Dani mengalami kecelakaan di Kalimantan dan tidak bisa apa-apa lagi.

Belakangan oleh Sopian, korban dibawa pulang ke Tandem. Begitu tau anaknya sudah di Tandem, orangtua korban bersama keluarga lainya langsung membesuk Dani di rumahnya. Bukan main hancurnya perasaan Sugiah dan Tukiman ayah korban saat melihat kondisi Dani yang kini tak berdaya.

Korban yang terlihat depresi berat, meminta kepada orangtuanya untuk tidak meninggalkannya di tempat itu. Dia minta dibawa pulang ke rumahnya di Padang Tualang. Melihat anaknya seperti orang ketakutan, akhirnya Tukiman dan Sugiah membawa pulang Dani. Setibanya di rumah, Dani pun mengatakan kalau kondisinya sekarang ini akibat penyiksaan yang dilakukan suaminya.

“Selama di Kalimantan dia sering menyiksaku,” ujarnya. Cerita korban tadi dibuktikan dengan bekas luka di bagian bokong di atas pinggulnya. Luka itu, cerita korban, akibat ditusuk kayu oleh suaminya hingga berlubang. Lebih parah lagi, korban juga dipasung selama beberapa bulan dengan kaki diikat.

“Kayak ginilah kondisinya sekarang, diajak ngomong pun susah, kalau ditanya siapa yang melakukan ini dibilang suaminya,” lirih ibu korban.

“Dulu anak kami ini orangnya ceria, dia sempat jualan keliling. Sejak menikah sama Sopian itulah dia jadi seperti ini. Yang membuat saya curiga juga, selama mereka di Kalimantan, tiap saya hubungi tak pernah Dani yang mengangkat HP, selalu Sopian. Dia selalu mengatakan kalau anak saya itu kondisinya baik-baik saja,” cerita Sugiah.

“Oleh sebab itulah kami minta keadilan atas apa yang dilakukan kepada anak kami ini,” timpalnya.

Terpisah Ketua P2TP2A Kab Langkat, Drs Ernis Safrin sangat menyesalkan sikap kepolisian yang menolak laporan pengaduan korban dengan dalih tempat kejadian perkaranya bukan masuk wilayah hukum mereka.

“Terlalu dibuat-buat alasannya itu, apa bukan polisi Republik Indonesia yang di sini ini. Harusnya setiap warga yang melapor diterima dulu, kalau perkara dimana tempat kejadiannya, itukan bisa saling koordinasi antar Polri. Misalnya kalau TKP-nya di Kalimantan, polisi yang di sini kan bisa koordinasi dengan yang di sana,” ketusnya.

“Laporan awal diterima dulu, bukan langsung buang badan begitu. Apalagi kasus ini bukan kekerasan biasa, dari kondisi korban saja bisa kita lihat,” ujar mantan Ketua KPAID Langkat ini kecewa dengan Polres Langkat.

“Kalau masalah teknis penyelidikan dan lainya, masyarakat itu tidak paham, itu urusan polisi. Yang warga mau itu, mereka ada masalah datang melapor dan ditangani, itu saja,” ketusnya lagi, berharap kapoldasu dapat menegur jajaranya yang tak bekerja secara profesional selaku pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat.(smg/deo)

Kekerasan-Ilustrasi
Kekerasan-Ilustrasi

STABAT, SUMUTPOS.CO – Malang nian nasib Dani Mulya (32). Sudahlah disiksa suami sampai cacat, laporan warga Sumur Bor, Kec. Padang Tualang, Kab. Langkat ini juga ditolak mentah-mentah oleh polisi.

Selasa (12/8) sekitar pukul 15.00 WIB, Dani datang ke Polres Langkat ditemani orangtuanya, Tukiman (55) dan Sugiah (50) untuk mengadukan suaminya, Sopian Suherman (38) warga Tandem Pasar VI, Kec. Hamparan Perak, Kab. Deliserdang. Dia mengaku kerap mendapat penyiksaan dari suami.

Bentuk penyiksaan fisik yang dialami korban cukup sadis. Dicucuk kayu tepat di atas lubang duburnya sebanyak 2 kali hingga berlubang. Tangan kanan dipelintir hingga patah, dan kedua kaki dipasung hingga korban tak bisa berjalan sempurna lagi. Kondisi korban cukup memprihatinkan karena dia sangat sulit untuk berjalan dan diajak berkomunikasi.

