25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Telat Kembalikan Uang ke KPK, Evi Bisa Susul Evy

DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari Erry Nuradi.
DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari
Erry Nuradi.

Evi Diana dan sejumlah  mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang diduga ikut menerima uang suap pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut tahun 2014, berpotensi dijerat oleh KPK. Istri Plt Gubsu Tengku Erry Nuradi itu pun bisa-bisa menyusul Evy Susanti, istri muda Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho yang lebih dulu mengenakan rompi oranye KPK.

Pasalnya, pengembalian uang oleh Evi dan kawan-kawan itu dilakukan melebihi batas waktu pengembalian uang gratifikasi, yakni 30 hari.

Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, karena pengembalian uang suap dilakukan setelah kasus diusut KPK, maka hal itu tidak akan menghilangkan tindak pidana korupsi yang diduga telah dilakukan Evi dan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

“Ini setelah diusut KPK, setelah mereka diperiksa, baru mengembalikan. Jelas itu tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsinya,” ujar Ucok kepada Sumut Pos, Rabu (14/10).

Ucok menjelaskan, ketentuan gratifikasi ini berbeda dengan mekanisme audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika BPK menemukan indikasi kerugian negara, maka si pelaku diminta mengembalikan dalam jangka waktu 60 hari. Jika dalam jangka waktu tersebut uang sudah dikembalikan ke kas negara, maka dianggap sudah selesai. Tapi jika tidak mengembalikan uang dalam jangka 60 hari, maka BPK akan meneruskan temuannya ke aparat penegak hukum untuk diproses.

“Tapi kalau gratifikasi, tidak dikembalikan dalam waktu 30 hari, ya langsung diusut aparat penegak hukum karena itu sudah masuk kategori sebagai penerima suap,” terangnya.

Lebih lanjut dijelaskan, berdasar ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana yang sama. yakni pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Diberitakan sebelumnya, Tengku Erry Nuradi membenarkan istrinya  Evi Diana telah mengembalikan sejumlah uang diduga terkait suap pada pembahasan APBD Provinsi Sumut tahun 2014.

“(Istri, Red) Sudah mengembalikan, tapi saya tidak pada kapasitas menjawab pada angka. Untuk masalah teknisnya silahkan ditanya ke penyidik saja,” ujar Erry usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas tersangka Gubsu non-aktif Gatot Pudjonugroho terkait dugaan hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Senin (12/10) malam.

Erry yang tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB dan baru usai menjalani pemeriksaan pukul 20.05 WIB terkait dugaan suap anggota DPRD Sumut, menyebutkan, bukan hanya istrinya yang telah diperiksa. Sejumlah anggota Dewan periode 2009-2014 juga ikut dipanggil.

“Itu semua anggota DPR kan diperiksa kemarin dan alhamdulillah ada sebagian yang sudah mengembalikan. Saya rasa pertanyaan itu ditanya ke penyidik saja,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dirinya siap jika istrinya yang juga merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 tersebut ditetapkan sebagai tersangka? Ketua DPD Partai NasDem Sumut ini mengatakan tidak ada masalah.

“Tidak ada masalah, serahkan semuanya kepada penyidik. Jangan berandai-andai. Sekali lagi saya minta jangan berandai-andai dan menduga-duga, bicara sesuai dengan bukti-bukti, sesuai dengan yang telah diperoleh penyidik,” ujarnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, mengatakan, penetapan tersangka kasus dugaan suap di balik batalnya interpelasi DPRD Sumut akan dilakukan jika dari hasil gelar perkara dipastikan ada bukti permulaan yang cukup kuat.

“Kami sudah selesai melakukan gelar perkara. Bila ditemukan bukti kuat, kami akan segera menetapkan tersangkanya,” ujar Indriyanto di Jakarta, Selasa (13/10).

KPK dikatakan terus mendalami pemberian uang yang diduga diterima sejumlah anggota DPRD Sumut, termasuk yang diterima Evi Diana, istri Tengku Erry Nuradi.

“Tetap akan didalami dulu oleh tim walaupun yang bersangkutan mengembalikan dana tersebut,” katanya.

Kendati begitu, Indriyanto enggan membeberkan siapa wakil rakyat daerah Sumut itu yang menerima uang tersebut. Termasuk siapa saja anggota DPRD yang sudah mengembalikan uang itu.

“Saya bilang masih didalami,” tandas Indriyanto.

