33 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Kominfo Menggelar Webinar Literasi Digital di Tapsel

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengadakan kegiatan Literasi Digital menggunakan platform di 77 kabupaten/kota untuk area Sumatera II (Aceh hingga Lampung). Kegiatan ini diikuti 600 peserta dari kalangan PNS, TNI/Polri, orang tua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan lainnya.

Webinar Literasi Digital ini meliputi kegiatan Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture dimana masing masing kerangka mempunyai beragam tema. Tujuannya untuk mengedukasi dan mewujudkan masyarakat agar paham akan Literasi Digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana.

Untuk kegiatan kali ini digelar di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kamis (8/7). Hadir sebagai Keynote Speaker, Bupati Tapanuli Selatan, H Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, SPt. Dalam sambutannya, Bupati Tapsel mengatakan, tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra-putri daerah melalui digital platform.

Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber seperti Ketua MD KAHMI Padangsidimpuan M Khairuddin Nasution dan Co-Founder Literacy Institute of Sumatera Asep Safa’at Siregar. Hadir juga narasumber dari luar Sumut, seperti Asep M Lukman SPdi SH (Tenaga Ahli IT, Pemda Kabupaten Cianjur) dan I Made Wiryana SSi SKom MSc (Dosen Universitas Gunadarma).

Khairuddin Nasution pada sesi Budaya Digital membawakan tema Multikulturalisme di Ruang Digital. Menurutnya, Ruang Digital akan memberikan peluang gejala bahwa hari-hari ini dunia maya telah banyak dimanfaatkan oleh kelompok-kolompok intoleran untuk menciptakan ketegangan ideologis antar identitas kultural.

“Oleh karena itu, pengembangan multikulturalisme digital mendesak untuk dilakukan, terutama melalui agen-agen perubahan/pendidikan multikultural dalam jenjang pendidikan formal,” ujarnya.

Ditambahkan, dunia maya atau dunia virtual atau teknologi internet atau media online kerap dijadikan sebagai alat untuk menyosialisasikan dan mempropagandakan ketegangan (tension) antar identitas kultural yang dapat memicu konflik multikultural secara horizontal.

“Hal ini tentu merupakan ancaman serius yang harus diantisipasi mengingat Indonesia memiliki begitu banyak pengalaman buruk akibat konflik multikultural dalam bentuk konflik antar agama dan/atau konflik antar etnik, seperti Konflik Sambas, Konflik Sampit, dan Konflik Poso,” jelasnya.

Asep Safa’ar Siregar mengangkat tema Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu. Dia menjelaskan secara singkat, banyak sekali orang mengikuti amarahnya (emosi), tidak berfikir sebelum bertindak dan terburu-buru memberi suatu penilaian. Setelah ada kekacauan atau dampak negatif baru menyesal.

“Karena apa yang kita lakukan akan kembali ke kita, jadi, kalau suatu saat anda terkena sanksi UU IT jangan menyalahkan orang lain atau penegak hukum. Maka berpikirlah sebelum posting sesuatu karena media sosial akan dilihat oleh banyak orang baik ragam agama, suku, adat istiadat, cara pandang, latar belakang pendidikan, tua-muda, di desa maupun di kota,” paparnya.

Pada sesi kecakapan digital, Asep M Lukman mengangkat tema Strategi Digital Marketing untuk Petani dan Nelayan di Tengah Pandemi Covid-19. Asep menjelaskan mata pencaharian masyarakat Tapanuli Selatan adalah petani dan berkebun. Hasil yang terkenal antara lain kopi, padi, coklat, karet dan sebagainya. Sementara untuk nelayan, Tapsel cukup potensial dimana terdapat garis pantai 35 km, dan memiliki laut yang potensial.

Para petani dan nelayan disebutkan harus memiliki kecapakan dalam perkembangan teknologi dalam mendukung usahanya.
Digital Marketing adalah hal yang mutlak untuk mendukung usaha dan menjual hasil pertanian dan nelayan melalui digital platform antara lain melalui media sosial (whatsapp, facebook, instagram, youtube), melalui market place (tokopedia, shopee dan sebagainya).