Sedihnya lagi, saat hendak mencari keadilan atas nasib yang menimpanya, polisi malah menolak laporan pengaduan korban dengan dalih kasus ini terjadi di wilayah lain bukan wilayah hukum Polres Langkat. Tak hanya itu, polisi juga berdalih kalau korban tak punya saksi yang bisa menguatkan laporan pengaduannya. Jelas itu membuat Dani dan kedua orangtuanya hanya bisa mengelus dada.

Mereka akhirnya curhat ke Kantor P2TP2A Langkat. Ketua P2TP2A Drs Ernis Safrin Aldin beserta staf lain menerima kedatangan mereka. Di kantor ini, korban menceritakan kronologis kejadian. Katanya, semua berawal dari perjodohan dirinya dengan Sopian, seorang pria berstatus duda.

Orangtua korban yang mengetahui kabar perjodohan ini menyuruh korban untuk melihat laki-laki tersebut. Namun sejak itu korban tak pulang ke rumah. Baru satu bulan kemudian, Dani kembali pulang ke rumah. Tapi dia tak sendiri melainkan berdua dengan Sopian.

Tak mau jadi bahan omongan orang-orang kampung, Dani yang juga telah berstatus janda, akhirnya dinikahkan secara siri dengan Sopian. Setelah menikah, oleh Sopian, istrinya inipun diboyong ke Kalimantan. Setelah delapan bulan di rantau orang, Sopian menelpon orangtua Dani, memberi kabar kalau Dani mengalami kecelakaan di Kalimantan dan tidak bisa apa-apa lagi.

Belakangan oleh Sopian, korban dibawa pulang ke Tandem. Begitu tau anaknya sudah di Tandem, orangtua korban bersama keluarga lainya langsung membesuk Dani di rumahnya. Bukan main hancurnya perasaan Sugiah dan Tukiman ayah korban saat melihat kondisi Dani yang kini tak berdaya.

Korban yang terlihat depresi berat, meminta kepada orangtuanya untuk tidak meninggalkannya di tempat itu. Dia minta dibawa pulang ke rumahnya di Padang Tualang. Melihat anaknya seperti orang ketakutan, akhirnya Tukiman dan Sugiah membawa pulang Dani. Setibanya di rumah, Dani pun mengatakan kalau kondisinya sekarang ini akibat penyiksaan yang dilakukan suaminya.

“Selama di Kalimantan dia sering menyiksaku,” ujarnya. Cerita korban tadi dibuktikan dengan bekas luka di bagian bokong di atas pinggulnya. Luka itu, cerita korban, akibat ditusuk kayu oleh suaminya hingga berlubang. Lebih parah lagi, korban juga dipasung selama beberapa bulan dengan kaki diikat.

“Kayak ginilah kondisinya sekarang, diajak ngomong pun susah, kalau ditanya siapa yang melakukan ini dibilang suaminya,” lirih ibu korban.

“Dulu anak kami ini orangnya ceria, dia sempat jualan keliling. Sejak menikah sama Sopian itulah dia jadi seperti ini. Yang membuat saya curiga juga, selama mereka di Kalimantan, tiap saya hubungi tak pernah Dani yang mengangkat HP, selalu Sopian. Dia selalu mengatakan kalau anak saya itu kondisinya baik-baik saja,” cerita Sugiah.

“Oleh sebab itulah kami minta keadilan atas apa yang dilakukan kepada anak kami ini,” timpalnya.

Terpisah Ketua P2TP2A Kab Langkat, Drs Ernis Safrin sangat menyesalkan sikap kepolisian yang menolak laporan pengaduan korban dengan dalih tempat kejadian perkaranya bukan masuk wilayah hukum mereka.

“Terlalu dibuat-buat alasannya itu, apa bukan polisi Republik Indonesia yang di sini ini. Harusnya setiap warga yang melapor diterima dulu, kalau perkara dimana tempat kejadiannya, itukan bisa saling koordinasi antar Polri. Misalnya kalau TKP-nya di Kalimantan, polisi yang di sini kan bisa koordinasi dengan yang di sana,” ketusnya.

“Laporan awal diterima dulu, bukan langsung buang badan begitu. Apalagi kasus ini bukan kekerasan biasa, dari kondisi korban saja bisa kita lihat,” ujar mantan Ketua KPAID Langkat ini kecewa dengan Polres Langkat.

“Kalau masalah teknis penyelidikan dan lainya, masyarakat itu tidak paham, itu urusan polisi. Yang warga mau itu, mereka ada masalah datang melapor dan ditangani, itu saja,” ketusnya lagi, berharap kapoldasu dapat menegur jajaranya yang tak bekerja secara profesional selaku pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat.(smg/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/