Sejumlah anggota DPRD Sumut mengistilahkan pengembalian uang ke KPK sebagai ‘gerakan bersih-bersih Sumut’.

“Pertama kami apresiasi. Sebab langkah ini akan mendukung upaya bersih-bersih di Sumut, terutama di DPRD sebagai rumah rakyat. Kami  berharap kalau ada kawan-kawan lain yang juga menerima uang yng tidak jelas peruntukannya ikut mengembalikan,” kata anggota Komisi A DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.

Menurut dia, pengembalian uang itu membuktikan bahwa persepsi masyarakat tentang adanya aliran uang tidak jelas tersebut, benar adanya. Sebab dana yang diberikan melalui bendaharawan kepada anggota dewan, diluar hak-hak normatif.

Untuk proses hukum, dirinya mengaku tidak dalam kapasitas mengomentarinya. Namun menurutnya, kasus yang sedang ditangani KPK ini harus segera tuntas. Hal ini agar dimasa yang akan datang, wakil rakyat tidak lagi menggunakan jabatan terkait anggaran, pengawasa dan legislasi.

“Artinya, ke depan, transaksi yang ada di sini hanya yang resmi tidak ada lagi beredar uang yang tidak pada tempatnya,” katanya.

Sebelumnya, pihak KPK menyebutkan ada enam anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang yang diduga merupakan suap interpelasi dan pembahasan APBD Sumut.

Anggota DPRD Sumut Brilian Moktar mengaku mengembalikan uang sebesar Rp100 juta yang diterimanya dari bendaharawan Sekretariat Dewan. Namun dia mengatakan tak tahu untuk apa uang itu diterimanya. Hanya saja, penerimaan itu diterimanya selama 2014 dari bendahara dewan dan tidak jelas asal-usulnya.

Sementara, Bendahara Sekwan Ali Nafiah dikonfirmasi tidak mau memberikan keterangan. “Saya tidak mau komentar, kan sedang ditangani KPK, kita tunggu saja lah,” katanya. (sam/prn/bal/val)

DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari Erry Nuradi.
DUO EVI: Evi Susanti (kiri) istri Gatot Pujo Nugroho dan Evi Diana br Sitorus (kanan) istri dari
Erry Nuradi.

Evi Diana dan sejumlah  mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 yang diduga ikut menerima uang suap pada pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut tahun 2014, berpotensi dijerat oleh KPK. Istri Plt Gubsu Tengku Erry Nuradi itu pun bisa-bisa menyusul Evy Susanti, istri muda Gubsu non-aktif Gatot Pujo Nugroho yang lebih dulu mengenakan rompi oranye KPK.

Pasalnya, pengembalian uang oleh Evi dan kawan-kawan itu dilakukan melebihi batas waktu pengembalian uang gratifikasi, yakni 30 hari.

Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, karena pengembalian uang suap dilakukan setelah kasus diusut KPK, maka hal itu tidak akan menghilangkan tindak pidana korupsi yang diduga telah dilakukan Evi dan mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014.

“Ini setelah diusut KPK, setelah mereka diperiksa, baru mengembalikan. Jelas itu tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsinya,” ujar Ucok kepada Sumut Pos, Rabu (14/10).

Ucok menjelaskan, ketentuan gratifikasi ini berbeda dengan mekanisme audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika BPK menemukan indikasi kerugian negara, maka si pelaku diminta mengembalikan dalam jangka waktu 60 hari. Jika dalam jangka waktu tersebut uang sudah dikembalikan ke kas negara, maka dianggap sudah selesai. Tapi jika tidak mengembalikan uang dalam jangka 60 hari, maka BPK akan meneruskan temuannya ke aparat penegak hukum untuk diproses.

“Tapi kalau gratifikasi, tidak dikembalikan dalam waktu 30 hari, ya langsung diusut aparat penegak hukum karena itu sudah masuk kategori sebagai penerima suap,” terangnya.

Lebih lanjut dijelaskan, berdasar ketentuan Pasal 5 jo. Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana yang sama. yakni pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Diberitakan sebelumnya, Tengku Erry Nuradi membenarkan istrinya  Evi Diana telah mengembalikan sejumlah uang diduga terkait suap pada pembahasan APBD Provinsi Sumut tahun 2014.