Sedangkan I Made Miryama memberikan pemaparan tentang Kenali dan Pahami Jejak Rekam di Era Digital. Disebutkan, jejak digital dapat dimulai dari ketika menyalakan smartphone, mengunjungi situs, dan sebagainya. “Jejak di kertas dapat dengan mudah dihancurkan, sementara jejak digital sulit dihapus,” jelas Made dalam membuka pemaparannya, dimana jejak dapat disalahgunakan untuk memprofile kriminal dalam memilih korbannya.

Jejak digital lanjut I Made, ada dua jenis yaitu yang pertama pasif, contoh history dari search, mencatat IP dan sebagainya. Kedua adalah aktif yakni sengaja diberikan oleh pengguna untuk informasi, ketika login, mengirim email dan lain sebagainya. “Untuk jejak akses di perangkatnya, terdapat di memori dan di cloud,” tambahnya.

Langkah perlindungan jejak menurut I Made dapat dilakukan di antaranya dengan menghapus akun lama, pisahkan antara pekerjaan dan pribadi, lindungi perangkat, alamat email dan password dan sebagainya. Terakhir I Made mengingatkan, pertimbangkan dahulu apa yang di katakan dan di share, darimana anda share, situs yang dikunjungi, email yang dibuka, serta link yang di klik.

Webinar diakhiri oleh Jessica Yo, seorang Infuencer & Youtuber dengan followers 39,8 ribu. Dia memberikan kesimpulan dari tema yang dibawakan oleh para nara sumber, diantaranya tetap harus bijak dalam berkomunkasi di dunia maya agar tidak terjadi perpecahan kultural. Kemudian meningkatkan kemampuan digital untuk para nelayan dan petani agar tidak tertinggal serta waspada dengan posting yang melanggar hukum karena akan terekam jejak digital. (rel/dek)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengadakan kegiatan Literasi Digital menggunakan platform di 77 kabupaten/kota untuk area Sumatera II (Aceh hingga Lampung). Kegiatan ini diikuti 600 peserta dari kalangan PNS, TNI/Polri, orang tua, pelajar, penggiat usaha, pendakwah dan lainnya.

Webinar Literasi Digital ini meliputi kegiatan Digital Skill, Digital Safety, Digital Ethic dan Digital Culture dimana masing masing kerangka mempunyai beragam tema. Tujuannya untuk mengedukasi dan mewujudkan masyarakat agar paham akan Literasi Digital lebih dalam dan menyikapi secara bijaksana.

Untuk kegiatan kali ini digelar di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kamis (8/7). Hadir sebagai Keynote Speaker, Bupati Tapanuli Selatan, H Dolly Putra Parlindungan Pasaribu, SPt. Dalam sambutannya, Bupati Tapsel mengatakan, tujuan Literasi Digital agar masyarakat cakap dalam menggunakan teknologi digital, bermanfaat dalam membangun daerahnya masing-masing oleh putra-putri daerah melalui digital platform.

Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber seperti Ketua MD KAHMI Padangsidimpuan M Khairuddin Nasution dan Co-Founder Literacy Institute of Sumatera Asep Safa’at Siregar. Hadir juga narasumber dari luar Sumut, seperti Asep M Lukman SPdi SH (Tenaga Ahli IT, Pemda Kabupaten Cianjur) dan I Made Wiryana SSi SKom MSc (Dosen Universitas Gunadarma).

Khairuddin Nasution pada sesi Budaya Digital membawakan tema Multikulturalisme di Ruang Digital. Menurutnya, Ruang Digital akan memberikan peluang gejala bahwa hari-hari ini dunia maya telah banyak dimanfaatkan oleh kelompok-kolompok intoleran untuk menciptakan ketegangan ideologis antar identitas kultural.

“Oleh karena itu, pengembangan multikulturalisme digital mendesak untuk dilakukan, terutama melalui agen-agen perubahan/pendidikan multikultural dalam jenjang pendidikan formal,” ujarnya.

