25.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

TPL Pertanyakan Kampanye LSM Asing di Medsos soal Tanah Adat

Dirut PT TPL, Mulia Nauli (kanan).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  PT Toba Pulp Lestari Tbk. (PT TPL)  menyayangkan sikap LSM asing, Rainforest Action Network (RAN), yang membuat kampanye di media sosial yang dinilai berpotensi memecah belah persatuan masyarakat dalam proses penyelesaian tanah ada secara damai oleh Pemerintah Indonesia.

PT TPL menyambut baik program pemerintah dalam hal pengakuan tanah/hutan masyarakat hukum adat sebagaimana telah diatur dalam Undang Undang tentang Kehutanan  No.41 tahun 1999, dan meminta LSM asing untuk menghentikan kampanye  di media sosial yang menghambat penyelesaian tanah adat yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia.

Direksi PT TPL, Mulia Nauli, berharap semua pihak menghormati  dan menjunjung tinggi independensi dan integritas proses penyelesaian tanah adat yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia.

Dalam hal penyelesaian tuntutan lahan  masyarakat di areal konsesi PT TPL, Perseroan mengikuti aturan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena areal konsesi Perseroan adalah milik Negara.  PT TPL tidak berwenang untuk melepaskan kawasan hutan negara tanpa ijin dan persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

“Perseroan mendukung sepenuhnya proses  penyelesaian tanah/hutan adat yang berada di kawasan hutan yang sudah dibebani hak. Hal ini dapat dibuktikan dengan sikap Perseroan dalam menyelesaikan klaim hutan kemenyan seluas 5.172 ha yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi hutan kemenyan bagi masyarakat Desa Pandumaan & Sipituhuta pada Desember 2016 lalu,” papar Mulia Nauli.

Terhadap klaim-klaim tanah/hutan adat lainnya yang berada di dalam konsesi Perseroan, PT TPL sedang dan secara serius mendiskusikan dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) untuk melakukan analisis, identifikasi dan verifikasi  terhadap klaim–klaim tersebut.

“Kami berharap agar para pihak dapat memahami dan menghormati proses yang sedang berjalan di Negara RI, sesuai dengan mekanisme sebagaimana telah diatur di dalam Undang Undang tentang kehutanan no.41 tahun 1999,” lanjut Mulia Nauli.

Perseroan menyayangkan kampanye situs “Ran.org” yang dilakukan oleh sebuah LSM asing dikhawatirkan justru dapat menghambat proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah melalui Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

“Kampanye semacam itu justru tidak produktif dan tidak menyelesaikan masalah serta dapat mengganggu proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah, “papar Mulia Nauli.

PT TPL merupakan  salah satu perusahaan terkemuka di bidang pulp di mana pasokan terbesar bahan baku berasal dari Perkebunan kayu eucalyptus (HTI) yang dibangun sendiri secara berkelanjutan  dengan konsep Pembangunan Hutan Produksi Lestari (PHPL) di areal konsesi yang ijin nya diberikan oleh Pemerintah melalui SK Menteri Kehutanan no 493 tahun 1992 , yang awalnya seluas 269.060 ha berada pada hutan produksi (HP) dan terakhir kali mendapat perubahan ijin melalui SK Menteri Kehutanan no 179 tahun 2017 (Nomor SK.179/Menlhk/Setjen/HPL.0/4/2017 yang luasnya menjadi 185.016 hektar. (rel/mea)

Dirut PT TPL, Mulia Nauli (kanan).

MEDAN, SUMUTPOS.CO –  PT Toba Pulp Lestari Tbk. (PT TPL)  menyayangkan sikap LSM asing, Rainforest Action Network (RAN), yang membuat kampanye di media sosial yang dinilai berpotensi memecah belah persatuan masyarakat dalam proses penyelesaian tanah ada secara damai oleh Pemerintah Indonesia.

PT TPL menyambut baik program pemerintah dalam hal pengakuan tanah/hutan masyarakat hukum adat sebagaimana telah diatur dalam Undang Undang tentang Kehutanan  No.41 tahun 1999, dan meminta LSM asing untuk menghentikan kampanye  di media sosial yang menghambat penyelesaian tanah adat yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia.

Direksi PT TPL, Mulia Nauli, berharap semua pihak menghormati  dan menjunjung tinggi independensi dan integritas proses penyelesaian tanah adat yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia.

Dalam hal penyelesaian tuntutan lahan  masyarakat di areal konsesi PT TPL, Perseroan mengikuti aturan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena areal konsesi Perseroan adalah milik Negara.  PT TPL tidak berwenang untuk melepaskan kawasan hutan negara tanpa ijin dan persetujuan Pemerintah Republik Indonesia.

“Perseroan mendukung sepenuhnya proses  penyelesaian tanah/hutan adat yang berada di kawasan hutan yang sudah dibebani hak. Hal ini dapat dibuktikan dengan sikap Perseroan dalam menyelesaikan klaim hutan kemenyan seluas 5.172 ha yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi hutan kemenyan bagi masyarakat Desa Pandumaan & Sipituhuta pada Desember 2016 lalu,” papar Mulia Nauli.

Terhadap klaim-klaim tanah/hutan adat lainnya yang berada di dalam konsesi Perseroan, PT TPL sedang dan secara serius mendiskusikan dengan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) untuk melakukan analisis, identifikasi dan verifikasi  terhadap klaim–klaim tersebut.

“Kami berharap agar para pihak dapat memahami dan menghormati proses yang sedang berjalan di Negara RI, sesuai dengan mekanisme sebagaimana telah diatur di dalam Undang Undang tentang kehutanan no.41 tahun 1999,” lanjut Mulia Nauli.

Perseroan menyayangkan kampanye situs “Ran.org” yang dilakukan oleh sebuah LSM asing dikhawatirkan justru dapat menghambat proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah melalui Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.

“Kampanye semacam itu justru tidak produktif dan tidak menyelesaikan masalah serta dapat mengganggu proses penyelesaian yang sedang dijalankan oleh Pemerintah, “papar Mulia Nauli.

PT TPL merupakan  salah satu perusahaan terkemuka di bidang pulp di mana pasokan terbesar bahan baku berasal dari Perkebunan kayu eucalyptus (HTI) yang dibangun sendiri secara berkelanjutan  dengan konsep Pembangunan Hutan Produksi Lestari (PHPL) di areal konsesi yang ijin nya diberikan oleh Pemerintah melalui SK Menteri Kehutanan no 493 tahun 1992 , yang awalnya seluas 269.060 ha berada pada hutan produksi (HP) dan terakhir kali mendapat perubahan ijin melalui SK Menteri Kehutanan no 179 tahun 2017 (Nomor SK.179/Menlhk/Setjen/HPL.0/4/2017 yang luasnya menjadi 185.016 hektar. (rel/mea)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/