“(Istri, Red) Sudah mengembalikan, tapi saya tidak pada kapasitas menjawab pada angka. Untuk masalah teknisnya silahkan ditanya ke penyidik saja,” ujar Erry usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi atas tersangka Gubsu non-aktif Gatot Pudjonugroho terkait dugaan hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Senin (12/10) malam.

Erry yang tiba di gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB dan baru usai menjalani pemeriksaan pukul 20.05 WIB terkait dugaan suap anggota DPRD Sumut, menyebutkan, bukan hanya istrinya yang telah diperiksa. Sejumlah anggota Dewan periode 2009-2014 juga ikut dipanggil.

“Itu semua anggota DPR kan diperiksa kemarin dan alhamdulillah ada sebagian yang sudah mengembalikan. Saya rasa pertanyaan itu ditanya ke penyidik saja,” ujarnya.

Saat ditanya apakah dirinya siap jika istrinya yang juga merupakan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 tersebut ditetapkan sebagai tersangka? Ketua DPD Partai NasDem Sumut ini mengatakan tidak ada masalah.

“Tidak ada masalah, serahkan semuanya kepada penyidik. Jangan berandai-andai. Sekali lagi saya minta jangan berandai-andai dan menduga-duga, bicara sesuai dengan bukti-bukti, sesuai dengan yang telah diperoleh penyidik,” ujarnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji, mengatakan, penetapan tersangka kasus dugaan suap di balik batalnya interpelasi DPRD Sumut akan dilakukan jika dari hasil gelar perkara dipastikan ada bukti permulaan yang cukup kuat.

“Kami sudah selesai melakukan gelar perkara. Bila ditemukan bukti kuat, kami akan segera menetapkan tersangkanya,” ujar Indriyanto di Jakarta, Selasa (13/10).

KPK dikatakan terus mendalami pemberian uang yang diduga diterima sejumlah anggota DPRD Sumut, termasuk yang diterima Evi Diana, istri Tengku Erry Nuradi.

“Tetap akan didalami dulu oleh tim walaupun yang bersangkutan mengembalikan dana tersebut,” katanya.

Kendati begitu, Indriyanto enggan membeberkan siapa wakil rakyat daerah Sumut itu yang menerima uang tersebut. Termasuk siapa saja anggota DPRD yang sudah mengembalikan uang itu.

“Saya bilang masih didalami,” tandas Indriyanto.

Sejumlah anggota DPRD Sumut mengistilahkan pengembalian uang ke KPK sebagai ‘gerakan bersih-bersih Sumut’.

“Pertama kami apresiasi. Sebab langkah ini akan mendukung upaya bersih-bersih di Sumut, terutama di DPRD sebagai rumah rakyat. Kami  berharap kalau ada kawan-kawan lain yang juga menerima uang yng tidak jelas peruntukannya ikut mengembalikan,” kata anggota Komisi A DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan.

Menurut dia, pengembalian uang itu membuktikan bahwa persepsi masyarakat tentang adanya aliran uang tidak jelas tersebut, benar adanya. Sebab dana yang diberikan melalui bendaharawan kepada anggota dewan, diluar hak-hak normatif.

Untuk proses hukum, dirinya mengaku tidak dalam kapasitas mengomentarinya. Namun menurutnya, kasus yang sedang ditangani KPK ini harus segera tuntas. Hal ini agar dimasa yang akan datang, wakil rakyat tidak lagi menggunakan jabatan terkait anggaran, pengawasa dan legislasi.

“Artinya, ke depan, transaksi yang ada di sini hanya yang resmi tidak ada lagi beredar uang yang tidak pada tempatnya,” katanya.

Sebelumnya, pihak KPK menyebutkan ada enam anggota DPRD Sumut yang mengembalikan uang yang diduga merupakan suap interpelasi dan pembahasan APBD Sumut.

Anggota DPRD Sumut Brilian Moktar mengaku mengembalikan uang sebesar Rp100 juta yang diterimanya dari bendaharawan Sekretariat Dewan. Namun dia mengatakan tak tahu untuk apa uang itu diterimanya. Hanya saja, penerimaan itu diterimanya selama 2014 dari bendahara dewan dan tidak jelas asal-usulnya.

Sementara, Bendahara Sekwan Ali Nafiah dikonfirmasi tidak mau memberikan keterangan. “Saya tidak mau komentar, kan sedang ditangani KPK, kita tunggu saja lah,” katanya. (sam/prn/bal/val)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/