Ditambahkan, dunia maya atau dunia virtual atau teknologi internet atau media online kerap dijadikan sebagai alat untuk menyosialisasikan dan mempropagandakan ketegangan (tension) antar identitas kultural yang dapat memicu konflik multikultural secara horizontal.

“Hal ini tentu merupakan ancaman serius yang harus diantisipasi mengingat Indonesia memiliki begitu banyak pengalaman buruk akibat konflik multikultural dalam bentuk konflik antar agama dan/atau konflik antar etnik, seperti Konflik Sambas, Konflik Sampit, dan Konflik Poso,” jelasnya.

Asep Safa’ar Siregar mengangkat tema Etika Berjejaring: Jarimu Harimaumu. Dia menjelaskan secara singkat, banyak sekali orang mengikuti amarahnya (emosi), tidak berfikir sebelum bertindak dan terburu-buru memberi suatu penilaian. Setelah ada kekacauan atau dampak negatif baru menyesal.

“Karena apa yang kita lakukan akan kembali ke kita, jadi, kalau suatu saat anda terkena sanksi UU IT jangan menyalahkan orang lain atau penegak hukum. Maka berpikirlah sebelum posting sesuatu karena media sosial akan dilihat oleh banyak orang baik ragam agama, suku, adat istiadat, cara pandang, latar belakang pendidikan, tua-muda, di desa maupun di kota,” paparnya.

Pada sesi kecakapan digital, Asep M Lukman mengangkat tema Strategi Digital Marketing untuk Petani dan Nelayan di Tengah Pandemi Covid-19. Asep menjelaskan mata pencaharian masyarakat Tapanuli Selatan adalah petani dan berkebun. Hasil yang terkenal antara lain kopi, padi, coklat, karet dan sebagainya. Sementara untuk nelayan, Tapsel cukup potensial dimana terdapat garis pantai 35 km, dan memiliki laut yang potensial.

Para petani dan nelayan disebutkan harus memiliki kecapakan dalam perkembangan teknologi dalam mendukung usahanya.
Digital Marketing adalah hal yang mutlak untuk mendukung usaha dan menjual hasil pertanian dan nelayan melalui digital platform antara lain melalui media sosial (whatsapp, facebook, instagram, youtube), melalui market place (tokopedia, shopee dan sebagainya).

Sedangkan I Made Miryama memberikan pemaparan tentang Kenali dan Pahami Jejak Rekam di Era Digital. Disebutkan, jejak digital dapat dimulai dari ketika menyalakan smartphone, mengunjungi situs, dan sebagainya. “Jejak di kertas dapat dengan mudah dihancurkan, sementara jejak digital sulit dihapus,” jelas Made dalam membuka pemaparannya, dimana jejak dapat disalahgunakan untuk memprofile kriminal dalam memilih korbannya.

Jejak digital lanjut I Made, ada dua jenis yaitu yang pertama pasif, contoh history dari search, mencatat IP dan sebagainya. Kedua adalah aktif yakni sengaja diberikan oleh pengguna untuk informasi, ketika login, mengirim email dan lain sebagainya. “Untuk jejak akses di perangkatnya, terdapat di memori dan di cloud,” tambahnya.

Langkah perlindungan jejak menurut I Made dapat dilakukan di antaranya dengan menghapus akun lama, pisahkan antara pekerjaan dan pribadi, lindungi perangkat, alamat email dan password dan sebagainya. Terakhir I Made mengingatkan, pertimbangkan dahulu apa yang di katakan dan di share, darimana anda share, situs yang dikunjungi, email yang dibuka, serta link yang di klik.

Webinar diakhiri oleh Jessica Yo, seorang Infuencer & Youtuber dengan followers 39,8 ribu. Dia memberikan kesimpulan dari tema yang dibawakan oleh para nara sumber, diantaranya tetap harus bijak dalam berkomunkasi di dunia maya agar tidak terjadi perpecahan kultural. Kemudian meningkatkan kemampuan digital untuk para nelayan dan petani agar tidak tertinggal serta waspada dengan posting yang melanggar hukum karena akan terekam jejak digital. (rel/dek)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/